Oleh Agus Riyanto (Penulis)
Berita Duka dari Kampung
Penyebaran Covid-19 terus meningkat di banyak daerah di Indonesia, bukan hanya daerah Bali dan Pulau Jawa. Ada peningkatan angka harian yang dirilis oleh Kementerian Kesehatan RI, baik yang terpapar positif, angka tingkat kesembuhan maupun angka kematian pasien Covid-19.
Persebaran paparan Covid-19 juga semakin luas bukan hanya di wilayah-wilayah yang padat penduduknya seperti pulau Jawa dan Bali dan kota-kota besar lainnya di Indonesia. Namun kini sebaran paparan Covid-19 juga mulai merangsek ke daerah-daerah pedesaan atau perkampungan di semua daerah tak terkecuali di provinsi Lampung. Ada 13 kabupaten/kota dinyatakan sebagai zona merah dari 15 kabupaten/kota yang ada (Rilis Dinas Kesehatan Provinsi Lampung 03/08/2021).
Peningkatan dan perluasan kasus paparan Covid-19 yang semakin tinggi di daerah perkotaan oleh sebagian kalangan dianggap sebagai sesuatu yang wajar karena jumlah penduduknya yang banyak dan mobilitas warga tinggi (interaksi sosial). Selain itu penanganan paparan Covid-19 di daerah perkotaan akan mudah terpantau dan tertangani secara cepat karena dekat dengan poros kekuasaan dan kebijakan pemerintah. Dan masyarakat kota dianggap sebagai masyarakat yang teredukasi dan cukup memahami perihal pandemi Covid-19.
Pengalaman pribadi yang saya rasakan sebagai anak desa/kampung (meskipun sekarang tinggal di sebuah kota), sedih saat mendengar berita dari kampung bahwa adik dan orang tua saya terpapar Covid-19 berdasarkan hasil pemeriksaan tenaga kesehatan di sana. Isolasi mandiri pun dilakukan dan diberi obat-obatan untuk proses penyembuhan. Takdir berkata lain tepat di hari Jumat (06/08/2021) ayahanda saya akhirnya menghembuskan nafas terakhirnya dimasa isolasi mandiri di rumah. Terhitung sudah menjalani masa isolasi mandiri 16 hari semenjak dinyatakan positif terpapar Covid-19. Namun memang kondisi masih lemah karena faktor usia dan sedang menjalani proses pemulihan. Adik saya sudah pulih lebih awal dibandingkan ayah saya.
Saat proses pemulasaran jenazah ayah saya mulai dari memandikan, mengkafani, menyalatkan dan pemakaman, saya meminta kepada keluarga dan tenaga kesehatan agar dilaksnakan dengan menerapkan protokol kesehatan, sekalipun sedikit terjadi pertentangan di internal keluarga antara memperlakukan jenazah ayah saya seperti biasa tanpa protokol kesehatan atau tidak. Akhirnya dilakukan dengan protokol kesehatan dengan sedikit kelonggaran dalam praktiknya yang dibantu oleh petugas kesehatan di kampung saya. Semua APD disiapkan oleh petugas kesehatan.
Mengapa saya bersikap kukuh meminta penyelenggaraan jenazah ayah saya dengan menerapkan protokol kesehatan? Hanya ada satu tujuan yaitu ingin tetap menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa keluarga yang lain dan warga kampung agar terhindar dari paparan Covid-19. Dan tidak harus menyembunyikan kondisi sakit ayahanda saya yang terpapar Covid-19 demi kepentingan keluarga semata tanpa mempertimbangkan keselamatan orang lain, baik yang menangani pemulasaran maupun masyarakat yang bertakziah. Hal ini agar menjadi edukasi dan pelajaran berharga bagi kami sekeluarga dan warga kampung untuk tetap waspada dan disiplin menerapkan protokol kesehatan supaya terhindar dari bahaya paparan Covid-19. Kesehatan dan keselamatan jiwa adalah sesuatu yang mahal dan utama.
Membaca Sebaran Covid-19 di Kampung.
Harus disadari oleh kita semua bahwa paparan virus Covid-19 tidak mengenal batas-batas geografis antara kota dan desa. Baik kota dan desa bisa saja terpapar oleh virus Covid-19, meskipun tingkat angka paparannya berbeda, tetapi tetap saja masyarakat desa/kampung bisa terpapar oleh virus Covid-19. Baik oleh masyarakat kampung yang mobilitas ke kota dengan berbagai tujuan sperti studi/belajar, bekerja, perdagangan dan lainnya maupun masyarakat kota yang masuk kampung. Interaksi sosial keduanya tak bisa dihindarkan.
