• Tentang
  • Kontak
  • Tim Redaksi
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi
No Result
View All Result
Mahanpedia
No Result
View All Result
Home Artikel

Mencetak Generasi Unggul Ala Jepang

mahanpedia by mahanpedia
2 tahun ago
in Artikel, Opini
4 min read
2
0
SHARES
225
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh Arman Andi Amirullah


Kekeliruan dunia pendidikan kita selama ini terletak pada ketidakmampuan para pakar pendidikan, pendidik, bahkan pengambil kebijakan untuk mencetak generasi unggul. Generasi ini punya ciri kreatif, perekayasa, pencipta, dan bersikap atau bertingkah laku teladan. Selain berbudi pekerti luhur, generasi unggul dalam kehidupan keseharian dicirikan peduli sesama, menghargai pendapat orang lain, tertib, jujur, disiplin, bertanggung jawab, penuh kasih sayang, cinta kebersihan, keindahan dan lingkungan serta concern terhadap perdamaian.

Sayang seribu sayang, dunia pendidikan kita tampaknya masih terfokus mencetak “generasi pintar”. Generasi ini lebih mengutamakan pencapaian prestasi program belajarnya dengan sasaran “mengejar ranking atau UN (ujian nasional) tinggi” atau menjadi juara lomba mata pelajaran tertentu.

Indonesia banyak melahirkan sederet juara olimpiade internasional, baik di bidang pelajaran matematika, sains, fisika, kimia maupun olahraga. Pertanyaannya, dengan mencetak generasi yang bertumpu pada logika (otak kiri) itu, apa yang bisa diharapkan demi kemajuan bangsa ke depan? Kita lupa, bangsa yang dibangun hanya dengan mengandalkan ilmu, tanpa bekal kreativitas dan moral, hanya akan menghancurkan bangsa itu sendiri.

Menurut penelitian mutakhir di AS, peran logika bagi sukses seseorang hanya 4%. Selebihnya (96%) sukses seseorang ditentukan oleh kemampuan “otak kanan” yang punya andil besar dalam hal kreativitas, imajinasi, inovasi, daya rasa, kreasi, seni, kemampuan mencipta dan merekayasa. (MI, 2006) Kemampuan otak sadar manusia sendiri sebenarnya hanya 12% dari seluruh kemampuan otak manusia dan selebihnya (88%) berada di otak bawah sadar, tepatnya di otak kanan. (Quantum Ikhlas, 2007).

Inilah rahasia bangsa Jepang, Korea, China, Singapura, dan negara-negara Barat hingga menjadi bangsa maju. Belakangan hal itu mulai diketahui dan disadari pula di India, Thailand, Vietnam, Malaysia, dan Filipina. Indonesia? Barangkali baru sebagian kecil orang memahami pentingnya pengembangan peran otak kiri bagi sebuah sistem pendidikan.

Ironis, di tengah bangsa-bangsa lain makin aktif mengembangkan model pendidikan ke arah yang lebih baik, Indonesia justru masih berkutat pada berbagai masalah kompleks. Waktu, pikiran dan tenaga kita seolah terkuras hanya untuk membahas masalah pemberantasan korupsi, carut-marutnya pelayanan publik dan masalah birokrasi yang berbelit.

Apa yang salah dengan pendidikan kita? Bukankah sejak duduk di kelas TK, SD, SMP, dan SMA siswa-siswi selain diajarkan beberapa pelajaran umum dan khusus juga tak ketinggalan selalu dicekoki pelajaran agama dan kewarganegaraan? Suasana religius pun selalu melingkupi keseharian anak-anak Indonesia. Khotbah-khotbah agama tak hanya dilakukan di tempat-tempat ibadah, namun juga di televisi, lingkungan kerja dan masyarakat.

Ini bertolak belakang dengan kehidupan nyata masyarakat kita, yang justru kurang mencerminkan nuansa kehidupan agamis. Budaya tertib dan bersih, yang diyakini sebagai bagian dari iman, terabaikan. Tatanan kehidupan masyarakat secara umum pun tidak menunjukkan kebajikan dan keteraturan.

