• Tentang
  • Kontak
  • Tim Redaksi
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi
No Result
View All Result
Mahanpedia
No Result
View All Result
Home Essay

Ranah Manusia Adalah Berusaha

mahanpedia by mahanpedia
1 tahun ago
in Essay
3 min read
0
0
SHARES
190
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Yahya Al-Amin

Bangun dipagi hari, bisa menghirup udara segar, dan melihat matahari terbit adalah nikmat yang diberikan Allah kepada kita. Disaat seperti ini, kita diberi kebebasan untuk memulai hari dengan kebaikan atau dengan kekufuran, memilih melaksanakan kewajiban sholat subuh, meminta perlindungan kepada Allah dengan kalimat do’a dan dzikir yang sudah tersusun rapi dalam dzikir pagi petang,  membaca Alqur’an, dilanjutkan sholat dhuha, atau segala amalan baik lainnya yang dicintai Allah. Atau memilih memuaskan nafsu tidur kita, matahari dari timur terbit melihat kita tidur, bangun ketika yang lain sudah sibuk dengan tanggung jawab masing-masing, dan segala amalan yang hanya membuang buang waktu.

Dimalam hari bebas berencana apa-apa yang dilakukan esok hari, rencana usaha-usaha sudah tertata rapi, pikiran-pikiran yang sudah terbayang betapa lelah dan sibuknya kegiatan yang dilakukan. Dan memang seperti itulah, manusia diberi akal yang bisa digunakan untuk berpikir dan merencanakan, disamping itu, akal manusia harus sampai untuk memikirkan bahwa rencana yang disusun rapi dan dikira sudah sempurna itu belum tentu yang terbaik buat diri. Pikiran manusia harus  sampai pada rencana dan takdir Allah lah yang terbaik.

      Dan tidak satu pun makhluk bergerak (bernyawa) dibumi melainkan dijamin Allah rezekinya. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata (Loh Mahfuz). (QS Hud : 6)

Jika semua takdir kita sudah tertulis jelas, mengapa kita tetap harus berusaha? Ketika salah satu teman saya tanya perihal ini, dia menjawab dengan tegas bahwasannya kita tidak tau apa takdir kita yang ditulis. Kita diberi kebebasan untuk mengisi hari dengan berusaha atau dengan berdiam. Sesungguhnya bukan tentang apa yang terjadi pada kita, tapi bagaimana kita menanggapi apa yang terjadi pada kita. Setiap manusia diberi waktu yang sama sehari semalam, yaitu 24 jam, tinggal bagaimana kita menanggapi waktu 24 jam tersebut.

Silahkan dipahami dan direnungi jika perlu.  Naskah sutradara kita tahu di depan, naskah Tuhan kita tahu dibelakang. Pesan dari Sujiwo Tejo menunjukan bahwa manusia bebas berencana sebelum berusaha, namun setelah berusaha, baru kita tahu takdir yang sudah tertulis, apakah itu sama dengan yang direncanakan atau berbanding terbalik. Takdir Allah adalah apa-apa yang sudah terjadi, dan yang belum terjadi kita bisa memilih takdir dengan berusaha berbuat baik atau hanya membuang waktu bahkan bermaksiat kepada Allah.

Manusia harus berani mencoba, berani kalah, berani salah, dan yang paling penting adalah berani melibatkan Allah dalam setiap keberanian untuk berusaha. Tidak akan ada langkah kedua jika tidak ada langkah pertama, tidak ada tinta yang menjadi tulisan jika tidak ada yang menorehkannya, intinya, semua hanya perlu tindakan. Tidak akan tahu hasilnya jika belum mencoba, urusan gagal atau hasil yang memuaskan adalah reaksi dari tindakan untuk berani mencoba.

Saya tidak mengatakan hasil dari usaha adalah gagal dan sukses, karena sukses menurut saya adalah ketika sudah berani melangkah mencoba, tapak kaki maju, mental dipacu, angan jangan terbelenggu, jangan menyiakan waktu, hati yang selalu tawadhu, dan doa yang dimaksimalkan di sholat tahajud.

Terkadang saya berpikir, gagal dan hasil memuaskan hanya sebagai penyemangat untuk bagaimana kita menanggapi apa yang terjadi, apakah kita berhenti atau lebih kencang lagi. Kegagalan is not always bad men!. Perspektif pada kegagalan yang membuatnya semakin memburuk. Dalam buku, ada yang menuliskan bahwa kegagalan manusia itu mempunyai batas, dan suatu saat akan habis jika terus dikurangi. Dan Islam tidaklah mengajarkan untuk doa tanpa usaha, tapi di dalam sekeras apapun usaha manusia tetap harus  berserah diri pada yang Maha Segala-galanya.

Manusia yang lemah, manusia yang harus memiliki penopang, manusia yang harus dituntun. Karena manusia hanya pengusaha, bukan penghasil apalagi penentu.“Wahai Tuhan yang Maha Hidup, wahai Tuhan yang terus-menerus mengurus makhluk-Nya, dengan rahmat Mu aku memohon pertolongan(mu), perbaikilah segala urusanku dan janganlah Engkau menyerahkan (urusan)ku kepada diriku sekejap matapun” (Shahih at-Targhib wa at-Tarhib).

Editor: Renci

Previous Post

Muadzin Sosial

Next Post

Tren Baru Kerja Sambil Kuliah

Next Post

Tren Baru Kerja Sambil Kuliah

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Popular Posts

Essay

Bonus Demokrasi dan Nawacita

by mahanpedia
Februari 27, 2023
0
8

Oleh : Fahrudin Hamzah Ketua Bidang Teknologi dan Informasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus...

Read more

Bonus Demokrasi dan Nawacita

Literasi Berada di Jurang Degradasi

Muhammadiyah; Dari Kiyai Haji menjadi Profesor?

Bukit Idaman: Ekowisata peduli sesama

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Nilai-nilai Dasar Dalam Etika Berdigital

Load More

Popular Posts

Hablum Minal’alam: Menjaga Lingkungan Bernilai Ibadah

by mahanpedia
September 2, 2021
0
2k

Akhlak Mulia Generasi Zaman Now

by mahanpedia
September 16, 2020
0
1.8k

5 Hal Misterius tentang Amado

by mahanpedia
September 6, 2021
0
1.6k

Mahanpedia

Mahanpedia adalah media belajar bersama untuk saling menginspirasi membangun kemajuan melalui gerakan literasi.

  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi
  • Kontak

© 2020 Mahanpedia.id – Inspirasi untuk kemajuan.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi

© 2020 Mahanpedia.id