Desa/kampung tidak bebas dari Covid-19, lalu bagaimana dengan penanganan meningkatnya angka dan persebaran Covid-19 di daerah pedesaan atau perkampungan ?
Dari sisi kecepatan penanganan penyebaran Covid-19 di daerah pedesaan atau perkampungan relatif lambat dan cenderung tak tertangani secara baik. Hal ini dipengaruhi oleh geografis yang luas, rentang kendali birokrasi pemerintahan yang panjang, ketersediaan anggaran desa/kampung yang relatif minim, dan jauh dari pantauan poros kekuasaan pemerintah daerah (pemda) di masing-masing daerah kabupaten terlebih bagi daerah-daerah pinggiran dan terisolir.
Secara ketersediaan fasilitas harus diakui bersama bahwa pelayanan kesehatan di desa/kampung sangat terbatas hanya tersedia Puskesmas yang tidak setiap desa/kampung ada fasilitas tersebut, termasuk ketersediaan obat-obatan yang diperlukan oleh masyarakat seperti fasilitas Apotek. Masyarakat desa/kampung memiliki keterbatasan untuk mengakses pelayanan kesehatan yang ada di desa/kampung.
Dilihat dari sisi pengetahuan dan pemahaman masyarakat desa/kampung tentang bahaya Covid-19 tentu saja masyarakat desa/kampung akan lebih minim jika dibandingkan dengan masyarakat perkotaan. Masyarakat desa/kampung lebih sedikit mendapatkan akses informasi dan edukasi dari pemerintah, sekalipun masyarakat desa/kampung dapat mengakses informasi Covid-19 dari televisi dan internet secara mandiri.
Wajar jika masyarakat desa/kampung yang sakit dengan gejala-gejala virus Covid-19 dianggap sebagai gejala penyakit biasa dan berobat dengan obat-obat yang dibeli di warung, misalnya jikalau pusing dan batuk warga cukup membeli obat batuk, atau badan pegal-pegal warga cukup membeli obat oles atau balsam, atau sejenisnya. Masyarakat desa/kampung khawatir dan takut untuk berobat ke fasilitas kesehatan seperti Puskesmas atau dokter desa, dengan asumsi takut kondisi sakitnya selalu divonis Covid-19.
Selain itu sekalipun sedang sakit dengan gejala-gejala Covid-19 warga desa/kampung tetap beraktivitas seperti biasa keluar rumah tanpa menggunakan masker dan tidak mengisolasi diri di rumah. Begitulah respon keseharian masyarakat di desa/kampung. Diakui oleh warga desa/kampung akhir-akhir ini banyak warga yang meninggal dunia setiap harinya disiarkan melalui pengeras suara masjid/musala. Namun peningkatan kematian warga di desa/kampung belum dimaknai sebagai kehati-hatian sebagai kematian akibat paparan Covid-19.
Pemerintah daerah melalui aparat desa/kampung semestinya harus mengedukasi warganya secara terus menerus terkait penyebaran Covid-19 sehingga masyarakat desa/kampung akan lebih berhati-hati dan mawas diri jika ada anggota keluarga atau tetangga terdekatnya sakit dengan gejala-gejala yang mirip Covid-19 untuk segera memeriksakan diri ke petugas kesehatan agar terdeteksi secara dini jenis penyakit yang dideritanya apakah penyakit biasa atau sakit karena terpapar Covid-19.
Perhatian serius pemerintah daerah kepada masyarakat desa/kampung di masa pandemi Covid-19 mesti menjadi perhatian serius untuk menjaga kesehatan dan keselamatan jiwa masyarakat desa/kampung. Memang ini bukan persoalan mudah dengan segala keterbatasan yang ada namun tetap saja harus ada ikhtiar maksimal yang harus diperjuangkan dan tidak boleh menutup mata terhadap fakta di lapangan.
Pemerintah daerah sebetulnya bisa saja melakukan mapping peta persebaran paparan Covid-19 di masing-masing kecamatan, baik berdasarkan data dari masing-masing Puskesmas maupun data masyarakat yang berobat di klinik maupun rumah sakit-rumah sakit swasta dan pemerintah yang bergejala Covid-19.
Editor : Tri Hanifah