Oleh: Agusliadi
(Mantan Ketua PD. Pemuda Muhammadiyah Bantaeng. Komisioner KPU Kabupaten Bantaeng Periode 2018-2023.)
Membangun Indonesia sebagai bangsa dan negara, tidak cukup dengan modal financial dan material semata. Dibutuhkan sesuatu yang bersifat immaterial—dan jika memahami cara pandang Soekarno tanpa kecuali John Gardner—termasuk yang bersifat konsepsi, cita ideal dan sesuatu yang mengandung dimensi-dimensi moral adalah hal penting di dalamnya.
Hal itu telah ditunjukkan dengan baik oleh para pejuang bangsa, khususnya oleh para founding fathers. Bangsa ini mampu mencapai kemerdekaan, bukan karena modal material tersebut, tetapi sebaliknya, bahkan termasuk oleh pekikan takbir, “Allahu Akbar”. Dan kesadaran ini tidak terlupakan, sebaliknya diabadikan dalam pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, “atas berkat rahmat Allah yang Maha Kuasa”, dan “didorongkan oleh keinginan luhur”.
Pasca 17 Agustus 1945 yang setiap tahun dirayakan—dan ternyata bertepatan dengan perayaan Milad pertama Mahanpedia.id—idealnya setiap elemen bangsa mengambil peran untuk mengisi dan mempertahankan kemerdekaan, sesuai porsi dan versinya masing-masing berdasarkan ideologi gerakan (jika pun ada) atau pun (minimal) visi dan misi yang dimiliki. Mahanpedia—yang menobatkan dirinya sebagai media belajar bersama untuk saling menginspirasi membangun kemajuan melalui gerakan literasi—termasuk menjalankan salah satu peran yang dibutuhkan tersebut.
Mahanpedia pertama kali saya kenal dari Agus Riyanto (saya sering memanggilnya sebagai Mas Komisioner) salah satu anggota KPU Provinsi Lampung. Beliau mengajak saya untuk menulis atau mengirim tulisan-tulisan ke media tersebut, sebagaimana yang sering saya lakukan ke beberapa media online lainnya. Sebelum tulisan ini, saya sama sekali belum pernah mengirimkan tulisan.
17 Agustus 2021, Mahanpedia.id melaksanakan milad I-nya, meskipun terlambat, saya telah berjanji kepada Mas Agus Riyanto, untuk mengirimkan tulisan sebagai “kado” sederhana. Sebelumnya, saya meminta pemaknaan daripada kata “mahanpedia” itu. Mahanpedia artinya “rumah pengetahuan”. Asal kata “mahan”, bahasa lampung berarti “rumah” dan “pedia”, berarti pengetahuan. Mahanpedia diikhtiarkan sebagai rumah belajar bersama untuk memajukan gerakan literasi di Indonesia.
Dari Mahanpedia ada hal menarik. Hal itu adalah mottonya, “Inspirasi untuk Kemajuan”. Sebagai sebuah motto, tentunya harus mampu menjadi kiblat, titik tumpu, titik tuju, sebagai mercusuar bahkan harus menjadi spektrum yang harus terus dipancarkan menyinari kehidupan sekitarnya. Motto ini sangat menarik dan inspiratif, sehingga saya pun tertarik menjadikannya sebagai judul tulisan ini.
Dalam pemaknaan yang lebih luas atau mendalam, motto, bisa menjadi sesuatu yang bisa dimaknai—jika meminjam perspektif Ary Ginanjar Agustian—sebagai “dzikir sosial”. Suatu hal berada di luar dimensi teologis atau rutinitas dan tuntunan agama (dzikir pemahaman lazim) tetapi harus dilakukan berulang-ulang, bahkan dijadikan ritual agar hal tersebut bisa memberikan dampak positif secara psikologis dan sosial.
Dalam ilustrasi yang mudah dipahami, motto yang difungsikan sebagai “dzikir sosial”, harus selalu diingat, diucapkan minimal dalam “relung jiwa” dengan harapan memberikan pengaruh positif dalam diri, selanjutnya mempengaruhi capaian positif secara kolektif. “Inspirasi untuk Kemajuan” sebagai motto Mahanpedia, selain sangat luar biasa, dalam pandangan saya, juga sebagai ikhtiar mulia bagi bangsa.
Dari Cooperrider, D.L dan Whitney D, Prof. Zakiyuddin & Azaki memahami, bahwa asumsi dasar Appreciative Inquiry adalah berpijak pada hipotesis heliotropic, yaitu “organisasi berkembang sebagaimana tumbuhan yang tumbuh berkembang mengarah kepada sesuatu yang memberi mereka kehidupan dan energi”. Terma “organisasi” di sini, bisa dimaknai termasuk bagi para penulis dan pembaca Mahanpedia, tanpa kecuali oleh Mahanpedia sendiri.
