• Tentang
  • Kontak
  • Tim Redaksi
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi
No Result
View All Result
Mahanpedia
No Result
View All Result
Home Opini

Barometer Emosi

mahanpedia by mahanpedia
3 tahun ago
in Opini
3 min read
12
0
SHARES
228
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh : Dwi Novi Antari

Pandemi yang mengguncang dunia tak lekas hilang. Meski mereda, beriringan semuanya kembali berjalan dalam kehidupan di masa kenormalan baru dengan langkah-langkah yang teramat kaku. Tulisan ini akan menceritakan sedikit dari yang bisa teramati selama beberapa bulan muram kemarin. Sudut pandang dari sisi pendidikan yang menjadi tergagap-gagap. Tapi mari perjelas di awal, ini bukan ulasan tentang bagaimana tatanan kebijakan Mas Menteri Pendidikan, yang katanya di salah satu stasiun televisi ‘dipaksa keadaan’ membuat sebuah rancangan kurikulum darurat dalam hitungan bulan. Bukan pula persoal betapa terkagetnya para guru dengan pembelajaran daring yang benar-benar dadakan, ya nyatanya semua berjalan di rotasi yang sewajarnya. Belajar ya tetap belajar, meski tak tatap muka, wacana ‘bersekolah’ tetap menjadi kewajiban paten.

Curi dengar dari semua keluhan berbagai kalangan, baik dari mereka yang tinggal di desa −benar-benar pedesaan, hingga yang tinggal di kota sekelas metropolitan ataupun kota pinggiran, tak ada yang siap dengan pembelajaran di masa pandemi ini. Ketidakadaannya tatap muka dalam pembelajaran menjadi masalah utamanya, sebab meski tak tatap muka, sekali lagi ‘bersekolah’ tetap wajib diadakan. Tetapi tidak boleh ada klaster baru di sekolah, begitu harapannya. Lalu, tumbuhlah beberapa permasalahan baru lainnya.

Kali ini, mari bergeser sedikit dari bagaimana jatuh-bangunnya guru dalam menyiapkan metode pembelajaran daring yang lebih menyerap banyak aspek diri melebihi pengajaran sebatas tatap muka, tapi toh memang perkembangan teknologi adalah niscaya, tinggal tunggu masanya saja jika pembelajaran masa depan berwujud daring. Teknologi tidak mungkin dibendung apalagi kaitannya dengan pendidikan. Hanya ‘sehasta’, teramat dekat, ah bahkan menjadi bagiannya.

Demikian pula, tak perlu mengurai bagaimana pola penerimaan siswa dalam pembelajaran masa pandemi ini, jelas tidak semua kompetensi yang diharapkan mampu terpenuhi. Jangankan kompetensi, barangkali sekadar memahami materi saja teramat sulit sekarang ini. Semua menjadi dimaklumi, semua memaklumi keadaan. Tetapi ada satu momentum yang kemudian disadari secara bersama-sama, khususnya kepada mereka yang sebelum pandemi ini kerap kali mengambil garis depan dalam menuntut pendidikan.

Siapa mereka? Orangtua! Ya, kali ini mari menilik lebih dalam bagaimana muncul sebuah sindrom baru yang menyerang beberapa kalangan orangtua di masa ini. Betapa tak sedikit dari mereka yang harus ikut aktif dalam penbelajaran daring, tersebab sebagai yang mendampingi anak-anak di rumah. Merekalah malah yang kemudian berada di garis depan dalam hal menuntut agar segera diadakannya pembelajaran tatap muka. Sungguh, ini bukan sebuah dongeng belaka, terkhusus pada mereka yang anaknya berada di sekolah dasar tak ada yang tak ber-koor bersama dalam menyamakan suara pada keluhan.

Sejak dulu bahkan kita sudah diingatkan oleh Ki Hajar Dewantoro dalam tripusat pendidikan, bahwa keluarga wabil khusus orangtua menjadi salah satu dari dari tiga pionir keberlangsungannya pendidikan. Tetapi benar adanya, jika di zaman ini menuntut adalah yang utama ketimbangan ikut menjadi bagian yang menuntun.

Pernah sebagian dari kita tak habis pikir tentang bagaimana ada walimurid yang tega membawa seorang guru ke meja hijau hanya perkara menghukum fisik muridnya. Nyata adanya, berulang dan bukan hanya satu-dua kasus. Lalu, hari-hari ini betapa dengan lancarnya para orangtua bercerita tentang emosi mereka mendampingi anak yang tak kunjung mengerti dengan apa yang meraka upayakan dalam proses pendampingan belajar, cubit-pukul bahkan menjadi pemakluman.

Sebagian dari orangtua menganggap nilai adalah sebuah ukuran mutlak kecerdasaan anak, hingga kurun waktu saat ini, paradigma ini masih mengakar. Maka, pernah barangkali kita dengar tentang kisah walimurid yang mendatangi guru dan meminta penjelasan hingga tarik-ulur perkara nilai sang anak. Bukan, ini bukan legenda. Kasus nilai adalah juga nyata adanya. Kini, tak segan orangtua meminta sekadar ke sekolah saja sudah cukup, tatap muka lalu belajar sewajarnya, nilai tak lagi perlu ditakar, sebab emosi tiap mendampingi belajar malah yang paling terbakar.

