Oleh : Mohammadi Hasan Basri
Sejak pandemi Covid-19 menyebar di Indonesia, jumlah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terus bertambah. Data Kementerian Ketenagakerjaan mencatat jumlah PHK mencapai 1,7 juta orang sampai 8 Juli 2020. Hilangnya pemasukan masyarakat otomatis menggerus daya beli dan memicu kontraksi pertumbuhan ekonomi. Akibatnya peningkatan angka kemiskinan di Indonesia cukup tajam, sebagaimana dilansir oleh Badan Pusat Statistik bahwa angka kemiskinan per Maret 2020 mengalami kenaikan menjadi 26,42 juta orang atau 9,78% dari seluruh penduduk Indonesia. Dibanding Maret 2019 peningkatannya mencapai 1,28 juta orang dari sebelumnya 25,14 juta orang. Persentase penduduk miskin juga naik 0,37 persen poin dari Maret 2019 yang hanya 9,41 persen. Prediksi Bappenas, pertambahan angka kemiskinan akibat Covid-19 ini adalah di angka 2 juta orang pada tahun 2020.
Apapun cerita tentang data kemiskinan di atas, bahwa tugas negara adalah bagaimana menghidupi orang miskin tersebut agar keluar dari kemiskinannya, sebagaimana amanat UUD pasal 34 ayat 1 yang mengatakan bahwa rang miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara.
Kendati demikian, mengatasi kemiskinan juga merupakan tugas bersama dari masyarakat yang ada dalam suatu negara. Sebagaimana sabda Rasulullah, “siapa saja yang menjadi penduduk suatu daerah, di mana di antara mereka terdapat seseorang yang kelaparan, maka perlindungan Allah terlepas dari mereka”, (HR Imam Ahmad). Artinya bahwa mengatasi kemiskinan bukan semata-mata tugas negara melainkan juga tugas masyarakat.
Cara Islam Mengentaskan Kemiskinan
Sesungguhnya Allah telah menciptakan manusia sekaligus menyediakan sarana-sarana untuk memenuhi kebutuhannya. Tidak hanya manusia, seluruh makhluk yang telah, sedang, dan akan diciptakan, pasti Allah menyediakan rezeki baginya. Sebagaimana yang tertuli dalam Alquran, Surat Rum ayat 40, “Allahlah yang menciptakan kamu, kemudian memberimu rezeki, kemudian mematikanmu, kemudian menghidupkanmu (kembali)”, serta dalam Surat Hûd ayat 6 juga telah Allah sampaikan yang artinya “dan tidak ada suatu binatang melata pun di bumi melainkan Allah-lah yang memberi rezekinya”.
Islam adalah sistem kehidupan yang sempurna, dan memiliki cara yang khas dalam menyelesaikan kemiskinan, baik kemiskinan alamiyah, kultural, maupun struktural. Di antara solusi yang diberikan Islam adalah, pertama secara individual. Dalam Alquran Surat Al-Baqarah ayat 233 Allah memerintahkan setiap muslim yang mampu untuk bekerja mencari nafkah untuk dirinya dan keluarga yang menjadi tanggungannya, “…dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf…”. Rasulullah juga bersabda “Mencari rezeki yang halal adalah salah satu kewajiban di antara kewajiban yang lain.” (HR ath-Thabarani).
Jika seseorang miskin, Allah memerintahkan untuk senantiasa bersabar dan bertawakal serta tetap berprasangka baik kepada Allah sebagai Zat Pemberi Rezeki. Baginya haram untuk berputus asa dari rezeki dan rahmat Allah.
Kedua, Secara kolektif. Dalam kehidupan bertetangga dan lebih luas bernegara, Islam telah mengajarkan kepada kita untuk saling memperhatikan saudaranya yang kekurangan dan membutuhkan pertolongan. Sebagaimana sabda Rasulullah, “Tidaklah beriman kepadaku siapa saja yang tidur dalam keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan, padahal ia tahu.” (HR ath-Thabrani)
Pentingnya menjaga silaturahmi kepada tetangga dan kerabat, sehingga kita dapat saling memahami antar sesama. Dalam masa pandemi covid-19 ini banyak sekali orang yang kita pandang mampu tetapi ternyata mereka tidak memiliki harta yang dapat ia makan dalam sehari-harinya. Inilah pentingnya kita senantiasa berjama’ah dan menjaga tali silaturahmi.
