Oleh: Agus Wibowo
Dalam ruang kehidupan berbangsa dan bernegara, istilah kritik mungkin sedikit riskan untuk di ungkapkan, terlebih apabila mengandung unsur-unsur propaganda yang terkesan menjatuhkan pihak-pihak tertentu. Ada hal yang perlu diperjelas apabila menyinggung tentang teori kritik, baik sebagai masyarakat biasa maupun masyarakat yang memiliki peran-peran khusus (jabatan) dalam sebuah lembaga negara. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), kata kritik di artikan sebagai sebuah wujud tanggapan yang disertai dengan uraian dan pertimbangan atas baik atau buruk terhadap suatu karya, pekerjaan atau pendapat-pendapat tertentu. Siapapun yang dikritik dan bagaimanapun cara penyampainnya, tidak akan dinilai menyenangkan bagi pihak yang dikritik.
UUD 1945 pasal 28 memberikan jaminan setiap warga negaranya untuk bebas mengeluarkan pendapat, baik secara lisan maupun tulisan, namun nyatanya, masih banyak masyarakat yang salah dalam mempersepsikan ataupun menginterprestasikan kritik. Kritik bermuara pada dua fungsi utama. Pertama, judgment yang artinya memberikan penilaian terhadap sesuatu hal. Kedua, interpretasi atau analisis tentang suatu hal yang dinilai memiliki masalah. Dua hal fungsi ini yang memberi penjelasan bahwa kritik banyak diartikan sebagai usaha dalam menganalisis melalui proses pendalaman dan diungkapkan melalui tanggapan secara objektif yang bisa dipertanggungjawabkan secara data dan fakta terhadap sesuatu yang dikritik.
Bukan Etika, tetapi Aturan Main
Memberi kritik kurang relavan apabila etika dijadikan landasan perilaku, sebab dalam konteks beberapa hal memberikan kritik boleh dilakukan oleh siapa saja, selama itu masih dalam batas hak sebagai warga negara. Dalam bernegara, pejabat dikritik rakyat itu sudah menjadi keniscayaan, namun apabila seorang warga negara ingin menyampaikan kritik harus dengan etika kesantunan, maka sejatinya kritik tersebut sudah direduksi maknanya menjadi hanya sebuah nasehat. Munculnya istilah kritik yang membangun itu juga bagian dari usaha menyamarkan makna penyampaian kritik.
Pagar Anti Kritik
Kita sering mendengar, jika kritik itu harus disampaikan secara santun, bersifat membangun, disisi lain juga harus disertakan dengan solusi. Ada hal yang perlu digaris bawahi bahwa pihak yang memberikan kritik tentu memahami kapasitas kemampuannya sebagai seorang kritikus, bisa saja kritik yang disampaikan itu memberikan alternative solusi, tetapi tidak bisa dipaksakan sebagai solusi. Dalam hal ini, yang memiliki keleluasaan dalam menciptakan solusi adalah dari pihak yang diberi kritik. Ada beragam pagar anti kritik yang mungkin sering kita dengar, mulai dari kritik harus diikuti dengan tindakan nyata, kritik harus santun, kritik yang membangun semua istilah-istilah tersebut merupakan pagar anti kritik yang sengaja diciptakan sebagai bentuk propaganda sosial agar makna kritik itu menjadi tumpul dan dianggap biasa (bukan masalah). Istilah kritik yang disuarakan dalam alam demokrasi represif tentu tidak akan banyak dinilai baik bagi para pemangku kekuasaan, hal ini disebabkan karena memang sistem yang diciptakan didesain statis serta dengan dinamika yang tidak berlebihan. Ini yang menjadikan kritik dinilai mengerikan di dalam sebuah negara demokrasi. Sudah seharusnya alam demokrasi itu memberikan kebebasan bagi makhluknya untuk menjadikan kritik-pendapat sebagai sarana dalam berdialog tanpa harus dijadikan perkara hukum bagi pihak-pihak yang menerima kritik.
Editor: Renci