Pandemi memunculkan sebuah alat pengukuran baru, sebuah barometer yang meski tak signifikan ukuran hasil patennya namun jelas yang terlihat. Barometer emosi. Di dunia pendidikan ada satuan emosi yang terus terurai dan terukur ketika para orangtua hadir mendampingi anak belajar daring. Tak heran, membiarkan anak belajar dengan gadgetnya sendiri adalah bagian dari meredakan diri, daripada beradu emosi. Bagian ini yang kemudian harus menjadi refleksi, bukan soal semata peran guru yang kerap ‘digadang’ sebagai aktor utama selain peserta didik itu sendiri, tetapi di mana semua menjadi membuka diri menyadari jika pendidikan adalah hal yang bukan parsial. Berhubungan.

Ekosistem pendidikan bukan ketersalingan menuntut, tapi mengambil bagian dari saling menuntun. Menapaki jalan bersama, meniti diskusi dan eksekusi hingga tercapai tujuan pendidikan bagi anak dan peserta didik. Tak lagi wujud keluh dan tuntut menjadi primadona di masa pandemi ini. Barometernya juga bukan untuk mengukur emosi tetapi mengukur ketercapaian hak belajar yang tepat bagi anak-anak, meski dengan segala bentuk pembelajaran masa kini.

Editor : Tri Hanifah

Tags: Opini
Previous Post

Belajar Bersaing

Next Post

Digitalisasi Pendidikan

Next Post

Digitalisasi Pendidikan

Comments 12

  1. Ida Rakhmawati says:
    3 tahun ago

    Luar biasa memang…. sy dr bln maret mengalami menjadi guru + orang tua. Mengajar daring utk anak2 didik yg diamanahkan, sekaligus mendampingi anak sendiri di rumah….Maka energi sabarnya harus berlapis2 hehe….

    Tulisan yg sangat menginspirasi

    Balas
    • mahanpedia says:
      3 tahun ago

      Terimakasih, semoga bermanfaat.

      Balas
  2. Ati Suryani Ulfah says:
    3 tahun ago

    Salam hormat untuk para guru dan orangtua. Juga peserta didik yang sudah rindu belajar di sekolah. Semoga lillah. Semoga berkah

    Balas
    • mahanpedia says:
      3 tahun ago

      Terimakasih, semoga bermanfaat.

      Balas
  3. Sri Yunaningsih says:
    3 tahun ago

    Jazaakillahu khairan tulisannya mba nov.
    Sekelumit pelik yang saat ini masih belum tuntas dikulik.

    Balas
    • mahanpedia says:
      3 tahun ago

      Terimakasih, semoga bermanfaat.

      Balas
  4. Sri Yunaningsih says:
    3 tahun ago

    Semangat untuk kita semua….
    Pendidik, peserta didik dan orang tua semoga selalu senantiasa diberikan kesabaran serta kekuatan. Semoga Allah memudahkan dan meridhai semua langkah kita. Aaamiiin allohumma aamiin

    Balas
    • mahanpedia says:
      3 tahun ago

      Terimakasih, semoga bermanfaat.

      Balas
  5. Fatmi says:
    3 tahun ago

    Masyaa Allah… Cek gu… Barokallah… Disetiap proses hidup ini membuka pintu ilmu untuk semua

    Balas
    • mahanpedia says:
      3 tahun ago

      Terimakasih, semoga bermanfaat.

      Balas
  6. Mefta says:
    3 tahun ago

    Maa syaa Allah. Benar sekali aku pun banyak gagap dalam situasi saat ini. Merasa tidak maksimal dan terkendala banyak hal. Semoga Allah mudahkan urusan² kita semuanya.

    Balas
    • mahanpedia says:
      3 tahun ago

      Terimakasih, semoga bermanfaat

      Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Popular Posts

Essay

Bonus Demokrasi dan Nawacita

by mahanpedia
Februari 27, 2023
0
12

Oleh : Fahrudin Hamzah Ketua Bidang Teknologi dan Informasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus...

Read more

Bonus Demokrasi dan Nawacita

Literasi Berada di Jurang Degradasi

Muhammadiyah; Dari Kiyai Haji menjadi Profesor?

Bukit Idaman: Ekowisata peduli sesama

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Nilai-nilai Dasar Dalam Etika Berdigital

Load More

Popular Posts

Hablum Minal’alam: Menjaga Lingkungan Bernilai Ibadah

by mahanpedia
September 2, 2021
0
2.1k

Akhlak Mulia Generasi Zaman Now

by mahanpedia
September 16, 2020
0
1.8k

5 Hal Misterius tentang Amado

by mahanpedia
September 6, 2021
0
1.8k

Mahanpedia

Mahanpedia adalah media belajar bersama untuk saling menginspirasi membangun kemajuan melalui gerakan literasi.

  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi
  • Kontak

© 2020 Mahanpedia.id – Inspirasi untuk kemajuan.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi

© 2020 Mahanpedia.id