Oleh Eni Maryam
Umumnya orangtua akan menyekolahkan anaknya di PAUD atau Play Group jika sudah memasuki usia 4 tahun. Namun kini usia sekolah anak bergeser menjadi lebih cepat, ada yang sudah menyekolahkan sejak 3 tahun bahkan 1,5 tahun, tentu dengan berbagai alasan. Sebagai ibu muda dan ibu rumah tangga sekaligus juga pedagang, mengurus bisnis dan anak sekaligus tentu menjadi sebuah tantangan. Hingga suatu waktu saya berikhtiar menyekolahkan Rei (anak saya yang berusia 2,5 tahun) di sebuah lembaga pendidikan pre-school yang tidak jauh dari rumah. Tujuannya agar dia bisa bersosialisasi dan tidak malu malu lagi juga agar bisa disambi mengurus toko. Ternyata keputusan itu kurang tepat, justru anak perempuan saya enggan bersekolah karena takut dan bosan. Akhirnya, saya putuskan untuk tidak menyekolahkannya sampai dia benar-benar siap. Keputusan menyekolahkan anak di usia sangat dini tidak sepenuhnya benar dan tidak sepenuhnya salah, prinsipnya adalah hak anak terpenuhi sesuai masa perkembangannya dan tidak adanya paksaan.
Sejak saat itu, saya berpikir kenapa tidak memanfaatkan waktu bersama anak selama saya bekerja juga sembari menjadi guru untuknya. Pendekatan selama pembelajaran di rumah maupun di toko justru lebih cepat dan mudah. Dari kecil memang anak saya 24 jam bersama saya, maklum karena suami masih bolak-balik bekerja di luar kota. Ada banyak pendekatan dan model mendidik anak di rumah, salah satunya adalah Montessori. Mungkin beberapa orang sudah tidak asing dengan metode Montossori dalam dunia pendidikan. Berhubung anak saya belum siap bersekolah, rumah dan toko saya ubah menjadi rumah ramah anak, di mana dia bisa bereksplorasi, mandiri dan berkembang dengan baik sesuai usianya sebagaimana prinsip Montesorri.
Menerapkan Montesori di Rumah
Apa sih metode Montessori itu? Metode ini merupakan metode pendidikan yang didasari pada aktivitas kesadaran diri sendiri, pembelajaran langsung dan permainan kolaboratif. Metode sensori ini dikembangkan oleh Maria Montessori. Beliau merupakan salah satu dokter pertama di Italia yang lulus dari sekolah kedokteran pada tahun 1869. Pekerjaannya sebagai dokter mempertemukan ia dengan anak-anak. Sejak itu, Montessori mulai tertarik dengan dunia pendidikan dan mengembangkan metode ini sebagai hasil dari penelitiannya terhadap perkembangan intelektual anak-anak yang mengalami keterbelakangan mental. Hasil penelitian tersebut menjadi fondasi utama metode Montessori, yakni tentang menstimulasi dan memaksimalkan seluruh indra anak.
Vidya Dwina Paramita dalam karyanya Seni Mengasuh Anak Usia Dini mengungkapkan, kala itu Montessori diminta untuk menangani suatu wilayah, kondisi anak-anak wilayah tersebut sangat memperihatinkan. Berjumlah sekitar lima puluhan anak dengan rentang usia beragam dan didampingi oleh satu dewasa yang belum terlatih menangani serta mengasuh anak. Bisa dibayangkan mengasuh anak tanpa terlatih menanganinya akan menimbulkan frustasi dan tekanan. Hal pertama yang dilakukan Montessori adalah mengarahkan anak-anak yang berusia lebih besar untuk mengerjakan kegiatan sehari-hari seperti membersihkan lantai, merawat tanaman, menyiapakan makan, memakai pakaian sendiri dan lain lain. Dari situlah, timbul pemahaman pentingnya area praktik kehidupan sehari-hari yang melibatkan anak secara aktif dengan material konkret yang dapat mereka eksplorasi dengan seluruh indra. Ternyata, anak-anak membutuhkan aktivitas yang bermakna, yang tidak hanya sekedar menyalurkan energi mereka yang meruah, namun membuat mereka merasa bermanfaat dan berharga.
Anak-anak mempunyai masa-masa peka sejak lahir hingga usia 6 tahun, kita sebagai orangtua harusnya menyadari dan memanfaatkan masa-masa peka anak dengan baik. Beberapa kepekaan anak usia 0-6 tahun seperti gerakan, bahasa, benda kecil, keteraturan, musik, lingkungan, keramahan, sopan-santun dan kelima indra. Media pendukung metode Montessori pun tidak harus menggunakan bahan-bahan yang ribet dan mahal. Anak usia di bawah 4 tahun bisa kita ajarkan kemampuan berhitung sederhana, misalnya mengenal benda cair dan padat dengan indera perabanya, menghitung bola, menghitung benda-benda ataupun lainnya. Di atas usia 5 tahun untuk mengajari anak membaca, menulis, dan berhitung (calistung) idealnya memang di sekolah dasar, namun jika anak sudah siap untuk membaca, menulis dan berhitung lebih dari itu menurut saya tidak masalah. Orangtua bisa memperkenalkan calistung sejak dini, mengingat kemampuan menyerap informasi pada anak usia dini sangat baik. Namun jika anak tidak siap tidak perlu dipaksa, karena setiap anak itu punya keunikan masing-masing dan kesiapannya pun berbeda-beda.
Adapun kegiatan keterampilan untuk melatih kemandiriannya, jangan serba dilarang namun tetap diawasi. Misalnya membereskan mainannya, memakai sendal, menaruh piring setelah selesai makan, melipat baju, membantu ibu mencuci piring, makan sendiri, menjemur, memasukan baju ke mesin cuci bersama-sama, hingga mandi sendiri, ya walaupun kadang ada bagian yang tidak disabun dengan sempurna, tapi biarkan saja dan tetap diberitahu. Buat kegiatan rumah jadi menyenangkan. Kalau anak dengan senang hati mengerjakannya, apa yang kita ajarkan pasti mudah untuk ia cerna. Demikianlah, sederhananya pembelajaraan di rumah bahkan terasa seperti mengerjakan hal sehari-hari tetapi sarat akan kemandirian dan tentu saja mengaktifkan keseluruhan indra anak, sebagaimana asas utama Montessori.
Editor : Dwi Novi Antari
Terima kasih untuk ilmu nya teteh eni ☺
Keren ilmunya Mama Rei …
Di lampung adakah tempat untuk belajar montesori bagi pemula?
Atau bisa dimentori langsung nih sama Mama Rei …