Oleh Tri Hanifah
Nadiem Makarim, ketika ia dinobatkan menjadi orang nomor satu yang memikirkan pendidikan di Indonesia, ada segunung harapan bahwa pendidikan bangsa ini akan dibawa melaju pesat. Ia yang muda dan dikenal sangat piawai dalam ilmu teknologi, membuat para pendidik berharap sepenuhnya akan adanya suatu revolusi dunia pendidikan yang maju pesat. Betapa akan dinamisnya sistem pendidikan bangsa ini, agar tidak jauh dari ketertinggalan. Berharap akan seperti Finlandia bahkan Jepang, yaitu anak-anak negeri akan menguasai teknologi.
Di tengah harapan itu, Bangsa Indonesia diuji dengan cobaan hadirnya pandemi covid-19 yang tiba-tiba. Bangsa ini harus mengalami situasi lockdown dan diam di tempat. Pegawai melakukan pekerjaan dari rumah, work from home. Anak-anak sekolah diliburkan, sarana keagamaan disepikan, pasar maupun swalayan banyak yang tutup. Pandemi menyerang dunia, situasi yang tak pernah tergambarkan sebelumnya dan mungkin tidak teramal oleh gejala apapun.
Situasi ini telah menuntut suatu formula baru, tindakan inovatif solutif harus segera ditempuh. Pertemuan atau rapat-rapat dilakukan secara daring (dalam jaringan). Pemanfaatan kesediaan berbagai aplikasi digital pun akhirnya menjadi pilihan pemecahan permasalahan, agar hubungan jaringan dan komunikasi tetap berjalan.
Dalam dunia kependidikan, tidak sedikit yang kemudian mengubah pola belajar, yakni pendidikan dilakukan dengan berbasis digital atau belajar daring. Penggunaan berbagai aplikasi juga dimanfaatkan oleh banyak para pendidik. Melakukan berbagai terobosan-terobosan agar proses pembelajaran terhadap siswa tetap dapat berjalan.
Seiring dengan fenomena yang terjadi, para pendidik juga menunggu apa yang hendak digulirkan oleh Bapak Menteri Pendidikan dalam mengatasi keadaan ini. Ketika penantian hampir mendekati satu semester, namun kebijakan yang tegas tak kunjung tiba dan berjalan dengan lambat.
Kini, guru, murid, orangtua mulai gelisah. Pembelajaran daring telah berlangsung. Guru mengajar di sekolah, sedangkan siswa tetap di rumah. Pembelajaran jarak jauh (PJJ) mulai diterapkan di berbagai sekolah. Dari sinilah muncul berbagai polemik dan dilema. Ada ratusan bahkan ribuan permasalahan terjadi di lapangan.
Pertama, PJJ menuntut guru untuk menguasai teknologi terkait dengan pembelajaran daring, tidak ada kebijakan pemerintah tentang aplikasi yang ‘canggih’ agar semua guru dapat mengakses lebih cepat, mudah dan murah. Karena semua aplikasi hampir berbayar sangat mahal.
Kedua, PJJ menuntut siswa setidaknya harus memiliki minimal gawai (handphone) berbasis android dan tentunya paket internet. Banyak keluarga yang hanya memiliki satu gawai, namun harus dipakai oleh ketiga anaknya yang semua membutuhkan fasilitas belajar. Belum ada kebijakan pemerintah yang mengarah kepada pemberian fasilitas belajar, semisal bekerja sama dengan perusahaan jaringan internet untuk mengratiskan paket internet belajar siswa, atau bahkan pemberian fasilitas belajar lainnya.
Kebijakan yang muncul dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan justru suatu program yang kurang tepat sasaran. Di tengah pengharapan adanya solusi atas berbagai permasalahan yang terjadi, justru muncul adanya program yang bernama Guru Penggerak. Guru Penggerak adalah suatu komunitas belajar bagi guru di sekolah dan wilayahnya, serta mengembangkan program kepemimpinan murid untuk mewujudkan profil pelajar Pancasila. Di mana untuk menjadi guru penggerak, guru harus mengikuti proses seleksi dan pendidikan guru penggerak selama sembilan bulan. Program yang tidak menjawab problema pendidikan yang tengah melanda. Ini menjadikan kekecawaan yang cukup berat. Ibarat kehausan, malah ditawari sebuah sepeda.
Di samping itu, masih banyak PR persoalan pendidikan yang belum dituntaskan sebelumnya. Mulai dari konsep tentang merdeka belajar, yang hingga kini belum jelas arah dan rumusannya, ditambah lagi PR tentang rencana proses pembelajaran (RPP) satu lembar, yang telah ditetapkan dalam Permendikbud nomor 14 tahun 2019. Banyak guru yang belum menguasai dan kebingungan memahami konsep RPP satu lembar ini. Sebab langkah-langkah dalam pembelajaran membutuhkan deskripsi sintak untuk menuju suatu tujuan pembelajaran. Berdalih keefektifan dan efisien, namun justru menimbulkan pertanyaan dan persoalan baru dalam penyusunannya.
Beberapa yang dapat direkomendasikan bagi dunia pendidikan dalam menjawab problema pendidikan di tengah pandemi ini, antara lain; pertama, dibutuhkan kerjasama pemerintah dengan perusahaan jaringan internet untuk mensubsidi penggunaan internet murah ataupun gratis bagi pelajar dan pendidik. Kedua, menyiapkan aplikasi pembelajaran digital yang siap akses, mudah, efektif dan efisien, dapat digunakan dengan cepat dan tepat oleh para pendidik maupun oleh peserta didik, layaknya pelayanan belanja online semacam Gojek dan sejenisnya. Ketiga, keputusan-keputusan tegas yang berkoordinasi antar kementerian lainnya, dengan tetap mewaspadai bagi keselamatan generasi bangsa.
Editor : Dwi Novi Antari
Menurut saya pembelajaran daring cukup efektif di tengah pandemi ,namun sisi negatif nya sering kali siswa atau mahasiswa mengalami kendala sinyal untuk beberapa daerah .
Terimakasih telah membaca.
semoga kendala ada solusinya.
Dan semoga tulisan menjadi inspirasi dan bermanfaat.