Dan apa yang dimaknai sebagai “kehidupan” maupun sebagai “energi”, dalam konteks tulisan ini, itu relevan dengan apa yang dipahami dan dimaknai sebagai “inspirasi”. Pius A Partanto & M. Dahlan Al Barry dalam karyanya “Kamus Ilmiah Populer”, menjelaskan bahwa “inspirasi” adalah intuisi, ilham, pengaruh (dari dalam) yang membangkitkan kreatif, penarikan nafas (ke dalam).
Untuk mencapai kemajuan, sesuatu yang berarti “maju” atau “berkemajuan”, sebagaimana hipotesis heliotropic di atas, harus mengarah pada hal-hal yang bersifat inspiratif. Sesuatu yang bisa membangkikat intuisi, ilham dan bisa membangkitkan kreatifitas dalam diri. Hal ini sangat relevan dari apa yang menjadi titik fokus Mahanpedia sebagai sebuah media online maupun media belajar yang memberikan ruang bagi anak bangsa untuk menulis dan membaca, singkatnya sebagai gerakan literasi.
Mahanpedia.id yang saya maknai sebagai media online, menawarkan narasi-narasi yang bisa menginspirasi baik bagi penulis yang karyanya dimuat, terutama bagi pembaca yang membaca melalui media Mahanpedia ini. Narasi bisa berarti pancaran hal intuitif, ilham yang selanjutnya mampu membangkitkan intuisi lain termasuk kreatifitas bagi orang lain.
Mahanpedia, melalui tulisan-tulisan yang dimuat di dalamnya, mengandung narasi kehidupan. Bagi J. F. Lyotard narasi kehidupan adalah aktivitas manusia dalam merangkai konsep, memahami kehidupan, dan memaknai realitas. Narasi merupakan cara bagaimana dunia direpresentasikan ke dalam berbagai konsep, ide, gagasan, dan cerita. Dan membutuhkan upaya interpretasi untuk memahaminya.
Narasi sudah pasti relevan dengan apa yang dimaknai dengan “kata-kata” sebagai sesuatu yang bukan hanya menjelaskan realitas, tetapi sesungguhnya sebagai pembentuk realitas itu sendiri. Dari hal ini, minimal mendapatkan penegasan bahwa “inspirasi untuk kemajuan” itu sudah benar secara fungsional. Hal-hal inspiratif akan mampu menenetukan, dan melahirkan kemajuan-kemajuan pada masa yang akan datang.
Mahanpendia, dengan mottonya “Inspirasi untuk Kemajuan” adalah ikhtiar mulia bagi bangsa. Sekali lagi, bangsa ini, bukan hanya membutuhkan modal financial dan material untuk mencapai kemajuan yang menjadi impiannya. Tetapi apa yang dilakukan oleh Mahanpedia adalah hal strategis untuk membangun Indonesia dan peradaban itu sendiri.
Mahanpedia, denga motto dan ikhtiar mulianya, harus mampu menjadi solusi dan media alternatif bagi anak bangsa untuk mendapatkan pencerdasan, pencerahan dan penyadaran. Apatah lagi dalam kondisi bangsa hari ini, di mana hoax terus diproduksi dan direproduksi, masyarakat mengalami transformasi ke kehidupan inersia (makna sederhananya malas tabayyun), tahap kehidupan praktal/viral (kehidupan yang kehilangan titik referensi), telah menimbulkan dampak negatif yang sangat dahsyat.
Hari ini, bukan hanya “matinya kepakaran”, “matinya Sang Ulama”, tetapi ada kekhawatiran besar, ke depan lembaga dan ormas sekaliber Muhammadiyah dan NU pun, akan kehilangan kekuatan otoritatifnya. Maksud saya kelak, karena sekarang telah terjadi apa yang saya maknai mengalami “prakondisi”, kader-kader organisasi besar itu sekali pun tidak lagi menjadikan pandangan resmi kelembagaannya sebagai rujukan dan dasar berpikir dan kebenarannya, tetapi merujuk pada hoax yang diproduksi oleh orang yang tidak jelas, kapasitas dan otoritas keilmuannya.
Dalam kondisi seperti ini, salah satunya, kita patut berharap, agar Mahanpedia, akan selalu eksis menjadi media belajar yang bisa menjadi sumber inspirasi untuk mencapai kemajuan-kemajuan yang diimpikan bersama.
Mahanpedia, harus menjadi media terpercaya, sebagai kiblat, patron, sumber rujukan untuk mengonfirmasi dan mengklarifikasi berbagai informasi yang meragukan. Mampu mengcounter informasi dan narasi yang menyesa(t/k)kan. Mahanpedia harus mampu memproduksi dan terus mereproduksi narasi dan ilmu pengetahuan dalam rangka membangun bangsa ini, terutama hadir memenuhi kekosongan “kognisi” Pancasila bagi generasi Milenial. Semoga tulisan sederhana ini, yang saya ikhtiarkan sebagai “kado” sederhana milad pertama Mahanpedia, menjadi bagian sebagai narasi inspiratif untuk kemajuan bagi bangsa dan negara Indonesia.
Editor: Renci