Peran Penguasa atau Pemerintah dalam Jaminan Kebutuhan Pokok
Islam telah menetapkan kebutuhan primer manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Terpenuhi atau tidaknya ketiga kebutuhan tersebut selanjutnya menjadi penentu miskin atau tidaknya seseorang. Sebagai kebutuhan primer, tentu pemenuhannya atas setiap individu, tidak dapat ditawar-tawar lagi. Oleh karena itu, Islam memberikan jaminan atas pemenuhan kebutuhan ini.
Allah memerintahkan penguasa untuk bertanggung jawab atas seluruh urusan rakyatnya, termasuk menjamin kebutuhan pokok mereka. Rasulullah bersabda, ”Pemimpin atas manusia adalah pengurus dan ia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus.” (HR al-Bukhari, Muslim dan Ahmad).
Umar bin al-Khaththab Saat menjadi khalifah biasa memberikan insentif untuk setiap bayi yang lahir demi menjaga dan melindungi anak-anak. Beliau juga membangun “rumah tepung” atau disebut dengan “dar ad-daqiq” bagi para musafir yang kehabisan bekal.
Peran Penguasa atau Pemerintah dalam Jaminan Kerja
Menyediakan lapangan pekerjaan merupakan kewajiban negara. Hal ini menyandar pada hadits Rasululah, dalam sebuah riwayat diceritakan bahwa Rasulullah pernah memberikan dua dirham kepada seseorang. Kemudian beliau bersabda “Makanlah dengan satu dirham, sisanya belikan kapak, lalu gunakan ia untuk bekerja.” (HR. Bukhori, Muslim)
Rasulullah saat menjadi kepala negara Di Madinah, beliau menyediakan lapangan kerja bagi rakyatnya dan menjamin kehidupan mereka. Pada zaman beliau terdapat ahlus-shuffah yaitu para sahabat yang tergolong dhuafa. Mereka diizinkan tinggal di Masjid Nabawi dengan mendapatkan santunan dari kas negara.
Peran Penguasa atau Pemerintah dalam Jaminan Pendidikan
Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Majah dikatakan bahwa “Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”. Hal ini selaras dengan Pasal 31 Ayat 2 UUD 1945 yang berbunyi: (2) Setiap warga negara wajib mengikuti pendidikan dasar dan pemerintah wajib membiayainya.
Ketika negara hadir dalam menyediakan layanan pendidikan, maka hal tersebut akan meningkatkan kualitas sumber daya manusia, sehingga akan mewujudkan individu-individu yang kreatif, inovatif, dan produktif. Dengan demikian kemiskinan kultural akan dapat teratasi.
Peran Penguasa atau Pemerintah dalam Jaminan Kesehatan
Pelayanan kesehatan adalah pelayanan dasar publik. Negara bertanggung jawab penuh dalam menjamin pemenuhan kebutuhan pelayanan kesehatan setiap individu masyarakat, tidak hanya bagi yang miskin tapi juga yang kaya, apapun warna kulit dan agamanya. Sebagaimana telah ditegaskan Rasulullah dalam sebuah hadis yang “Imam (Khalifah) yang menjadi pemimpin manusia, adalah (laksana) penggembala. Dan hanya dialah yang bertanggungjawab terhadap (urusan) rakyatnya” (HR Al-Bukhari)
Dahulu pada masa Kekhalifahan Abbasiyah telah dibangun rumah sakit-rumah sakit lengkap dan canggih pada masanya yang melayani rakyat dengan cuma-cuma.
Beberapa hal di atas adalah sebagian dari peran yang mesti dilakukan oleh penguasa sesuai dengan ajaran Islam untuk menjamin kesejahteraan rakyatnya. Jika seluruh aspek di atas dapat terpenuhi, maka kesejahteraan rakyat dalam suatu negara akan meningkat dan terjamin.
Editor: Dwi Novi Antari