Oleh: Mansurni Abadi
Kurang lebih 31 tahun lalu, Bapak linguistik modern Noam Chomsky dan rekannya Edward S. Herman merilis buku berjudul Pabrikasi Persetujuan: Analisis Ekonomi-Politik tentang media massa, di dalam buku ini, mereka berdua menjelaskan mengapa dan bagaimana media arus utama pada akhirnya beroperasi untuk melegitimasi tindakan imperialis dan mendukung kepentingan elite kekuasaan.
Selain memberikan sejumlah besar bukti empiris melalui analisis konten media, Herman dan Chomsky mengidentifikasi lima filter yang membatasi kemungkinan terciptanya komunikasi demokratis, di antaranya kepemilikan media yang oligarkhis, ketergantungan pada iklan sebagai sumber pendapatan, ketergantungan pada sumber resmi, adanya kritik atau serangan terencana terhadap jurnalis kritis, dan keterjebakan pada ideologi dominian yang semuanya bekerja secara sinergi untuk mempromosikan informasi yang mendukung elit dan memarginalkan pandangan yang mendukung transformasi sosial.
Saat ini, ketika membincang media, kita sudah tidak tersekat lagi pada media berita, tetapi sudah memiliki banyak saluran alternatif yang kita sebut media sosial seperti instagram, telegram, whatsapp, mi-chat, kakao talk, facebook, twitter, dan lain sebagainya. Koran yang dahulu digunakan sebagai media utama berita, kini juga sudah digantikan oleh media online, bahkan televisi kini sudah di gantikan perannya oleh youtube dan situs-situs penyedia video gratis, tentu sangat menarik bagaimana propaganda akhirnya berubah di era baru yang kita sebut revolusi 4.0 ini.
Model propaganda menurut Teori pabrikasi persetujuan
Secara lebih lengkap, dalam buku Pabrikasi Persetujuan (2005), Herman dan Chomsky menjelaskan bagian-bagian penting yang menjadi filter untuk menciptakan berita yang sesuai demi melanggengkan kontrol di antaranya: pertama, ukuran yang terdiri dari kepemilikan terkonsentrasi, kekayaan pemilik, dan orientasi keuntungan dari perusahaan media massa yang dominan. Kedua, iklan sebagai sumber pendapatan utama media massa. Ketiga, ketergantungan media pada informasi yang disediakan oleh pemerintah, bisnis, dan para ahli yang didanai dan disetujui oleh pihak-pihak bagian dari kekuasaan utama ini. Keempat, kritik sebagai cara mendisiplinkan media dan kelima anti-komunisme sebagai agama nasional dan mekanisme kontrol. Elemen-elemen ini saling berinteraksi dan saling menguatkan.. Bahan baku berita harus melewati filter yang berurutan, agar menghasilkan berita yang sesuai.
Dari Noam dan Herman, pada akhirnya kita bisa paham jika aspek kunci dari model propaganda media selalu berawal dari ketidaksetaraan kekayaan dan kekuasaan, sehingga membentuk apa yang dianggap layak diberitakan dan di laporkan hingga sampai pada apa yang dianggap layak didengar, dibaca, dan ditonton oleh khayalak umum.
Namun, disini perlu dicatat bahwa model propaganda bukanlah teori. Teori propaganda membutuhkan teori yang sistematis juga tentang masyarakat dan kapitalisme, di mana peran budaya, ideologi, dan propaganda akhirnya bisa didefinisikan dengan jelas. Masih ada sebenarnya kelemahan dari teori pabrikasi persetujuan diantaranya tidak memasukkan hiburan dan tontonan sebagai filter yang menggantikan dan menjajah komunikasi politik, padahal menurut Jurgen Habermas, hiburan adalah bagian dari proses feodalisasi dan de-politisasi ruang publik, saat hiburan tersebut mendepolitiasasi komunikasi publilk.
Oleh karena itu, yang terbaik adalah memandang model propaganda sebagai daftar elemen yang belum tentu lengkap baik dan masih harus terus di revisi, seperti halnya pada elemen kelima yang menuliskan anti-komunisme sebagai salah satu filter, mungkin sebaiknya digeneralisasikan dalam hal ideologi dominan yang mempengaruhi media saat ini, karena komunisme pada dasarnya sudah tidak kuat lagi. Adapun ideologi neo-liberalisme lah yang akhirnya semakin menguat, namun meskipun terdapat kritik, model propaganda dari pabrikasi persetujuan tetap relevan untuk menganalisis propaganda hingga era digital ini. Terlebih lagi, dengan pembacaan saya terhadap buku dari Alan Mcleods berjudul “Propaganda in the Information Age: Still Manufacturing Consent”, yang pada akhirnya membawa saya pada kesimpulan bahwa jika kita tetap bisa menggunakan teori dari Noam Chomsky untuk menganalisis propaganda baru yang diciptakan oleh dunia digital, akan tetapi kita juga tetap membutuhkan penyempurnaan dan perluasan lebih lanjut yang membawa kita melampaui teori ini untuk sampai pada kritik kapitalisme, yang bisa menganalisis lebih jauh lagi elemen anti-demokrasi dari kekuatan negara.
Editor: Renci