Oleh: Imam Sapi’i
Menjelang akhir tahun ajaran 2020/2021, pemerintah telah mencanangkan pembelajaran tatap muka, meskipun terbatas. Sontak angin segar ini disambut gegap gempita di lingkungan pendidikan, khususnya oleh peserta didik, guru dan orang tua. Terang saja, sudah satu tahun lebih nyaris tidak mengalami pembelajaran tatap muka. Ternyata interaksi guru dan peserta didik tidak dapat tergantikan. Pembelajaran daring melalui aplikasi ternyata dirasakan membosankan dan hasilnya dirasakan kurang optimal. Peserta didik yang biasanya dapat berinteraksi dengan guru, mendapatkan stimulus dan respon hanya mampu menatap video pembelajaran. Kalau terus dilaksanakan online melalui aplikasi Zoom Meeting dan lain membutuhkan kuota yang cukup besar. Belum lagi jika kendala susahnya signal.
Ternyata, awal Juli 2021 pandemi kembali meningkat tajam. Pemerintah telah menetapkan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Dari tanggal 3 Juli hingga 20 Juli 2021 untuk menekan laju penyebaran corona, baik PPKM darurat dan terbatas dilaksankan. Masyarkat yang terpapar virus ini masih belum terkendali, bahkan sudah menyentuh angka lima puluh ribuan. Pemerintah melalui Menko Kemaritiman, Menteri Keuangan, dan Menteri Sosial dalam jumpa pers telah menyampaikan bahwa akan memperpanjang PPKM dalam kurun waktu tertentu. Untuk mendukung masa perpanjangan PPKM telah menggelontorkan dana kurang lebih 39 triliun rupiah. Memberikan subsidi kuota internet dalam mendukung proses pembelajaran dalam durasi 6 bulan ke depan adalah satu poin solusi yang disampaikan.
Lantas, apakah pembelajaran akan kembali daring atau bisa tatap muka? Dengan perpanjangan PPKM pupus sudah harapan warga sekolah untuk tatap muka. Perlu ada solusi agar sama-sama dapat berjalan dengan baik. Dengan adanya PPKM pandemi dapat dicegah dan diminimalisir, tapi di sisi lain pembelajaran di sekolah belum dapat berjalan kembali. Saat penulis berdiskusi dengan rekan yang mengelola bimbingan belajar, ia menyampaikan bahwa koleganya di Inggris menceritakan pembelajaran di sana. Pembelajaran sudah tatap muka meskipun pandemi masih ada. Dalam kegiatan pembelajaran jika ada kelompok belajar yang terkonfirmasi positif terkena virus maka kelompok tersebut harus libur dan isolasi selama 14 hari. Selanjutnya, dilakukan pengecekan ulang, jika sudah negatif covid dapat kembali tatap muka. Jika ada individu yang masih terkonfirmasi positif, maka ia masih melanjutkan isolasinya.
Maka agar pembelajaran di sekolah dapat berjalan, pemerintah perlu memetakan kondisi pandemi berdasarkan geografis. Kondisi pandemi tidak harus disamaratakan antar provinsi atau kabupaten dengan yang lainnya. Daerah yang masih zona merah, untuk sementara pembelajaran harus daring, sedangkan daerah yang sudah zona kuning dan zona hijau diperbolehkan untuk tatap muka.
Tak perlu ada sekolah yang sembunyi-sembunyi, peraturan jelas dan tegas. Jika ada sekolah ada yang terkonfirmasi covid, maka harus daring kembali selama 14 hari, kemudian jika sudah dapat kembali tatap muka. Di sisi lain, masyarakat harus taat terhadap prosedur kesehatan (prokes) yang telah ditetapkan. Taati peraturan pemerintah dan lembaga yang memiliki legitimasi seperti Muhammadiyah, NU dan MUI. Mengikuti program vaksin sebagai usaha menjaga imun dan kekebalan tubuh dari virus. Berhati-hati termakan berita hoaks, saatnya menjadi masyarakat yang melek literasi.
Diharapkan dengan peraturan yang tegas, kesadaran masyarakat prokes dan mengikuti program vaksin agar segera terbentuk hard immunity atau kekebalan kelompok. Kehidupan kembali normal dan kegiatan pembelajaran di sekolah kembali seperti semula.
Editor : Dwi Novi Antari