Oleh : Ibnu Mubarok
Belakangan ini ramai perbincangan tentang virus corona yang bermutasi menjadi varian delta. Semua kalangan membicarakan keadaan ini, dari kaum akademisi sampai kaum awam, dari yang pejabat tinggi pemegang kewenangan sampai rakyat biasa, dari orang tua renta bahkan sampai bayi baru lahir yang tak tahu apa-apa. Semua lapisan terkena dampak dari segi ekonomi, kesehatan, pendidikan bahkan moral dan mental. Bagaimana tidak? Banyak rakyat yang mengeluh susahnya mencari rezeki bahkan belakangan ini dilakukan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) bertambahnya beban rakyat semakin sulit mencari rezeki, jangankan untuk menabung bahkan untuk makan hari esok saja kebingungan. Lalu apa solusi yang bisa untuk menenangkan kekhawatiran masyarakaat saat ini? Apakah cukup dan benar-benar sampai kepada yang menerima bantuan dari pemerintah? Atau jangan-jangan berhenti di pihak yang tidak bertanggung jawab? Bahkan malah masyarakatnya banyak yang sakit bahkan meninggal gara-gara ketakutan akan pemberitaan adanya virus dan peraturan pemerintah yang dianggap memberatkan, bukan karena terkena virusnya.
Di bidang kesehatan masyarakat diwajibkan mematuhi protokol kesehatan yang difatwakan oleh dinas kesehatan yaitu mencuci tangan, menjaga jarak serta memakai masker. Mungkin untuk kalangan menengah ke atas dengan kegiatan yang tidak terlalu mengeluarkan keringat, ya baik-baik saja. Tetapi bagi masyarakat menengah ke bawah yang kegiatan serta aktivitasnya dominan di area penuh dengan keringat dan kerja keras akan sulit menerapkanya. Apalagi sekarang diwajibkan memaki masker bedah atau masker sekali pakai apakah mungkin bisa bagi masyarakat kecil? Mungkin mereka akan berpikir lebih baik untuk membeli kebutuhan pokok dari pada masker. Tidak ada yang bisa disalahkan pemerintah menginginkan masyarakatnya sehat dan terhindar dari wabah virus covid, tetapi disisi lain masyarakat kesulitan jika harus menerapkan peraturan yang berat menurut keadaannya.
Dari segi pendidikan, wabah ini benar-benar menjadi momok juga bumerang bagi pemerintah, guru, siswa dan orang tua. Bagaimana tidak? Lagi-lagi pemerintah mengharapkan masyarakat sehat dan terhindar dari wabah virus sehingga diharuskan mengeluarkan surat edaran pemberlakuan pembelajaran jarak jauh atau pembelajaran daring kemudian bagi pengelola sekolah termasuk guru dan siswa harus mengikuti peraturan tersebut, jika tidak akan dikenakan sangsi, kemudian apa yang bisa dilakukan oleh guru dan siswa, mungkin belajar daring untuk sebagian besar siswa di perkotaan dapat melakukanya, tetapi mungkin bagi siswa yang ada di pelosok daerah-daerah, jangankan daring mungkin saja mereka masih ada yang tidak memiliki handphone, susahnya jaringan internet, keterbatasan ekonomi orang tua. Apa solusi untuk pelajar yang ada di daerah? Sudahkah pembagian kuota mencukupi dan sampai ke pelosok? Guru yang dituntut mati-matian agar tetap memberikan pelayanan terbaik oleh pemerintah dengan segala keterbatasanya, kemudian guru pula yang dicaci-maki oleh orang tua atau walimurid karena memberikan tugas yang dianggap berat dan membebankan siswa dikarenakan orang tua pula yang harus ikut pusing mendampingi anaknya.
Memang pembelajaran daring memiliki banyak manfaat salah satunya ialah bisa diakses kapan saja dan di mana saja selama memiliki jaringan internet. Tetapi jangan lupa ada sesuatu yang tidak bisa tergantikan dan dilakukan secara daring yaitu pembentukan karakter pada peserta didik yang hanya bisa dilakukan dan dicontohkan oleh guru. Lalu siapa yang harus bertanggung jawab dengan situasi saat ini? Tentunya dengan kesabaran dan kesadaran dari semua masyarakatnya.
Selanjutnya adanya virus corona ini merubah mental dan moral masyarakat, yang tadinya saling bersapa ria, berjabat tangan, saling berpelukan untuk melepas kangen. Sekarang kebiasaan itu menjadi hilang, hampir semua orang merasa ketakutan, saling berprasangka dengan sesama manusia, takut apabila teman atau rekan yang dijumpai membawa virus, saling berjauhan bahkan saling menyapa saja sekarang seperti canggung, hampir setiap masyarakat yang ingin pergi beribadah pun dilanda rasa takut, takut kalau tempat ibadah ditutup, takut kalau bersentuhan dengan jamaah lain dan sebagainya. Bagaimana tidak merusak mental yang demikian? Padahal ibadah adalah salah satu pembentuk moral dan akhlak sehingga bisa saling menghargai dan berkomunikasi, kapan keadaan seperti ini akan pulih dan menjadi kebiasaan baru serta normal.
Untuk saling tetap waspada mencegah penularan dari wabah virus covid, tentunya perlu peran dari setiap elemen masyarakatnya dengan cara berikhtiar dan mawas diri. Untuk menyetabilkan keadaan saat ini, tentunya diharapkan agar tidak panik dan ketakutan berlebihan. Tetapi tetap waspada dengan mematuhi protokol kesehatan. Jika masih ada yang bertanya mengapa sekolah ditutup sedangkan pusat perbelanjaan dan pasar masih dibuka bebas? Jawabnya ialah pendidikan selama masih bisa disiasati dan diminimalisir dengan secara daring, sedangkan pasar adalah pusat berjalannya ekonomi dan pusat kebutuhan pokok yang apabila ditutup secara total maka akan menimbulkan permasalahan baru dan akan lebih merepotkan.
Maka dari itu, sebagai makhluk serta hamba patutnya mari bersama-sama saling berdoa kepada Allah. Serta saling berikhtiar, semoga wabah virus covid ini cepat berlalu dan pergi dari negara kita, mari kita tetap saling menjaga tali persaudaraan dengan tidak saling berprasangka buruk, serta tidak menjadi perpecahan. Silakan bagi yang tidak percaya itu hak masing-masing, sedangkan bagi yang percaya jangan terlalu berlebihan sehingga menjadi fanatik. Silakan berasumsi sesuai pemikiran masing-masing dan tidak mengesampingkan bahwa semua yang terjadi saat ini merupakan qadarulloh atau ketetapan dari Allah.
Editor: Dwi Novi Antari