Oleh M. Khoirul Huda
Beberapa waktu lalu, keluarga kami berinisiatif untuk membersihkan irigasi atau ledeng yang terletak di sebelah rumah di Margodadi, Metro Selatan. Hal itu dilakukan karena banyak tumpukan sampah di sepanjang aliran irigasi. Irigasi yang menjadi batas Kelurahan Margodadi dan Sumbersari ini tepat berada di sebelah pasar tradisional Sumbersari, Bantul. Dalam tumpukan sampah tidak sedikit ditemukan sampah organik, maupun non organik seperti plastik, botol, kaleng, sepatu hingga baju bekas. Saat itu irigasi sedang tidak mengalir karena bergiliran dengan daerah lain yang masuk musim tanam.
Pagi itu, bersama bapak, ibu, kakak, adik dan keponakan, kami mengumpulkan sampah di salah satu sudut irigasi, memilah dan membakarnya. Ada kejadian tak terduga yang membuat kesal pagi itu. Seorang pengendara bermotor tiba-tiba melemparkan kantong plastik besar ke arah irigasi dari atas jembatan lalu pergi. Setelah dicek ternyata isinya sampah bekas makanan dan popok bayi. Saya beristighfar sembari mengumpat dalam hati, di saat ramai orang yang sedang membersihkan sampah irigasi saja, masih ada warga yang berani membuang sampah, apalagi tidak ada orang yang melihat.
Zaman Semakin Maju, Perilaku Buang Sampah Tetap Mundur
Tentu kita pernah menjumpai ada orang yang membuang sampah dari jendela mobil, menempelkan bekas permen karet di kursi, bekas kuaci berserakan di mana-mana, meletakkan kulit pisang sembarangan, membuang sampah di tempat umum dan perilaku tidak baik lainnya termasuk membuang sampah di irigasi. Membuang sampah di irigasi, sungai dan tempat air mengalir lainnya sudah menjadi tradisi masyarakat kita entah sejak kapan. Sampah tidak akan terlihat lama jika air mengalir, namun sampah akan menumpuk di hulu. Parahnya jika air irigasi sedang tidak mengalir atau bahkan kering, dengan mudah kita menemukan bukit-bukit sampah. Selain mengganggu pemandangan, sampah-sampah organik menimbulkan bau tak sedap dan bisa menjadi penyebab munculnya berbagai macam penyakit.
Kota Metro merupakan daerah yang memiliki banyak jalur irigasi. Pembangunan irigasi secara besar-besaran seperti di Lampung berawal dari proyek Belanda untuk mengairi persawahan, perkebunan dan kebutuhan air lainnya agar hasil panen bisa maksimal. Zaman terus berkembang, daerah-daerah sepanjang aliran irigasi yang dulunya sawah, kebun dan hutan berubah menjadi pemukiman padat penduduk. Sayangnya di tengah kemajuan kota ini dalam berbagai aspek termasuk akses pendidikan, masih ada perilaku sebagian masyarakat kita yang tidak maju, seperti membuang sampah sembarangan. Dalam perkembangannya terdapat pergeseran fungsi irigasi, selain untuk pengairan, irigasi juga dijadikan sebagai tempat mandi, mencuci, bahan air minum hingga dijadikan sebagai tempat untuk buang air kecil dan bahkan buang air besar.
Literasi Lingkungan
Pemahaman dan perilaku masyarakat dalam membuang sampah di irigasi berkaitan dengan literasi lingkungan. Masyarakat di sekitar irigasi kurang peduli dengan dampak sampah pada lingkungan hidupnya. Sebagaimana Tekso (2012) mengungkapkan masyarakat yang berliterasi lingkungan akan memiliki persepsi yang tinggi terhadap lingkungan dan berpartisipasi dalam menjaga lingkungan dengan membuang sampah pada tempat sampah. Alasan utama warga membuang sampah ke dalam irigasi biasanya karena alasan praktis, mudah dan gratis. Ada juga yang beralasan karena tidak tersedianya tempat sampah disekitar irigasi. Belum lagi tidak ada teguran atau sanksi bagi masyarakat yang membuang sampah sembarangan. Hal tersebut tentu juga diperparah dengan rendahnya kesadaran sesama warga, tokoh masyarakat hingga pengambil kebijakan di tingkat RT, RW hingga pemerintah kota.
