Oleh Agus Wibowo
Bagi sebagian orang bekerja adalah bagian dari upaya meyelesaikan tanggung jawab, semata menggugurkan kewajiban. Tetapi bagi sebagian yang lain di masa perjuangan, bekerja menjadi bagian dari pengabdian. Ada yang sudah bekerja selama berpuluh-puluh tahun di dalam sebuah lembaga, tetapi hingga selama itu belum mampu juga membawa diri dalam menginspirasi bagi yang lain. Kita sering sekali mendengar istilah “berjuang sampai titik darah penghabisan”. Istilah tersebut tentu bukan hanya sekedar majas yang digunakan dalam sebuah catatan perjuangan. Berjuang dalam nafas pengabdian adalah bagian dari proses di mana seseorang harus banyak berkorban dan seringkali mengorbankan banyak hal, baik itu waktu, tenaga maupun pikiran untuk satu tujuan kemajuan bersama. Maka, wajar jika dalam konteks berjuang, seseorang akan lebih loyal dengan apa yang dikerjakannya tanpa banyak menghitung pertimbangan. Siapapun kita, di manapun kita berada, berperan dengan peforma optimal itu sangat penting dalam meraih tujuan yang hendak akan dicapai.
Mengatakan kita sudah melakukan banyak hal, dan sudah merasakan pahit, asam garam dalam berjuang tidak menjadi jaminan bahwa selama itu pula perjuangan menjadi bermakna. Sebab mereka yang benar-benar berjuang tidak akan banyak berhitung dari mana mulanya tapi akan lebih banyak membangun integritas serta keteladanan dalam bekerja. Sering kali kita juga terlupa bahwa dalam proses berjuang. Proses berjuang yang tentunya mengandung makna perpindahan, berpindah dari satu titik ke titik lain, berpindah dari rencana menjadi aksi sehingga menimbulkan resonansi. Hal ini yang juga menuntut perpindahan paradigma baru dari “mencari” berpindah “menjadi”. Banyak dari sebagian orang merasa sulit untuk mencari orang-orang terbaik karena keadaan dan situasi yang mungkin sudah tidak kondusif. Maka, paradigma baru tentang perpindahan itu menjadi penting untuk kita lakukan. Kita tidak boleh hanya sibuk mencari tanpa kita melihat apa yang sudah ada, memulai dari membangun integritas diri dan menyaksikan betapa hebatnya potensi lingkungan di sekitar kita. Hal seperti itu akan membuat kita sadar, bahwa dalam melakukan sesuatu harus didasari dengan kesungguhan hingga benar-benar menjadi nilai yang sangat berharga bagi diri dalam memaknai perjuangan.
Banyak orang tidak yakin akan apa yang ada pada dirinya, sehingga ketika dihadapkan pada persaingan akan membuat dirinya terpinggirkan, tentu hal ini akan berlaku sepanjang masa, dan berlaku bagi siapa saja. Adanya persaingan harus juga menimbulkan paradigma baru, lamanya seseorang bekerja dalam suatu lembaga tidak banyak menjamin seseorang tersebut bisa tumbuh dan berkembang di dalamnya, manakala tidak ada inspirasi dan motovasi untuk “menjadi”.
Kata “menjadi” dalam konteks ini bermakna perubahan, menjadikan apapun potensi yang ada pada diri untuk dijadikan sebagai kekuatan berjuang, terkadang raga yang sudah kita pakai untuk berjuang tidak menemukan jiwanya. Sehingga banyak yang terjadi selama bekerja dan menempuh proses perjuangan yang terlihat dan dihitung hanya raganya saja.
Maka, mari bertanya pada diri kita masing-masing, apakah selama selama ini jiwa dan raga kita sudah benar-benar berjuang? Tentu jawaban itu sudah ada di hati kita masing-masing. Sebab, kemerdekaan sejatinya diperoleh dari pengorbanan dan perjuangan.
Editor : Dwi Novi Antari