Oleh : Wihan Afriono
Museum sekolah bukanlah museum yang dibangun di sekolah, namun sekolah di tempo dulu pernah mendapatkan kejayaan dan sekarang menjadi kenangan karena sebuah kegagalan dalam pengelolaannya. Pentingnya sebuah analisis atau evaluasi dalam pengelolaan sekolah agar tidak cepat menjadi museum sekolah.
Bendera visi, misi dan tujuan sekolah dikibarkan oleh pimpinan sekolah, kemudian digunakan untuk membentuk konsep pengembangan sekolah. Konsep pengembangan sekolah yang dicanangkan oleh pimpinan sekolah yang biasanya disampaikan dalam sebuah kampanye sekolah. Pimpinan sekolah membetuk tim kerja untuk merumuskan pengembangan sekolah dalam rencana pelaksanaan kegiatan sekolah dalam jangka waktu tertentu.
Program-program sekolah dimunculkan agar sekolah tetap diminati dan menjadi rujukan masyarakat. Inovasi dan kreativitas pembelajaran dilakukan untuk memberikan pelayanan prima dan kenyamanan proses belajar. Fasilitas sekolah ditingkatkan demi mendapatkan nilai tambah dan pembeda antar sekolah. Pembelajaran non akademik juga digiatkan untuk menghilangkan kejenuhan dalam pembelajaran akademik dan sebagai sarana pembentukan karakter siswa.
Analisis yang sering lupa dilakukan oleh pimpinan sekolah adalah bertambahnya jumlah sekolah dan mulai membaiknya pelayanan sekolah di daerah akan menyebabkan berkurangnya animo masyarakat masuk sekolah di kota. Saat ini mungkin belum terasa, namun kira-kira 5 tahun ke depan dampaknya akan terasa signifikan. Mulai tahun pelajaran baru 2021/2022 ini harus bergegas mempersiapkan pertarungan di tahun pelajaran 2022/2023.
Analisis Suplay sangat penting untuk dilakukan. Pimpinan sekolah dengan tim kerjanya dapat mengakses segala macam sumber data, seperti dapodik. Dapodik dapat memberikan informasi tentang jumah siswa setiap tahunnya. Hasil perolehan data ditindaklanjuti secara kelembagaan datang ke sekolah yang menjadi sasaran promosi. Gunakan ramuan khusus agar calon siswa bisa masuk ke sekolah yang dipimpin sesuai target.
Suplay siswa yang kurang menyebabkan sekolah satu dengan yang lain saling memangsa merebutkan jumlah calon siswa baru yang terbatas. Tebar benih kekuatan sekolah agar sekolah yang dipimpin tetap diminati.
Seperti halnya dalam dunia bisnis, untuk mendapatkan minat pelanggan terhadap produk yang dihasilkan menggunalan komposisi trisula. Trisula yang dimaksud adalah branding, marketing, dan advertising. Persentasi komposisi tersebut dapat diatur sesuai kebutuhan. Sekolah yang sudah dikenal dapat menguatkan pada kombinasi branding dan marketing dalam persentasi yang besar, sedangkan sekolah yang belum banyak dikenal harus mengunggulkan pada advertising.
Permasalahan yang terkait biaya dan tempat tinggal juga menjadi penyebab rendahnya partisipasi masyarakat di daerah dalam menentukan sekolah di kota. Beasiswa khusus bagi siswa dari luar kota perlu diadakan. Siswa yang dari luar kota diberikan fasilitas boarding dan keringanan biaya sekolah.
Evaluasi program sekolah perlu dilakukan secara berkala. Penurunan jumlah siswa merupakan tanda-tanda kemunduran sekolah. Kegiatan yang promotif harus sering dilakukan untuk menjaga stabilitas dan peningkatan jumlah siswa. Seiring dengan perjalanan proses pembelajaran banyak siswa yang berhenti sekolah, terutama siswa yang berasal dari luar kota. Biasanya siswa yang berasal dari luar kota sulit beradaptasi dengan lingkungan sekolah. Oleh karena itu, daya tahan siswa beradaptasi dengan lingkungan sekolah juga harus dijaga. Berikan siswa solusi dari masalah-masalah yang dimiliki siswa dengan bijak.
Pimpinan sekolah harus segera beradaptasi terhadap masa pemerataan dunia pendidikan dan bertambahnya jumlah sekolah di daerah sekitarnya yang notabene daerah tersebut sebagai penyuplai siswa baru. Pimpinan sekolah harus mampu menyakinkan masyarakat bahwa sekolah yang dipimpin berbeda dan mempunyai nilai tambah(added value). Mulai berbenah dari sekarang agar sekolah yang dikelola tidak menjadi museum sekolah.
Sekolah yang menolak siswa pindahan tanpa memeriksa alasan kepindahannya adalah sekolah yang sombong. Pun, sekolah harus dikelola dengan tepat agar tidak menjadi museum sekolah.
Editor : Dwi Novi Antari