Membangun Kesadaran Warga dan Kepedulian Pemerintah
Perilaku yang baik, tertib dan disiplin di banyak negara maju seperti Amerika, Finlandia, Jepang, Korea, Australia hingga negara-negara Eropa kadang jauh lebih penting dan dihormati daripada pangkat, jabatan, kekayaan bahkan keyakinan beragama mereka. Hal tersebut tercermin dari sistem pendidikannya, para guru akan memaklumi siswa yang tidak bisa mengerjakan soal yang sulit atau mendapat nilai matematika yang rendah namun akan sangat kecewa jika ada siswa yang tidak antri dengan tertib, menyeberang jalan tidak melalui zebra cross hingga membuang sampah tidak pada tempatnya. Pendidikan karakter sejak dini akan sangat mempengaruhi perilaku masyarakat di masa depan.
Ada banyak upaya yang bisa dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat untuk mengubah tradisi membuang sampah di irigasi. Pertama, pengambil kebijakan di tingkat RT, RW, kelurahan, kecamatan berkolaborasi dengan pemerintah kota, mengedukasi masyarakat melalui berbagai forum seperti pengajian, salat Jumat, yasinan dan pertemuan-pertemuan warga lainnya tentang larangan membuang sampah ke dalam irigasi. Kedua, menyediakan Tempat Penampungan Sementara (TPS) sampah secara sederhana di setiap rumah terutama di daerah aliran irigasi, untuk kemudian bisa diambil petugas kebersihan atau langsung dimusnahkan. Ketiga, memberikan papan informasi, spanduk, banner tentang larangan membuang sampah di irigasi.
Keempat, mengeluarkan peraturan berupa denda yang berat bagi pelaku pembuang sampah. Kelima, memberikan edukasi dan pelatihan mengurai dan mengelola sampah rumah tangga. Keenam, sinergi pemerintah dengan warga, pemuda, tokoh masyarakat, komunitas, ormas dan lembaga masyarakat untuk menjadi penggerak kebersihan dengan melakukan edukasi, merencanakan program kebersihan, gotong-royong dan mengawasi perilaku masyarakat. Ketujuh, membuat wisata berbasis aliran irigasi. Meski penulis masih kurang yakin dengan upaya ketujuh ini, tapi apa salahnya kita mencoba memanfaatkan irigasi kita menjadi tempat wisata, mari kita pikirkan!
Kita berharap perilaku buang sampah sembarangan di irigasi dan tempat lainnya di kota ini tidak terjadi lagi dan bisa tertata dan dikelola dengan baik. Rasanya sudah hampir lupa kapan terakhir Kota Metro mendapatkan penghargaan Adipura, tentu ini menjadi tamparan keras bagi pemerintah dan masyarakat. Kita pasti punya mimpi bahwa di masa mendatang tidak hanya irigasi, namun sudut-sudut kota, taman, jalanan, pemukiman warga dan tempat lainnya di kota ini bersih, nyaman dan asri. Meski ini adalah tugas kita bersama, namun pemerintah menjadi pihak yang paling bertanggung jawab dalam masalah ini. Apalagi Human Development Indeks (HDI) Kota Metro digadang-gadang sebagai yang paling tinggi di Provinsi Lampung.
Editor : Tri Hanifa
Wah, iya juga. Di pengajian2 jarang sekali kajian adab membuang sampah. Padahal patut dipertanyakan iman seseorang yang membuang sampah sembarang. Harusnya sering disinggung ini.
Ditunggu tulisannya mb Sin