Oleh : Wihan Afriono
Perjalanan yang panjang melintasi pulau dan lautan merupakan fantasi yang menyenangkan. Ada kegembiaraan yang luar biasa, dapat mendatangi tempat yang semula hanya sebuah cerita dan angan, namun sekarang dapat terealisasi. Perjalanan ini dalam rangka edukasi walaupun tempat itu sangat jauh. Perjalanan yang didampingi oleh seorang profesor yang sangat fenomenal, Prof. Dr. Ir. Iman Robandi, M.Eng, yang biasa dikenal dengan Prof. Iro.
Administrasi perjalanan Jakarta-Beijing tahun 2017 masih sangat mudah dibandingkan di era pandemi sekarang. Perjalanan Jakarta-Beijing menempuh total waktu 8 jam, Jakarta menuju Hongkong 4,5 jam dan Hongkong menuju Beijing 3,5 jam. Rombongan tiba di Capital Normal University (CNU). Peserta workshop menginap di CNU Hotel selama kegiatan di Beijing.
Acara penerimaan peserta workshop diadakan di kelas mewah, bersih, dan nyaman. Seandainya ini jadi kelas sekolah di Indonesia pasti sangat menyenangkan dan menjadi penyemangat belajar. Keterbatasan penguasaan bahasa sangat menghambat komunikasi. Pemandu kegiatan mengambil peran sebagai penerjemah. Interaksi berjalan dengan lancar, masing-masing peserta mengenalkan diri secara singkat, dan diakhiri dengan poto bersama.
Hari pertama kegiatan belajar disajikan Bahasa Mandarin. Pengenalan diri, angka, benda, kegiatan dan bahasa sehari-hari dalam Bahasa Mandarin sangat menyenangkan. Terinspirasi pembelajaran yang menyenangkan jika dilakukan di sekolah-sekolah yanga ada di Indonesia pasti akan memberikan kenyamanan pada siswa dan dapat meningkatkan prestasi siswa. Pembelajaran berlangsung selama lima hari dengan beraneka ragam materi.
Suhu dingin berkisar 3 derajat celcius di pagi hari, sebelum sarapan kebanyakan peserta workshop mengelilingi CNU dengan aneka kegiatan. Ada yang senam, lari dalam lintasan, dan sekadar jalan menikmati lingkungan CNU. Setelah kegiatan pagi, seluruh peserta hadir di restoran hotel. Hidangan sarapan pagi menggunakan menu makanan halal. Bagi peserta yang khawatir tentang makanan di hotel, mereka sudah membawa bekal lauk pauk dari Indonesia, seperti rendang, kering tempe, dan kerupuk. Peserta diberikan fasilitas makan 3 kali sehari.
Mengisi waktu sore setelah selesai pembelajaran, mendampingi Prof. Iro belanja di supermarket yang jaraknya 1 kilometer dengan jalan kaki. Sekadar mencari cemilan untuk begadang dan buah-buahan untuk menambah stamina tubuh. Gelak tawa kecil di kasir, tidak diberikan plastik wadah belanjaan jika tidak minta. Bingung, sambil memperagakan kedua tangan seolah menjinjing sebuah barang, ternyata kasir mudah memahami bahasa tubuh, sambil mengangkat satu jari dan mengucap yi jiao. Salah respon pun terjadi, diberikan 1 yuan kasir menolak, tetap berucap yi jiao. Sambil tersenyum diserahkan uang kembalian belanja, kasir mengambil satu uang logam yang bertuliskan angka 5 dan masih mendapat kembalian 4 keping logam bertuliskan angka 1. Pelajaran berharga didapat setelah belanja, perlunya mengenal mata uang asing dan pecahannya, yi jiao atau 1 jiao = 1/10 dari 1 yuan.
Malam hari kelima peserta workshop ingin menikmati makanan di sekitar CNU, berjalan kaki berkeliling sambil menoleh kanan dan kiri mencari makanan halal. Salah satu sudut bangunan CNU ada restoran yang menyajikan makanan halal, mie rebus. Nikmatnya mie rebus melenakan hingga tengah malam tidak dirasa. Beranjak dari restoran menuju hotel, tiba-tiba bertemu sekelompok mahasiswa yang menyapa dengan salam, assalamu’alaikum. Spontan salam dijawab, wa’alaikum salam. Salah satu mahasiswa berucap, “Malaysia”. Salah satu perserta workshop menjawab, “bukan, Indonesia”. Perkenalan singkat terjadi hingga masing-masing beranjak menuju tujuan masing-masing.
Orang Malaysia lebih terkenal di Beijing dibandingkan orang Indonesia. Di pasar pun demikian, penjual pakaian menawarkan dagangannya dengan berucap “Malaysia sini, pakaian murah-murah”. Wajah orang Indonesia dan Malaysia hampir sama, kecuali wajah orang Indonesia bagian timur yang secara genetik memiliki pengaruh Melanesia.
Kebersamaan menuntut ilmu di Beijing yang singkat membuat hati kangen dengan Prof. Iro dan kawan-kawan. Banyak ilmu yang belum tergali, namun rasa kangen menjadikan motivasi untuk selalu bergerak dan melakukan perbaikan diri dalam menuntut ilmu. Jauh menuntut ilmu di Beijing, Cina, menandakan bahwa jauhnya tempat jangan menjadi halangan dalam menuntut ilmu. Satu hal sangat terkenang adalah minum shui (air putih) di Beijing di kala itu membuat kangen pada Beijing.
Editor : Dwi Novi Antari