Pelanggaran lalu lintas merupakan hal yang biasa. Budaya antre dan sopan-santun dianggap angin lalu. Kepedulian masyarakat terhadap kebersihan dan lingkungan, rendah. Banyak orang masih membuang sampah sembarangan, sementara fasilitas umum kotor dan bau. Di lain pihak, kasus-kasus perusakan lingkungan dan kriminalitas jalanan selalu menghiasi media massa setiap hari.

Dari pengalaman ketika berkunjung ke Jepang dan mencermati secara seksama sekolah dasar di negeri Sakura ini, terlihat pembiasaan sikap disiplin dan tingkah laku bermoral telah ditanamkan sejak siswa mulai masuk sekolah. Meski tak dibekali pelajaran agama, tatanan kehidupan masyarakat Jepang nyatanya lebih mapan, tertib, bermoral.

Begitu anak didik memasuki lingkungan sekolah, mereka harus rela dan sabar melepas sepatu untuk ditukar dengan sandal/sepatu khusus yang sudah disediakan di loker-loker. Ketika siswa hendak ke toilet, sandal/sepatu yang dikenakannya pun masih harus ditukar lagi dengan sandal khusus toilet yang terparkir rapi di depan pintu toilet. Ingat, usai memakainya, siswa harus mengembalikannya ke posisi semula untuk memudahkan rekan lain yang akan menggunakan selanjutnya. Meski kelihatannya sepele, namun pembiasaan-pembiasaan ini dapat menumbuhkan kesadaran pada siswa untuk bersikap sabar, bertanggung jawab, menghargai orang lain, hidup bersih dan selalu menjaga kesehatan tubuh.

Di dalam kelas sendiri, anak-anak Jepang sudah dibiasakan melayani teman-teman sekelasnya dengan menyajikan makanan secara bergiliran. Pembiasaan ini untuk menanamkan kesadaran anak-anak agar tertib, disiplin, menghargai budaya antri, rajin, penuh kebersamaan dan peduli sesama.

Di kelas-kelas sekolah Jepang banyak dipajang hasil karya siswa, baik di dinding maupun di atas rak-rak tempat tas siswa. Coraknya beraneka ragam, mulai dari karya dari barang-barang bekas dengan disain robot, mobil, dan bangunan tinggi hingga bentuk-bentuk karya lainnya yang lebih rumit.

Pembiasaan memamerkan hasil cipta karya siswa, merupakan momentum bagi siswa untuk meraih cita-cita. Lewat karya-karya tersebut, anak-anak Jepang kelak diharapkan bisa menjadi perakit mobil, robot, arsitek gedung-gedung bertingkat dan pencipta alat-alat canggih lainnya hingga menjadi kebanggaan bagi bangsanya.

Memang, kemampuan untuk berkreasi mendapat porsi besar dalam sistem pendidikan di Jepang. Sejak dini kemampuan dan kreativitas siswa digali sebesar-besarnya demi disiapkan sebagai tenaga terampil penuh kreativitas di bidang masing-masing di masa depan.

Falsafah Jepang mengatakan, “Anak-anak adalah harta karun negara”. Nasib bangsa masa depan diyakini ada di pundak anak-anak mereka. Maka, negara selalu memperlakukan istimewa anak-anak Jepang, baik dibidang pendidikan, kesehatan, gizi, maupun perkembangan emosionalnya. Sistem pendidikan nasional Jepang pun lebih diarahkan demi kemajuan anak-anak bangsa ke depan.

Apakah kita akan terus membiarkan sistem pendidikan ini lebih bertumpu pada logika, tanpa mengutamakan penggalian kemampuan dan kreativitas seperti anak-anak Jepang?

Editor : Tri Hanifah

Previous Post

Apakah Persyarikatan ini Warisan?

Next Post

Mengutarakan Kebangkitan Pelajar

Next Post

Mengutarakan Kebangkitan Pelajar

Comments 2

  1. Angga Setyawan says:
    2 tahun ago

    Izin memberikan komentar, mohon maaf jika mungkin dirasa kurang berkenan.

