Oleh Wihan Afriono (Kepala SMK Muhammadiyah 2 Metro dan CEO & Founder Usaha Jaya Indonesia Corporation)
Karir siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) dan siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) sangat berbeda. Siswa masuk SMK berharap setelah lulus dapat bekerja dan berwirausaha di bidang usaha yang didambakan, sedangkan siswa SMA berharap setelah lulus dapat melanjutkan ke Perguruan Tinggi ternama. Isu yang beredar saat ini lulusan SMK sulit mendapatkan pekerjaan dan difonis penyumbang angka pengangguran yang besar, sedang siswa SMA sulit mendapatkan Perguruan Tinggi yang sesuai dengan harapan. Ini merupakan sebuah kesenjangan yang harus diselesaikan oleh pengelola sekolah.
Kurikulum merupakan seperangkat pengalaman yang akan didiseminasikan kepada siswa untuk menjawab kesenjangan yang terjadi. Oleh karena itu kurikulum harus disusun sesuai dengan kebutuhan, agar kurikulum yang dihasilkan preskriptif. Sehingga secara sederhana dapat diasumsikan bahwa masuk SMK, lulus langsung bekerja dan berwirausaha tanpa harus melewati masa tunggu yang lama.
Pengalaman mengelola SMK merupakan bekal untuk melakukan perubahan segala bidang untuk meningkatkan kualitas. Perubahan dilakukan untuk mencapai tujuan SMK. Pengelola SMK terkadang sering lalai akan tujuan SMK yang sesungguhnya, yaitu mengikatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) yang mampu bersaing di industri, dunia usaha, dan dunia kerja (IDUKA). Pengelola sekolah hanya berfikir untuk mendapatkan siswa banyak tetapi lupa untuk memasarkan lulusannya. Sehingga lulusan SMK hanya sekedar lulus dan memiliki kompetensi rendah. Sebagai bentuk penguatan dan percepatan program SMK, seluruh kepala SMK wajib membentuk pusat pengembangan karir siswa (PPKS).
PPKS diperlukan karena untuk menjawab persepsi negatif terhadap SMK. SMK bukan penyumbang angka pengangguran terbanyak, tetapi masa tunggu alumni SMK untuk mendapatkan pekerjaan yang panjang. Hal ini disebabkan beberapa faktor, pertama faktor usia. Lulusan SMK masih terlalu prematur untuk mendapatkan pekerjaan. Usia lulusan SMK rata-rata kurang dari 18 tahun, sedangkan usia alumni diperbolehkan bekerja usia 18 tahun sesuai dengan peraturan yang berlaku. Siswa yang mengalami proses masa tunggu dapat difasilitasi dengan informasi kursus bahasa atau pelatihan persiapan kerja.
Faktor kedua adalah belum kompeten. SMK harus bergaransi, siswa yang belum bekerja tetap diberikan pelayanan. Kematangan berfikir siswa tidak sama, sehingga pada batas waktu yang ditentukan siswa belum mencapai kompetensi yang harapkan, lulus hanya sekedar gelar lulus. Solusi bagi siswa yang belum kompeten wajib didata melalui bursa kerja khusus (BKK). Siswa yang kompetensinya rendah atau belum kompeten tetap dijamin oleh sekolah melalui Trainig Center di sekolah sebagai wadah upskilling dan dipasarkan kembali untuk medapatkan pekerjaan yang sesuai dengan kompetensi keahlian yang diminati.
Faktor ketiga adalah belum memiliki tujuan. Hasil wawancara dengan beberapa siswa dengan pertanyaan yang sederhana “setelah lulus mau bekerja dimana?” 99% siswa belum menentukan tempat kerjanya. Siswa menganggap sekolah hanya perpindahan jenjang dan belum mampu memikirkan karir masa depan. Siswa yang seperti ini sebenarnya masuk kategori siswa yang berkebutuhan khusus tidak permanen, perlu pendampingan individual agar tumbuh minat dan dapat menentukan arah dan tujuan setelah lulus serta dapat menentukan karirnya untuk masa depan.
Faktor keempat adalah tidak memiliki minat bekerja. Siswa ini masuk kategori minoritas yang selalu ada pada sekolah. Siswa telah terpenuhi kebutuhannya, siswa diarahkan untuk mengelola usaha keluarga. Faktor orangtua juga sangat berpengaruh terhadap minat kebekerjaan siswa. Jika orangtua siswa sudah mampu memberikan kebutuhan siswa tanpa diberikan tanggung jawab mencari karir di masa depan, siswa akan condong tidak berminat mendapatkan pekerjaan, karena semua kebutuhannya mudah didapat dari orangtuanya.
Program PPKS dilaksanakan dalam rangka membantu siswa dalam menentukan karirnya. Program ini wajib dilaksanakan di seluruh sekolah sebagai program pendamping untuk mempercepat capaian tujuan sekolah. Pemetaan minat siswa terhadap tempat kerja harus disampaikan sejak siswa masuk sekolah. Pada saat kelas X, siswa diberikan sajian pemilihan tempat kerja, pengenalan profil perusahaan, budaya kerja, dan keselamatan kerja. Pada tingkat XI disajikan materi kompetensi yang mendukung, psikotes, teknik wawancara, personal branding melalui media, dan membuat lamaran pekerjaan. Dan pada tingkat XII, penentuan tempat kerja yang diinginkan dan penguatan kompetensi secara intensif.
“Program PPKS merupakan pendamping utama untuk karir siswa dan akselerasi tujuan sekolah”
Editor : Tri Hanifah