Oleh Renci
Apabila usul ditolak tanpa ditimbang, suara dibungkam, kritik dilarang tanpa ada alasan, dituduh subversif dan mengganggu keamanan, maka hanya ada satu kata : lawan. Puisi Widji Tukul perihal rakyat kecil yang hidup di bawah kepemimpinan otoriter rasanya memang masih berlaku sampai sekarang. Nampaknya, DPR bukan lagi singkatan dari Dewan Perwakilan Rakyat, melainkan Dewan Perfect Rakyat. Mereka sudah tidak mau lagi mendengar suara rakyat, mungkin mereka menganggap bahwa mereka perfect, sempurna, sehingga tidak membutuhkan masukan dan tidak perlu lagi mendengarkan, kritik seperti angin lalu yang tidak lagi menjadi pertimbangan.
Sejak munculnya rencana Omnibus ini sebenarnya telah menuai banyak masalah yang tentunya akan memicu terjadinya perdebatan. Akan tetapi, tepat Senin, 05 Oktober 2020 DPR RI mengesahkan omnibus, ditengah ketidakpastian kebijakan pemerintah terkait penanganan Covid-19, ditengah pro dan kontra lanjut atau tidaknya Pilkada, secara diam-diam DPR menyusun dan secara tergesa-gesa ketok palu Omnibus. Sebenarnya, DPR sedang berpacu dengan siapa? Atau benar dugaan masyarakat bahwa sebenarnya Omnibus adalah titipan segelintir orang?
Tentu, banyak yang kecewa dengan disahkannya Omnibus. Bahkan Fathimah Fildzah Izaati, Peneliti Politik Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia ( LIPI ) sempat mengatakan bahwa isi Omnibus Law Rancangan Undang-Undang ( RUU ) Cipta Kerja, khususnya dalam bab ketenagakerjaan jelas-jelas merugikan pekerja, hal ini dianggap memperdalam eksploitas para pekerja. Jelas-jelas banyak pihak yang tidak sepakat dengan Omnibus, sebab dianggap merugikan dikarenakan akan mengurangi hak-hak dasar para buruh. Misalnya penghilangan upah lembur atau pembayaran upah disaat cuti bagi para pegawai wanita, seperti yang sedang menstruasi, hamil, melahirkan.
Tidak heran jika seruan mahasiswa yang ingin menjegal Omnibus bertebaran di media, mereka menganggap bahwa Omnibus ini memang tidak berpihak pada kepentingan rakyat. Santrika Permata Tunggal seorang mahasiswa hukum sepakat bahwa sebagai corong aspirasi rakyat, mahasiswa sudah seharusnya turun ke jalan. Meskipun dalam kondisi pandemi, keadaan genting sudah memanggil mahasiswa untuk aksi.
Semoga, siapa pun yang masih peduli dengan rakyat tetap dilindungi. Pun kepada mahasiswa yang turun aksi tetap menjaga idealisnya agar tidak turut ditunggangi. Perjuangan kita belum usai, perjuangan kita tidak berhenti sampai di sini. Teruntuk DPR, seharusnya prioritas yang dibahas adalah perihal bagaimana Indonesia bisa bangkit dalam keterpurukan pandemi Covid-19, semoga Allah memberi petunjuk.
Editor : Tri Hanifah
Masyaalloh…
Saya pribadi cukup menerima secara rasionalitas pernyataan ini. Sepakat😊