Oleh : Renci
Jika Hatta bersedia dipenjara asalkan dengan buku, maka perempuan juga begitu. Mereka berdaya karena membaca, kuat karena berkarya dan hebat karena memiliki daya. Kebebasan akademik pada hakikatnya terbuka untuk semua kalangan, baik laki-laki maupun perempuan. Semuanya memiliki hak setara untuk mendapatkan ruang dialektika dan diskusi sebagai salah satu unsur esensial dari sebuah peradaban. Begitupun dengan perempuan, meski dianggap sebagai makhluk perasa, tetapi perempuan memiliki kebebasan untuk tetap belajar dan memaksimalkan potensi logikanya, sebab perempuan adalah kunci peradaban. Untuk itu, lemah bukan alasan yang tepat untuk menyekat perempuan.
Jika melihat realitas hari ini, masih banyak perempuan yang merasa tersingkirkan, dalam segi kecantikan, warna kulit, kurus atau ideal dan hal lain seperti scincare serta insecure yang terus menjadi wacana paling hangat di kalangan perempuan. Padahal, ada yang lebih penting disiapkan perempuan yaitu kecakapan dan kecerdasan. Kalau kekuatan seorang perempuan itu berlandaskan wajah cantik, bibir merona dan lekuk tubuh yang semampai memikat, mungkin sampai kapanpun, banyak yang tidak akan banyak perempuan yang mencapainya. Tapi, bukankah kekuatan seorang perempuan ada pada value yang dia bawa? Pada kecakapan dirinya, kecerdasannya, ketaqwaannya dan hal lain yang sebenarnya tidak nampak di permukaan.
Perempuan terlalu fokus pada kebutuhan sandang, pangan dan papan tanpa diimbangi dengan bacaan. Jika fisik kuat karena pangan, cantik karena sandang dan terlindungi oleh papan, maka otak memiliki hak yang sama untuk dipenuhi kebutuhannya. Maka, bacaan adalah salah satu makanan yang cukup baik dikonsumsi oleh otak, apalagi perempuan.
Secara alamiah, seorang perempuan memiliki naluri untuk banyak bicara, hal ini dibuktikan pada sebuah studi di Amerika Serikat yang mengatakan bahwa dalam sehari seorang perempuan bisa mengucapkan sekitar 20 ribu kata, sedangkan lelaki sekitar 7 ribu kata. Melihat kemampuan berbicara seorang perempuan, tentu perlu adanya pengendalian. Bayangkan saja, perempuan banyak bicara tapi tidak ada esensi yang bisa dipetik dari apa yang telah dibicarakannya. Maka, salah satu kendalinya adalah literasi. Jika seorang perempuan mampu memaksimalkan potensi literasi seperti membaca, menulis, mengamati dan menganalisa, tentu apa yang keluar dari ucapannya tidak sebatas tong kosong nyaring bunyinya. Menjadi perempuan itu harus siap merdeka dan mampu mengimplementasikan amar ma’ruf nahi munkar melalui potensi yang dimilikinya.
Menjadi seorang perempuan seharusnya tidak terpenjara oleh kebodohan, terhimpit di ruang marginal, terpinggirkan. Perempuan harus cerdas dan berdaya, kuat dan mampu keluar dari sekat yang membuatnya tidak maksimal dalam berkarya. Perempuan itu harus dekat dengan literasi, perempuan harus meningkatkan kualitas dirinya, mampu membaca realitas yang ada, mampu menyaring segala informasi yang belum tentu kebenarannya dan mampu menjadi kaum yang paling depan untuk melakukan perubahan. Jika kita melihat sejarah Islam pada masanya, maka kunci peradaban ada pada kekuatan literasi. Maka, untuk memajukan peradaban hari ini bisa dimulai dari perempuan dan literasinya. Adalah hal yang sangat mendasar bagi perempuan untuk tetap berpengetahuan dan berpendidikan. Maka, membekali diri seorang perempuan dengan literasi adalah jalan yang tepat untuk merealisasikan harapan-harapan. Perempuan harus mampu membawa perubahan, menjadi ujung tombak peradaban, dengan dibekali iman yang kuat, pengetahuan yang kokoh dan semangat yang membara.
Kesadaran literasi seharusnya dijadikan sebagai titik tumpu para perempuan untuk menjadi hebat. Kecakapan menulis dan membaca harus dijadikan sebagai kekuatan untuk mendobrak zaman yang semakin tidak karuan, tidak adil dan mengkerdilkan. Perempuan itu kuat, perempuan hebat. Sebab, membacanya seorang perempuan bukan sekedar untuk dirinya, melainkan untuk peradaban dan sebuah perubahan, demi anak dan cucunya, demi kemartabatan sebagai seorang manusia, demi membangun adab keluarganya dan demi kemajuan bangsanya.
Selamat membaca, selamat berdaya, selamat berkarya. Baca, maka kita akan semakin mengenal lebih baik tentang apa saja dan mampu bergerak lebih efektif.
Editor : Dwi Novi Antari