Oleh Abidin
(Guru SMP Muhammadiyah 4 Metro)
Paradigma lama yang memandang bahwa anak cerdas adalah anak yang nilai akademisnya 100, unggul, tertinggi di kelasnya atau lebih spesifik yang nilai matematikanya bagus. Ini boleh menjadi salah satu indikator, namun rupanya hal ini juga tidak selamanya benar.
Bagi mereka yang mampu mengerjakan soal dengan baik, suka bergelut dengan angka, dan mendapat nilai tinggi kemudian diklasifikasikan siswa cerdas. Lalu bagaimana dengan mereka yang tidak dapat mengerjakan soal dengan baik? Yang nilai akademisnya rendah? Apakah mereka bodoh?
Pernah terbayangkah kita bagaimana mental anak nilai terendah ketika seorang guru membacakan nilai matematika di kelas? Benar! Merasa kecil, anak merasa sangat bodoh, pun teman-temannya menertawakan kebodohannya.
Bayangkan jika anak yang ditertawaan tersebut adalah calon pelukis kelas dunia, yang notabene tidak membutuhkan angka hitung-hitungan rumit matematika dalam melukis. Bagaimana jika ia calon sutradara hebat, penyanyi internasional, designer interior lintas negara, choreographer tari modern atau bahkan chef citarasa global.
Berapa juta calon orang hebat mengubur dalam-dalam impian mereka, membabat habis bakat yang Allah titipkan, memasung minat mereka untuk mengembangkan bakat hebatnya, hanya karena ditertawakan dikelasnya dan dikata-katai bodoh lantaran nilai matematikanya menjauhi KKM yang ditentukan guru.
Pendidikan yang sebenarnya melahirkan orang baik dan berfikir, bukan sekedar penghafal rumus, penghafal sejarah, dan para pengejar peringkat satu saja. Maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan ketika seseorang anak mengetahui bakat dan kekurangannya, memiliki pribadi dan akhlak yang baik karena dekat dengan Sang Pencipta, serta memiliki kepekaan dan kemampuan berfikir, maka menjadi apapun nantinya dapat dipastikan akan menjadi seseorang yang mewarnai lingkungan dan sekitarnya dengan hal-hal luar biasa.
Setiap anak pasti dilahirkan dengan bakat dan minat yang beragam, definisi usia pubertas adalah masa mencari jati diri juga dimaksudkan sebagai masa mencari tahu bakat atau talent apa yang ada pada diri anak. Allah SWT menitipkan bakat, dan lingkungan pendidikan bertugas mengembangkan dan mengarahkan bakat tersebut. Bukan sebaliknya, sekolah justru menjadi alat untuk memaksakan anak-anak overdosis mengejar nilai angka di ujian nasional karena menyangkut citra sekolah di mata kepala dinas atau walikota. Pertanggungan jawab pendidikan lebih dari sekedar itu, yaitu melahirkan generasi yang percaya diri dengan bakat luar biasa pada dirinya, berkembang optimal, dan memiliki kepribadian yang baik sehingga berakhlakul karimah. SMP Muhammadiyah 4 Metro menjadi rumah bagi siswa dengan bakat-bakat yang luar biasa. Di sekolah mereka belajar banyak hal, berani menggambar mimpi-mimpi besar mereka tanpa peduli latar belakang keluarga atau sekedar finansial keluarga. Keyakinan yang besar inilah yang menggugah sekolah untuk berusaha semaksimal mungkin memfasilitasi bakat dan minat anak yang luar biasa. Walaupun bukan sekolah besar, SMP Muhammadiyah 4 Metro saat ini sudah mengantarkan anak-anak yang dulunya ditertawakan karena nilai matematikanya yang rendah, menjadi berkalung medali di tingkat kota, provinsi bahkan nasional dengan senyum optimis walau di tengah keterbatasan tanpa mengabaikan penguasaan akademis dasar untuk anak-anak. Akhirnya, memang benar semua siswa itu cerdas, pada bidangnya masing-masing.
Editor : Tri Hanifah
Inspiratif