Oleh : Adea Wulan Atika
Raden Ajeng Kartini bertahun-tahun silam memperjuangkan kesetaraan bagi kaum perempuan, supaya bisa bersekolah serta melakukan banyak hal yang pada saat itu hanya diperuntukkan bagi kaum laki-laki saja. Keterbatasan pergerakan kaum perempuan sangatlah pelik saat itu, bahkan sesederhana memilih pasangan sebagai suami pun dibatasi.
Membaca sejarah hari itu lalu berkaca pada hari ini, membuat kaum perempuan terharu, betapa perjuangan itu berdampak besar sekali. Hari ini perempuan bukan hanya diperbolehkan menempuh pendidikan, kebebasan berpolitik pun menjadikan kaum perempuan mampu bersanding dan memiliki posisi setara dengan kaum laki-laki. Sejarah mencatat puluhan bahkan ratusan perempuan yang pernah menjadi pemimpin bahkan masih memimpin sampai detik ini.
Entah siapa yang memulai dan siapa pula yang menyepakati, perempuan selalu dianggap sebagai spesies manusia lemah yang ditugasi pekerjaan-pekerjaan tak terlihat namun juga melelahkan. Pepatah Jawa mengatakan bahwa tugas seorang perempuan yakni dapur, sumur, dan kasur. Klise sekali menjadi perempuan kalau batasannya sebatas itu saja. Singkat sekali peran sebagai perempuan jika hanya sepasrah itu menerima tiga tugas khusus.
Lazimnya rutinitas pagi tiap perempuan tidak jauh-jauh dari kegiatan perawatan, selain merawat diri pun juga merawat rumah. Tuntutan gender memanglah memaksa kaum perempuan untuk lihai bergerak kesana kemari, mahir sekali mengucapkan selamat pagi sambil memegang tumpukan piring sisa makan semalam, sesekali menoleh ke arah nyala api bersama letupan minyak sambil tersenyum kearah jam dinding.
Jabatan pekerjaan yang disematkan kepada perempuan terkadang justru membuat seolah pekerjaan itu harus sekali hanya dikerjakan perempuan, yang lain tidak perlu. Padahal laki-laki juga harus bisa melakukan pekerjaan-pekerjaan itu.
Kelebihan menjadi perempuan adalah bisa melakukan beberapa pekerjaan dalam satu waktu, bisa berperan lebih dari satu. Cekatan di pagi hari memegang sapu sambil menanak nasi, mencuci sambil menyiapkan menu sarapan, dan masih banyak lagi.
Menjadi perempuan adalah pekerjaan berat namun juga begitu menyenangkan, sebab perempuan bisa ada di segala lini kehidupan. Perempuan bisa bekerja sambil terus melakukan kewajibannya di dalam rumah, perempuan bisa berkarya, bisa menjadi pemimpin, seorang guru, pengusaha dan masih banyak hal yang bisa dilakukan.
Perempuan yang bekerja tapi masih memenuhi perannya di rumah adalah orang paling luar biasa, kenapa? Sebab menjadi pekerja perempuan yang bekerja adalah pekerjaan rangkap jabatan tanpa harus diberikan Surat Keputusan (SK). Pekerjaan ini mengharuskan waktu istirahatnya terpotong dengan mengerjakan hal-hal di waktu waktu orang lain terlelap.
Selalu ada nilai lebih dan nilai kurang bagi perempuan yang bekerja, nilai lebihnya ialah karakter bawaan seorang perempuan yang lembut, teliti dan penuh perhitungan menjadikan perempuan selalu spesial di lingkungan kerjanya. Namun tentu saja memiliki kekurangan tertentu, seperti sekuat dan setegar apapun seorang perempuan tetap memiliki keterbatasan-keterbatasan pergerakan dari selesainya pekerjaan itu sendiri.
Bicara soal keberadaan perempuan di dunia pekerjaan tentulah beragam macamnya, seringnya perempuan memiliki power yang tidak sekuat laki-laki, usulan dan pendapat lebih sedikit dipertimbangkan dalam tiap pengambilan keputusan. Belum lagi dalam pemberian upah kerja yang lebih sedikit dibandingkan dengan pria, padahal seringnya perempuan justru bekerja lebih ekstra, lebih tekun, lebih teliti dalam melakukan pekerjaannya.
Najwa Shihab pernah mengatakan dalam catatannya bertajuk Dari Perempuan Untuk Perempuan bahwa “Sukses berkorelasi positif bagi laki-laki namun membawa konsekuensi negatif bagi perempuan. Pintu-pintu yang bisa dengan mudah dibuka oleh laki-laki seringnya justru harus diketuk bahkan didobrak oleh perempuan”.
Maka, mari menjadi perempuan-perempuan pekerja yang senantiasa memperbaiki diri setiap harinya, kritik dan cibiran dari lingkungan tentulah ada. Tidak perlu dibungkam, hanya jadilah perempuan yang mendukung perempuan lain supaya perempuan yang bekerja tidak lagi jadi hal negatif.
Editor : Dwi Novi Antari
Inspiratif bagi saya.
Terimakasih atas responnya Bu..
Semoga tulisan menjadi inspirasi dan bermanfaat.