Oleh: Fathan Faris Saputro (Founder Rumah Baca Api Literasi)
Pribadi tangguh dalam istilah agama, merupakan pribadi yang memiliki kemampuan untuk bersyukur apabila ia mendapat sesuatu yang berkaitan dengan kesuksesan, kebahagiaan mendapat rezeki, dan lain-lain. Sebaliknya, jika ia mendapati sesuatu yang tidak diharapkannya, baik berupa kegagalan, kesedihan, mendapat bencana dan lain-lain. Pribadi seperti ini memposisikan setiap kejadian yang menyimpannya adalah atas ijin dan kehendak Allah SWT. Ia pasrah dan selalu berusaha untuk bangkit dengan cara mengambil pelajaran dari setiap kejadian tersebut. Pribadi pantang menyerah ini bukan saja semata-mata secara fisik, namun yang lebih penting justru adanya sifat positif dalam jiwanya yang begitu tangguh dan kuat.
Kesulitan hidup yang dialami seseorang merupakan pintu masuk bagi munculnya tindakan-tindakan negatif pada diri seseorang seperti munculnya perilaku korupsi bisa jadi pada awalnya karena adanya masalah ekonomi yang dihadapi seseorang. Penggunaan narkoba dapat juga berangkat dari ketidakmampuan seseorang mengatasi masalah yang dihadapinya, karena dengan penggunaan narkoba seseorang secara subjektif merasakan dapat keluar dari masalahnya. Maka salah satu karakter positif yang perlu dikembangkan adalah kemampuan resilience.
Kehidupan kini yang semakin kompleks dan penuh tantangan, selain pribadi yang cerdas dan baik, diperlukan juga ketangguhan, kepribadian tahan banting agar dalam menghadapi berbagai tantangan, kesulitan hidup maupun berbagai bencana, baik sebagai pribadi, kelompok, suatu bangsa, bangsa Indonesia mampu bertahan bangkit dan terus maju menghadapi berbagai situasi yang tidak diharapkan tersebut. Maka kemampuan ini disebut sebagai kemampuan resilience dan yang menguntungkan adalah jenis kemamuan ini dapat dilatihkan.
Resilience merupakan kemampuan dan keterampilan yang diperoleh melalui pengalaman dan interaksi individu dengan lingkungannya. Oleh karena itu, resilience dapat dikembangkan ke ranah positif melalui latihan-latihan pengembangan keterampilan resilience.
Pribadi Tangguh (resilience) dan Kesehatan Mental
Resilience merupakan faktor kunci dalam melindungi dan sekaligus meningkatkan kesehatan mental yang baik. Resilience merupakan sebuah kualitas yang membuat seseorang dapat beradaptasi dengan jatuh bangun kehidupannya. Setiap individu dalam menjalani kehidupan sehari-hari mengalami banyak peristiwa. Di antaranya dihayati sebagai peristiwa buruk, yang tidak menyenangkan dan menekan batin. Setiap peristiwa buruk akan menimbulkan konsekuensi-konsekuensi bagi individu yang berupa tingkah laku atau emosi tertentu. Suatu peristiwa yang sama seringkali dihayati secara berbeda-beda oleh dua individu atau lebih.
Orang yang tangguh dapat secara efektif mengatasi atau beradabtasi dengan situasi-situasi kehidupan yang penuh tekanan dan masalah. Aspek lain dari kepribadian resilience ini yaitu kemampuan seseorang untuk tidak hanya mampu bangkit dari situasi sulit, namun juga dapat menggunakan pengalamannya untuk membangun kekuatan diri sehingga dapat berkembang sebagai pribadi yang lebih baik dalam mengatasi tekanan dan tantangan di masa akan datang.
Sebagian dari menjadi peribadi yang tangguh (yang resilience) adalah memiliki kesehatan mental yang baik atau dapat juga disimpulkan bahwa sebagian dari kesehatan mental yang positif melibatkan kemampuan resilience. Oleh karena itu, usaha meningkatkan kesehatan mental adalah meningkatkan kesehatan mental yang positif, sehingga membangun resilience juga meningkatkan kesehatan mental.
Manusia tidak akan terlepas dari permasalahan-permasalahan hidup yang terkadang mendatangkan kondisi yang menekan dimana dapat menimbulkan dampak negatif baik fisik maupun psikis. Menurut Sabtrock, ketakutan akan kegagalan dalam mencapai kehidupan yang sukses sering kali menjadi alasan munculnya stres dan depresi pada manusia. Untuk menghadapi berbagai permasalahan tersebut diperlukan kemampuan individu agar dapat beradaptasi terhadap kondisi tersebut dimana dapat meningkatkan potensi diri setelah menghadapi situasi yang penuh tekanan. Kemampuan itulah yang disebut sebagai keterampilan resilience. Dengan demikian menjadi orang yang resilience berarti membuat seseorang memiliki kesehatan mental yang baik.
Latihan Berhenti Berpikir
Saat seseorang mendapatkan masalah, sangat mudah untuk berpikir dari sudut pandang negattif tentang pengalaman anda. Pemikiran negatif seolah-olah muncul secara otomatis. Namun, individu memiliki kendali atas dirinya sendiri, memiliki kendali atas apa yang ia pikirkan maka pemikiran negatif orang sebanarya dapat diatasi. Seseorang tidak dapat berpikir secara positif bersamaan dengan berpikir secara negatif. Jadi saat anda berpikir negatif, pemikiran positif tidak mungkin terjadi. Untuk dapat memulai melatih diri individu berpikir positif, anda dapat memulai latihan “berhenti berpikir negatif”. Tekniknya sederhana. Seseorang dapat dilatih untuk berhenti berpikir negatif.
Beberapa latihan keterampilan resilience yang telah dijelaskan diharapkan dapat meningkatkan kemampuan ketangguhan pada seseorang yaitu pribadi yang dapat menghadapi dan mengatasi situasi-situasi yang buruk seperti situasi penuh tekanan dan mengancam dengan cara yang baik dan tepat. Pengembangan resilience perlu didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat.
Intervensi Respon Emosi
Ketika seseorang menilai sesuatu situasi bersifat mengancam. Respons emosional seperti takut, cemas, marah secara otomatis dialami. Tiap orang pada dasarnya mampu menghambat respon emosional yang tidak menyenangkan tersebut dengan teknis relaksasi. Relaksasi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan ketenangan atau merasa santai. Keadaan tenang tersebut ditandadi oleh penurunan detak jantung, tekanan darah, kecepatan napas, ketegangan otot, dan kecepatan metatabolisme tubuh serta melambatnya gelombang otak. Ada banyak hal yang dapat membuat kita rileks seperti ibadah, bermain dengan anak, mendengarkan musik, mandi dengan air hangat, menonton TV, di pijat atau menikmati pemandangan alam. Teknik relaksasi juga dapat dilakukan dengan mengatur pernapasan dan perhatian kita.
Editor: Renci