Oleh Fathin Robbani Sukmana (Mahasiswa Sosiologi Universitas Terbuka).
“Ayo boikot produk negara Prancis!”.
Itu adalah kutipan pesan di salah satu grup WhatsApp yang saya ikuti. Akhir-akhir ini banyak ajakan boikot produk yang berasal dari Prancis. Ini akibat dari pernyataan presiden Prancis tersebut yang menghina agama Islam.
Seruan boikot suatu produk sebetulnya sudah sering terjadi di Indonesia, apalagi jika bersinggungan dengan kebudayaan atau agama di negeri ini, dan sayangnya cukup banyak yang mendukung aksi tersebut.
Hingga hari ini, masyarakat media sosial masih memperbincangkan ajakan boikot tersebut dengan cara mengirimkan pesan berantai disertai gambar produk yang harus diboikot atau jangan dibeli oleh masyarakat yang ingin ikut andil dalam aksi tersebut.
Namun sayangnya, masyarakat yang ikut aksi boikot tidak memikirkan dampak setelah mereka tidak menggunakan produk tersebut. Akan ada banyak dampak sosial ekonomi yang bisa didapatkan dan tentu akan merugikan orang-orang yang berkaitan dengan produk tersebut.
Contoh dari dampak sosial ekonomi adalah akan berkurangnya pendapatan pedagang kecil serta warung-warung yang menjual produk tersebut. Apalagi produk yang diboikot biasa digunakan dan juga dibeli oleh para konsumen.
Pernah saya mendapat keluhan dari seorang penjual Sari Roti di Indonesia, saat produk tersebut diboikot oleh masyarakat. “Pembelian menurun dan barangnya susah karena diboikot mas”. Itu lah kira-kira keluhannya, sehingga berdampak pada pendapatan harian pedagang tersebut.
Belum lagi jika terjadi kelangkaan produk, akan banyak konsumen yang kebingungan karena sudah terbiasa dan nyaman menggunakan barang dari produk yang diboikot. Tentu ini akan menjadi sebuah masalah yang baru.
Misalnya, saya lihat di media sosial ada orangtua yang mengeluh karena produk susu yang biasa diminum oleh bayinya sulit ditemukan, ia bahkan sudah mencari ke berbagai mini market dan super market. Namun tetap hasilnya tidak ada, dan bayinya enggan meminum susu merek lain.
Ada juga sebagian masyarakat yang mengeluh karena kelangkaan produk tersebut harganya menjadi naik menjadi tak terjangkau. Padahal produk tersebut adalah satu-satunya barang yang memiliki kualitas bagus dengan harga miring, dan ini menyebabkan daya beli masyarakat menjadi menurun.
Selanjutnya, jika boikot ini berlangsung secara terus-menerus hingga perusahaan tersebut bangkrut, maka akan terjadi dampak yang lebih besar. Yaitu pemutusan hubungan kerja besar-besaran karena perusahaan dengan produk tersebut banyak memiliki tenaga kerja.
Bisa dibayangkan, jika itu benar terjadi maka akan bertambah tingginya angka pengangguran. Belum lagi akan banyak keluarga yang terdampak karena kehilangan mata pencaharian akibat dari boikot produk tersebut.
Lalu sebagai yang memboikot produk tersebut hingga perusahaannya bangkrut, apakah bisa membuat para pekerja yang di PHK bisa bekerja kembali? Belum tentu. Apalagi jika yang memboikot tidak memiliki perusahaan apapun.
Sungguh sangat tidak berperikemanusiaan jika memboikot suatu produk karena protes terhadap suatu negara, kita tidak pernah memikirkan dampak besar terhadap seluruh manusia yang berkaitan dengan produk tersebut.
Lalu bagaimana solusinya? Saya menawarkan beberapa solusi dari yang paling mudah hingga cara yang efektif walaupun tetap memboikot beberapa produk yang dimiliki oleh negara tersebut. Tentu ini tidak mudah namun bisa dilakukan secara bersama-sama.
Solusi paling mudah adalah bersuara melalui media sosial, kita bisa mendesak kepala negara tersebut untuk meminta maaf serta menarik kata-katanya. Dengan serangan di media sosial ini saya kira akan lebih efektif.
Belum lagi kita memiliki sumber daya yang sangat hebat di media sosial. Namun syaratnya adalah bersuara menggunakan bahasa internasional, sehingga bisa mengajak warga dunia untuk bersuara mengkritik negara tersebut.
Selanjutnya adalah menggunakan jalur diplomasi. Presiden Jokowi sudah melakukan protes dan menyampaikan hal tersebut kepada Macron. Namun tanggapan dia kepada Presiden Jokowi tidak bisa diharapkan, karena dianggap tidak melanggar peraturan di negaranya.
Cara yang terakhir adalah berdoa, ya ini cara yang paling hebat saya kira. Karena dengan berdoa semoga presiden Prancis dapat mengubah cara pandang serta cara bicara dia. Bukankah dia juga manusia?
Dengan cara-cara di atas, tentu akan lebih efektif, tidak merugikan warga negara kita yang bekerja di perusahaan asal Prancis dan yang terpenting tetap menjaga perdamaian.
Jadi apakah masih mau boikot produk dari Prancis?
Editor : Tri Hanifah
Media sosial tidak akan berpengaruh apapun untuk mereka. Boikot yang menurut anda dapat menyebabkan kerugian bagi produk yang terkena boikot tetapi dapat menguntungkan banyak pihak yang telah lama kalah saing dengan produk yang di boikot dan mereka bersyukur atas itu. Produk yang di boikot pun akan berpikir lagi untuk berinovasi, itulah berbisnis. Pikirlah lebih baik bung. Coba anda suarakan dengan bahasa internasional seperti yang anda katakan.