Oleh: Muhammad Ivansyah
“Bahkan di dalam pertikaian,
aku tetap memilih berdampingan dengan lawan.”
Indonesia sebagai negara yang didalamnya terhimpun beberapa agama besar dunia, serta bersatu padunya beragam nilai kultural dari berbagai penjuru dunia. Sudah sepatutnya menjadi sentra dialog lintas keagamaan dan lintas-kultular di Asia bahkan dunia. Hal ini perlu kita masifkan bersama, mengingat kita adalah bangsa yang dibekali oleh para founding fathers kita dengan Pancasila sebagai falsafah hidup bersama yang merangkul seluruh identitas dan mengikat segala perbedaan. Menurut saya, ini adalah suatu keberkahan bagi kita yang belum tentu ada pada negara dan bangsa lain di belahan dunia manapun.
Spirit Pancasila menjadikan setiap masyarakat Indonesia begitu menghayati aspirasi keagamaannya dan juga sekaligus memupuk jiwa kebangsaannya, tidak ada dikotomi antara keduanya, melainkan menjadi satu unsur yang saling berkait dalam berkehidupan dan bermasyarakat. Dalam hal ini, kita adalah seratus persen orang Indonesia sekaligus kita pula seratus persen pemeluk Islam, atau Katolik, Kristen, Hindu maupun Budha. Kita ada pada keduanya.
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa Islam sebagai agama mayoritas di Indonesia dengan jumlah pemeluk sekitar 87 % tidak pernah merasa lebih superior atau meminta hak lebih istimewa dalam negara, sikap ini menjadikan pemeluk agama minoritas seperti Nasrani, Katolik, Hindu dan Budha bisa merasa nyaman dan kerasan dalam melakukan ritual ibadah keagamaan hingga aktivitas duniawi keseharian dimana pun mereka berada.
Nilai ini terbangun dari upaya panjang dan serius masyarakat Indonesia dalam memahami pilar -pilar utama yang termuat dalam Pancasila sebagai basis berkehidupan dan berbangsa. Sehingga lahir kesadaran bersama bahwa tidak ada yang paling merasa memiliki Indonesia, melainkan semua dari dan untuk Indonesia. Meski dia dari pihak mayoritas maupun minoritas, pribumi asli kah atau hasil asimilasi.
Meminjam apa yang pernah di katakan Franz Magnis Suseno (2020), bahwa Indonesia ber-Pancasila adalah Indonesia, di mana umat semua agama dapat kerasan karena dapat menghayati identitas mereka secara utuh di dalamnya. Dengan demikian, Pancasila adalah hasil konsensus bersama yang menerangkan bahwa Indonesia adalah milik seluruh bangsa, ras, etnis, dan agama di Indonesia, dimana keutuhan semua aspirasi mesti dan harus terjamin dalam konstitusi dan pandangan umum masyarakat.
Maka jika keberagaman ini tetap hendak dicari titik temunya dan mengharapkan Indonesia terus berdiri sebagai sebuah entitas resmi dari tiap-tiap golongan, satu hal yang sangat jelas bahwa umat Islam sebagai pihak mayoritas mesti menjadi pengayom bagi umat lain agar umat lain yang minoritas merasa seperti at home.
Disinilah main order dari kaum cendekia muda Islam yang moderat dan terbuka untuk terus menggalakkan sikap beragama yang mencerahkan, mencerdaskan, membahagiakan serta mempersatukan dengan jalan menampilkan sikap beragama yang arif dan santun terhadap sesama maupun pihak lain. Jalan ini memang telah di geluti oleh Angkatan Muda Muhammadiyah serta Santri Muda Nahdlatul Ulama. Kedua Organisasi Civil Society Islam terbesar di dunia ini pada saat yang sangat menentukan berperan aktif dalam melahirkan Islam sebagai agama yang inklusif melalui aktivitas-aktivitas sosial kemasyarakatannya juga yang terlihat dari sikap dan gerak kader-kader mudanya.
Kedua Organisasi ini telah berkomitmen sejak awal berdirinya NKRI pada Agustus 1945 untuk menjadi pilar utama dalam mencerdaskan kehidupan bangsa serta menjaga keutuhan dan kebebasan beragama dengan menyatakan menerima Pancasila sebagai Darul Ahdi Wa Syahadah atau Konsensus bersama dari para pendiri bangsa yang final dan mengikat.
Disamping itu, narasi Islam Berkemajuan dari Muhammadiyah dan Islam Nusantara dari Nahdlatul Ulama sangat perlu kita viralkan di lingkup tongkrongan hingga jagat maya sosial kita. Ini adalah upaya nyata dalam melawan dan melemahkan ancaman terbesar negara, yakni fundamentalisme berkedok agama. Fundamentalisme menjadikan sikap keagamaan kita tertutup dan tumpul. Sebagaimana yang dikatakan oleh Fariz Alniezar (2017) bahwa mendapati umat Islam yang mudah marah itu, maka benar teori pentol korek mudah digesek dan cepat menyala. Menyalakan Amarah. Mereka yang menganut dan berpikir fundamentalis akan kalah dengan dunia modern yang menjamin kemajuan dan keterbukaan.
Sebab para fundamentalis merasa sudah final dan selesai dengan apa yang mereka anut. Inilah cikal bakal dari konflik keagamaan yang merasa paling benar dan menutup ruang dialog untuk mencapai titik temu keberagaman. Padahal kitab suci mengajarkan kita untuk bernalar, kita wajib untuk terus menerus memperdalam dan merekonstruksi ulang pemahaman kita tentang apa yang diwahyukan Tuhan dalam kitab suci kepada kita.
Maka yang kita perlukan adalah keagamaan yang terbuka. Yang menuntun kita untuk berpikir kritis, berani, menerima dan orientasi untuk membangun bersama. Bukan sikap fundamentalis yang tertutup dan merasa benar sendiri. Sebab agama yang terbuka akan menjadi kekuatan yang mencerahkan dan mencerdaskan. Dalam pada itu, perlunya dialog lintas keagamaan serta lintas-kultural yang di narasikan oleh setiap organisasi besar di Indonesia. Agar konflik-konflik horizontal yang mencuat atas nama agama dan etnis, mudah untuk di redam dan berkurang bahkan tidak ada lagi.
Seperti lahirnya Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) yang membangun fasilitas dialog antar umat beragama, sehingga konlik-konflik keagamaan di Indonesia sudah sangat minim. Ini perlu menjadi contoh bersama dan penerapan bagi seluruh kelompok-kelompok yang ada agar senantiasa kita temui kebaikan dalam kehidupan bermasyarakat kita. Akhirnya, izinkanlah saya untuk merujuk kembali pada pentingnya dialog dalam berkehidupan. Dialog yang terus menerus memahamkan dan mencerahkan dari pucuk pimpinan masyarakat hingga tataran grass root. Dan dialog yang betul-betul riil dalam kehidupan adalah dialog dengan cara hidup berdampingan secara bersama-sama, adanya kesediaan untuk berbagi dengan orang lain dan selalu berusaha untuk mencari titik temu dalam keberagaman kita.
Editor: Renci
Masyaallah, such as i find the thing i have looking for the answer of my question and find out the answer of the solution for the problem is happen now.
This must read all people of this country😇
And para aktivis yg memiliki banyak perbedaan.