Oleh: Yahya Al-Amin
Lukman Al-hakim pernah berkata pada anaknya bahwa manusia itu dibagi menjadi tiga bagian: 1/3 untuk Allah, 1/3 untuk dirinya sendiri, dan 1/3 untuk ulat atau cacing tanah. Bagian untuk Allah adalah ruh kita yang akan dikembalikan kepada Rabb semesta alam. Selanjutnya adalah bagian untuk diri sendiri yaitu segala amal yang kita lakukan akan bermanfaat atau bahkan merugikan kita sendiri, karena pada dasarnya kita diberi kebebasaan unntuk bertindak, bebas memilih apa yang akan dilakukan, namun apa yang kita lakukan akan dipertanggung jawabkan. Terakhir adalah bagian untuk menjadi makanan bagi cacing tanah, sudah jelas ini adalah fisik yang diamanahkan Allah kepada manusia untuk dijadikan alat dalam berbuat kebaikan. Sesempurna apa pun fisik manusia, jika sudah tidak ada ruhnya sudah dipastikan akan jadi santapan bagi cacing, belatung, jamur atau organisme lain, dan hancur menjadi tanah.
Ada sebuah kalimat pengingat yang menurut saya menggelitik, tetapi sarat makna di dalamnya, “Perbaiki akhlak ya cantik, jangan hanya memikirkan good looking terus, karena malaikat tidak akan baper melihatmu”. Namun, dalam perspektif lain, bukan berarti kita merasa acuh terhadap mengurusi anggota tubuh kita, melainkan itu suatu tanggung jawab personal terhadap amanah yang diberikan. Berolahraga, mandi, makan, dan lainnya. Aktivitas tersebut bisa menjadi berpahala tatkala didasarkan untuk Allah. Disini, penulis akan mengulik sedikit tentang otak. Pembahasan tentang nikmat dan anugrah sebuah organ yang terdiri dari milyaran neuron, sebuah superkomputer yang setiap orang memiliki potensi yang luar biasa hebat, yang setiap detik bekerja bahkan ketika tidur, yang ukurannya tidak lebih dari sayur kol, serta fakta-fakta yang itu seharusnya membuat kita lebih bersyukur.
Seorang pakar psikologi dan memory Tony Buzan mengatakan:
“Otak anda terdiri dari triliunan sel otak. Setiap sel otak adalah seperti gurita kecil yang begitu kompleks. Ia memiliki sebuah pusat, dengan banyak cabang, dan tiap cabang memiliki banyak koneksi. Tiap-tiap sel itu jauh lebih kuat dan canggih dari kebanyakan komputer di planet ini. Setiap sel tersebut saling berhubungan dengan ratusan ribu sampai puluhan ribu sel yang lain, dan mereka saling bertukar informassi. Hal ini sering disebut sebagai jaringan yang paling mempesona, benda yang begitu kompleks dan setiap orang memiliki.”
Setiap orang mempunyai superkomputer yang mempunyai potensi yang luar biasa, jangan sampai potensi yang diberikan justru tidak digunakan, dianggurkan, dikucilkan, atau malah dimatikan oleh diri sendiri yang membuat potensi menjadi impotensi. Bayangkan saja, organ yang beratnya tidak sampai 1,5 kilogram terdapat 1 triliun sel otak, 100 miliar neuron, 900 miliar sel lain, dan setiap 1 dari 100 miliar neuron memilki cabang hingga 20.000 cabang yang itu sudah ada sejak kecil. Sebuah angka dengan angka nol dibelakang yang ketika melihat sudah terbayang bagitu banyak, belum lagi ketika itu dijumlah dan dikalikan.
Menurut Prof. Rosenzweigh, bahwa pertambahan usia tidaklah mengurangi kemampuan berpikir seseorang, walaupun kehilangan 10.000 sel otak setiap hari terhitung dari lahir sampai usia 80 tahun, yang jika dijumlah kehilangan sel otak tidak melebihi 3%. Menukil dari buku Muwafik Saleh pada bab kekuatan potensi otak, menurut Imam Al-Ghazali seorang jenius hanya menggunakan 5-10% saja dari kapasitas otak yang memiliki 1 triliun sel otak. Lantas kemana perginya sisa 90% lebih itu? Bagaimana jika manusia bisa menggunakan otaknya 100%?
Optimalkan Potensi Otak
Setiap manusia mempunyai superkomputer yang luar biasa potensinya. Untuk mengotimalkan potensinya kita harus mengaktifkan dan merangsangnya. Dengan melakukan aktivitas, maka otak akan berinteraksi dan merangsangnya. Berbeda dengan orang yang bermalas-malasan, pasif, dan tidak beraktivitas, sesungguhnya dia malah membunuh potensi otaknya. Para ilmuan dari California, Prof. Marian Diamond meneliti otak tikus dan membandingkan dengan otak manusia, yang dalam penelitiannya menempatkan tikus dalam kandang yang baik terdapat beberapa tikus, menggunakan mainan dan berinteraksi. Pada tikus lainnya, ditempatkan pada kandang yang tertutup dan sendirian. Hasilnya, tikus yang hidup dalam lingkungan yang baik jumlah dendrit dalam otak melonjak drastis, pada tikus yang dilingkungan buruk terjadi sebaliknya. Lalu diuji coba dalam sebuah labirin untuk mencari makan, tikus yang cerdas dengan mudah menemukan makanan, juga sebaliknya, tikus yang lain kesulitan menemukan makanan.
Dapat kita simpulkan bahwasanya lingkungan mempengaruhi kita dalam merangsang potensi otak. Lingkungan yang baik akan membuat kita terpacu dalam membiasakan hidup yang baik pula, meningkatkan aktivitas, mengambil keputusan yang terbaik, meningkatkan kecerdasan, dan dapat keberhasilan dalam menjalani kehidupan. Salah satu cara merangsang potensi otak adalah dengan menjalin silaturahmi atau hubungan sosial. Dalam penelitian lain, dengan menjalin hubungan sosial memberikan perlindungan terhadap gejala penyakit alzeimer atau matinya saraf dalam otak yang mengakibatkan terhambatnya transfer informasi dan daya ingat.
Mungkin ini salah satu maksud dari hadist Nabi Muhammad yang berbunyi:“Barang siapa senang untuk dipanjangkan umurnya dan diluaskaan rezekinya, serta dihindarkan dari kematian yang buruk, maka hendaknya dia bertaqwa dengan kepada Allah dan menjalin silaturahmi”. Tidak ada alasan untuk tidak bersyukur kepada Allah, diatas baru satu organ, belum yang lain. Dan tidak ada alasan untuk tidak mengucap Alhamdulilah.
Editor: Renci