    Bagaimana jika dalam inspirasi yang diberikan ini juga dapat memberikan arahan, kemana dan bagaimana kita melangkah agar kita bisa seperti dijepang? Karena terkadang kita hanya menyajikan ajakan atau sebuah inspirasi untuk lebih baik, untuk maju seperti negara berkembang.

    Tapi nyatanya dalam setiap diskusi kita selalu mengalami jalan buntu yang kemudian tersudut dengan sebuah kebijakan yang katanya tak bisa berpihak kepada kita karena situasi dan posisi yang berbeda.
    Terlebih dengan kurikulum pembelajaran yang ada di Indonesia.

    Bahkan ada salah satu DOKTOR yang kemudian ketika kita tanyakan, lantas bagaimana dengan pendidikan kita jika kita buat sama dengan dijepang? Jawabannya pun, tak mampu membuat hati ini bahagia, bahkan semakin gundah gulana menatap masa depan generasi bangsa.

    Maka, mohon juga bisa memberikan solusi, arahan kebijakan yang bisa lebih menggugah para pemangku kepentingan dan seluruh komponen bangsa.

    Salam literasi,
    Mohon maaf jika kurang berkenan.

    Balas
  2. Arman A. Amirullah says:
    2 tahun ago

    Terima kasih atas komentarnya… Sesungguhnya dari uraian diatas bisa diambil kesimpulan bahwa selama ini kita kurang menggali kemampuan fungsi otak belahan kanan anak didik kita… Shg anak didik kita tdk kreatif.. Tdk punya inisiatif, kurang peduli, kurang daya nalar… Tentu timbul pertanyaan? Bgmn membuat anak didik kt bs kreatif dan inovatif serta peduli? Maka jawabannya adalah mereka hrs dirangsang otak kanannya yg menjalankan fungsi2 tersebut… Timbul pertanyaan baru? Bgmn cara merangsang otak kanan anak didik kita agar lbh kreatif.. Inivatif.. Peduli.. Dll…? Tentu jawabannya adalah Gurunya dulu yg hrs diaktifkan otak kanannya agar dpt merangsang otak kanan anak didiknya… Selanjutnya akan timbul pertanyaan? Bgmn merangsang otak kanan para pendidik kita? Jawabannya adalah perlu diadakan pelatihan Teknik Merangsang Otak Kanan para Pendidik… Tentunya hrs diinisiasi dan disupport oleh pengambil kebijakan dibidang pendidikan…. Dengan melibatkan para pakar dan pemda setempat…
    Selama ini kami hanya jalan sendiri memberikan pelatihan tersebut dg jangkauan yg terbatas… Silahkan bapak ketik di youtube : Pelatihan Otak Kanan Athirah Makassar…
    Demikian tanggapan singkat kami smoga berkenan… Jika ada pertanyaan lanjutan bisa via email… amirullaharman@gmail.com.

    Balas

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Popular Posts

Essay

Bonus Demokrasi dan Nawacita

by mahanpedia
Februari 27, 2023
0
8

Oleh : Fahrudin Hamzah Ketua Bidang Teknologi dan Informasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus...

Read more

Bonus Demokrasi dan Nawacita

Literasi Berada di Jurang Degradasi

Muhammadiyah; Dari Kiyai Haji menjadi Profesor?

Bukit Idaman: Ekowisata peduli sesama

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Nilai-nilai Dasar Dalam Etika Berdigital

Load More

Popular Posts

Hablum Minal’alam: Menjaga Lingkungan Bernilai Ibadah

by mahanpedia
September 2, 2021
0
2k

Akhlak Mulia Generasi Zaman Now

by mahanpedia
September 16, 2020
0
1.8k

5 Hal Misterius tentang Amado

by mahanpedia
September 6, 2021
0
1.6k

Mahanpedia

Mahanpedia adalah media belajar bersama untuk saling menginspirasi membangun kemajuan melalui gerakan literasi.

  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi
  • Kontak

© 2020 Mahanpedia.id – Inspirasi untuk kemajuan.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi

© 2020 Mahanpedia.id