Oleh Anggun Nugroho Saputro
Idealisme adalah upaya penanaman serangkaian ide atau gagasan yang dianggap benar dan mampu dalam memahami kehidupan secara ideal. Seseorang yang memegang idealisme yang kuat akan mempengaruhi dirinya dalam mengemukakan ide, tindakan, watak, sikap, cara berpikir, dan sebagainya. Organisasi seperti Muhammadiyah telah membentuk seperangkat aturan dalam menjaga nilai-nilai perjuangan agar sesuai dengan arah tujuan dan cita-citanya. Aturan-aturan ini terdiri dari draf-draf yang disepakati dan dipahami dalam sebuah frasa yang disebut Ideologi Muhammadiyah.
Menguatkan Idealisme ber-Muhammadiyah dengan Keikhlasan
Menjunjung tinggi idealisme ber-Muhammadiyah pada diri seorang warga Muhammadiyah tentu mendapatkan banyak tantangan. Pengaruh globalisasi yang begitu cepat mendorong pesimistis terhadap ideologinya hingga memunculkan pergeseran idealisme yang tidak dianggap realistis terhadap lingkungan atau bahkan dianggap dapat menghambat tujuan itu sendiri.
Selain itu, sikap pragmatisme juga sering menggoyahkan idealisme warga Muhammadiyah. Bagi mereka yang pragmatis, perjuangan Muhammadiyah tidak dimaknai dalam bentuk proses melainkan dari hasil. Jika hal ini lama kelamaan dibiarkan maka akan menggeser bahkan melunturkan nilai-nilai perjuangan Muhammadiyah yang menuntun pada keikhlasan dan upaya mencapai Ridha Allah.
Mengutip perkataan dari Prof. Din Syamsudin pada kesempatannya di Bandar Lampung beberapa tahun yang lalu, Muhammadiyah sejatinya mampu bertahan dan konsisten pada nilai-nilai selama lebih dari seratus tahun karena jiwa keikhlasan pada diri warga Muhammadiyah. Beliau menyebutkan bahwa Keikhlasan adalah nafas dan ruh dari perjuangan Muhammadiyah.
Apakah Pragmatisme itu perlu?
Pragmatisme pada diri seorang warga Muhammadiyah akan memunculkan sikap pamrih yang didorong oleh ambisi dan tujuan pribadi. Apalagi dengan kondisi Muhammadiyah sudah besar, dengan segala kekayaan fasilitas serta pengikutnya yang sangat banyak. Tak khayal banyak yang memanfaatkan wadah Muhammadiyah sebagai pijakan mencapai karir pribadi atau bahkan untuk kepentingan politik.
Sikap pragmatis ini memang telah lama menjadi PR kita semua yang berada di lingkungan Muhammadiyah, sebagian menganggap bahwa pragmatisme tidaklah bisa dihilangkan karena termasuk pada sifat dasar manusia. Sebagian lagi mengklaim bahwa pragmatisme merupakan timbal balik (feedback) yang menjadi hak seorang kader yang telah berjuang di Muhammadiyah.
Namun, apapun alasan tersebut, bagi penulis sikap pragmatisme ini tidak bisa dijadikan alasan atau landasan berjuang di persyarikatan Muhammadiyah. Bahkan sikap pragmatisme yang dimiliki seorang kader akan mendorong sikap pamrih dan melunturkan nilai-nilai keikhlasan yang menjadi watak, ciri, dan sosok Muhammadiyah yang semestinya.
Pragmatisme adalah Nafsu yang Harus Ditundukan!
Sikap pragmatis bagi penulis merupakan bentuk dari hawa nafsu yang datang dari diri manusia untuk mencapai keinginan pribadinya. Nafsu atau ambisi pribadi yang dibungkus sikap pragmatis ini jika tidak dikendalikan dengan baik, maka akan menimbulkan kemudharatan bagi orang lain dan awal mula rusaknya arah dan perjuangan organisasi. Sebab itulah sikap pragmatisme ini harus ditundukan.
Sebagaimana dalam sebuah peristiwa sepulang dari medan perang, Nabi Muhammad saw bersabda kepada para sahabatnya, “Kalian telah pulang dari sebuah pertempuran kecil menuju pertempuran besar. Lantas sahabat bertanya, Apakah pertempuran akbar (yang lebih besar) itu ya rasulullah? Rasul menjawab, Jihad (memerangi) hawa nafsu”. Hadits ini diriwayatkan oleh al-Baihaqi.
Secara sanad, hadits ini dihukumi lemah (dhaif). Akan tetapi, makna dan substansinya dinilai shahih. Ibn Qayyim al-jauziyah melalui kitabnya Asbabut Takhallus minal Hawa, mengatakan, “Hawa nafsu adalah kecondongan jiwa kepada sesuatu yang selaras dengan keinginannya”. Hal ini selaras dengan sikap orang-orang yang cenderung mementingkan ambisi pribadi dan menyampingkan maksud dan tujuan organisasi.
Allah SWT berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang percaya (beriman) kepada Allah dan rasul-Nya, kemudian tidak ragu-ragu dan mereka berjuang (berjihad) dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah. Mereka itulah orang-orang yang benar”. (QS Al-Hujurat [49]: 15)
Mengingat Kembali pesan KH Ahmad Dahlan
Dalam Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah menegaskan bahwa organisasi ini berupaya mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya. Tentu hal ini bukan tanpa alasan bahwa Muhammadiyah dituntut menjaga nilai-nilai Islam dan mampu mengatasi persoalan-persoalan yang terjadi dalam masyarakat dan umat.
Namun sebelum mewujudkan tujuan mulia tersebut, alangkah baiknya kita memeriksa barisan kita dari penyelewengan-penyelewengan yang dibuat oleh niat yang tidak lurus. Karena sejatinya, berjuang di Muhammadiyah adalah berjuang di jalan Allah sehingga harus dengan niat tulus dan ikhlas. Dalam mencapai ridha Allah, sudah sepatutnya dalam menjalankan roda organisasi Muhammadiyah, kita harus meletakan dasar keikhlasan dalam berjuang. Dengan demikian, maka pesan KH Ahmad Dahlan yaitu “Hidup-hidupilah Muhammadiyah, jangan cari penghidupan di Muhammadiyah” harus dijadikan dasar kita untuk tidak pamrih atau bahkan memanfaatkan muhammadiyah untuk kepentingan pribadi.
Editor: Renci