Oleh: Fahmi Hamdi Muhammad Iqbal
Indonesia adalah negara dengan mayoritas masyarakatnya sebagai pemeluk agama Islam, diketahui bahwa Islam masuk ke Indonesia melalui jalur perdagangan dan menyebar ke seluruh Indonesia pada sekitar abad ke-7. Artinya, ajaran Islam sudah cukup lama ada di Indonesia, bahkan hingga mempengaruhi adat dan budaya di beberapa daerah dengan nuansa Islam yang kental, misalnya seperti Sumatera Barat dan Nanggroe Aceh Darussalam. Untuk dapat memahami Islam, tentu saja ada ajaran awal yang harus dipahami bagi para pemeluknya, yaitu aqidah. Hal pertama yang pasti dipelajari oleh seorang muslim adalah mengenal Allah sebagai dasar pondasi beragama, sehingga Allah dijadikan Esa yang wajib di ibadahi dan Esa yang dijadikan tempat bergantung. Ilmu ini disebut dengan tauhid, yaitu mengesakan Allah.
Sebagai seorang warganegara Indonesia, kita seringkali mendengar istilah “Saya Pancasila, NKRI harga mati”. Tentu saja hal ini menjadi suatu hal menarik yang dapat dibahas ketika mengaku diri sendiri sebagai sorang nasionalis yang pancasialis dan merasa paling NKRI. Kemudian bermunculan narasi bahwa “Kami Indonesia, bukan Arab”, yang secara tidak langsung menyinggung umat agama tertentu seperti Islam, yang fakta sejarahnya memang diturunkan kepada Nabi Muhammad di Arab. Ini dapat dibuktikan dengan banyaknya sentimen anti celana cingkrang, jenggot, cadar, dan lainnya yang secara penampilan mencirikan sebagai umat Islam. Narasi ini didukung dengan bermunculan terorisme dengan mengatasnamakan Islam dengan dalih jihad, pada akhirnya melahirkan stigma bahwa muslimin adalah radikalis yang menakutkan dan membahayakan kemerdekaan NKRI.
Para Pejuang yang Berperang demi Allah
Ulasan ini menjadi suatu hal menarik, dimana sebenarnya umat Islam sebenarnya memiliki nilai-nilai perjuangan kemerdekaan yang tidak perlu dipertanyakan lagi, kita ketahui HOS. Tjokroaminoto adalah pejuang Islam di Sarekat Islam (SI) yang melahirkan banyak pejuang seperti K. H. Agus Salim, K. H. Mas Mansyur dan lainnya, perang Tasikmalaya yang ditentarai oleh santri-santri K. H. Zaenal Mustofa, perang Surabaya melawan Inggris dan sekutu yang dimotori oleh santri-santri K. H. Hasyim Asy’ari, Pattimura di Maluku, dan Hasanuddin di Makassar, semuanya berjuang demi kemerdekaan Indonesia. Sesuatu hal yang menarik dari perjuangan mereka adalah, semuanya para muslimin yang berjuang bukan dengan sandaran Indonesia harga mati, melainkan Jihad sampai mati, karena standar perjuangannya bukan untuk Negara, melainkan untuk Allah.
Modalnya sederhana, salah satu diantaranya dengan bersandar kepada Al Quran surat As-Shoff ayat 4 yang artinya “Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur, mereka seakan-akan seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” Dengan ini, mereka berperang dengan mengharapkan cinta dari Allah, tentu saja hal ini tidak mungkin dilakukan jika tidak dilandasi dengan tauhid. Karena tauhid akan mencegah penyakit wahn, yaitu cinta dunia dan takut mati.
Sikap Ihsan dalam Perjuangan
Kita ketahui bersama bahwa ihsan merupakan pengabdian kepada Allah yang merepresentasikan bahwa kita melihat Allah, atau Allah yang melihat kita dalam segala aspek apapun. Hal ini bersesuaian dengan hadits Nabi yang sabdanya: “Engkau menyembah Allah, seakan-akan melihat-Nya dan bila itu tidak tercapai maka yakinlah bahwa Dia melihatmu.” (HR Muslim). Dengan demikian, perintah ihsan bermakna perintah melakukan segala aktivitas positif, seakan-akan kita melihat Allah atau paling tidak selalu merasa dilihat dan diawasi oleh-Nya. Sikap ihsan akan mendorong munculnya rasa takut, sehingga lebih berhati-hati dalam bertindak. Dorongan ini akan memberikan sikap awas, karena segala perilaku kita terasa diawasi oleh Allah dan tidak berani bermaksiat akibat rasa takut dari adzab yang akan ditimpakan dikemudian hari, sikap ini juga akan mendorong manusia untuk senantiasa bertaubat dan berdzikir setiap saat sebagai cara untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah dan berlindung kepada-Nya, dan sikap ini akan mendorong manusia untuk lebih bersyukur karena segala hal yang terjadi akan dirasakan sebagai bagian dari ketentuan Allah.
Integritas Sebagai Hamba Allah untuk Kemerdekaan Indonesia
Dari beberapa ulasan diatas, dapat diperhatikan bahwa tauhid merupakan pondasi penting dalam membangun kesadaran beraqidah kepada Allah, sehingga berserah diri dan merasa diawasi merupakan satu kesatuan dalam menjadikan manusia beriman kepada Allah. Muara dari tauhid adalah ihsan yang akan membangun pribadi akhlaqul karimah (perilaku yang baik). Dewasa ini, dapat kita rasakan bahwa terjadi musibah pandemi Covid-19 yang entah kapan akan berakhir, kemudian pertumbuhan ekonomi yang merosot, dan kemiskinan dimana-mana. Masalah yang ada saat ini merupakan buah dari rendahnya aplikasi mengenai kejujuran. Pendidikan yang sebagian besar menekankan pemenuhan target kurikulum sekolah, mengejar pemahaman ilmu pengetahuan, dan sangat minim pengajaran nilai-nilai integritas yang hanya akan melahirkan para akademisi berilmu, tapi tidak beradab. Sehingga bermunculan orang-orang yang pintar, namun kepintarannya membawa pada keserakahan seperti halnya korupsi, suap, gratifikasi, dan lainnya.
Padahal manusia diberikan kenikmatan berupa panca indera yang sempurna. Hal ini dengan keras Allah firmankan dalam surat Al-A’rof ayat 179 yang artinya: “Dan sungguh, akan Kami isi neraka Jahanam banyak dari kalangan jin dan manusia. Mereka memiliki hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka memiliki mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengarkan (ayat-ayat Allah). Mereka seperti hewan ternak, bahkan lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lengah.” Kehancuran bangsa ini diantaranya akibat rendahnya integritas sebagai manusia dan tidak takut akan adanya hari pembalasan. Melihat fenomena ini, maka kesadaran akan adanya Allah, Maha Kuasa, Maha Melihat, dan Maha Perhitungannya Allah harus ditanamkan sejak dini. Perjuangan yang disandarkan kepada Allah akan bernilai ibadah karena menyertakan Allah dalam segala aspek kehidupan merupakan kewajiban bagi para muslimin, sehingga tegaknya Islam dalam segala aspek kehidupan yang dimulai dari tauhid adalah bagian yang sangat penting, termasuk dalam usaha-usaha merawat kemerdekaan Indonesia, karena standar perjuangannya adalah mempertahankan kemerdekaan demi Allah, maka Allah akan mencintai hamba-hambanya dengan menurunkan rahmat kepada umatnya untuk menjaga dan merawat kemerdekaan Indonesia.
Editor: Renci