Oleh: Agus Wirdono
Korelasi agama pada etika moral sangat melekat, akan tercermin dari manusia yang berbudi pekerti luhur, dapat dikatakan bahwa etika dan agama adalah dua hal yang saling berkaitan, dan bersinggungan di antaranya. Agama mendorong pemuda untuk mencapai tatanan etika dalam bernegara, begitu juga negara, merupakan instrumen dalam mengurus suatu bangsa yang berkemajuan, etika moral dalam kehidupan sangat penting dalam kehidupan dan berbangsa dan bernegara.
Terciptanya moral, tidak terlepas dari agama, yang menuntunnya ke dalam nilai sebuah moral yang, yang dapat menyatukan bangsa. Tanpa agama moral akan menjadi kacau. Ooleh sebab itu, agama menjadi landing sector bagi pemuda dari terciptanya sebuah etika moral dalam keseharian bagi pemuda. Agama merupakan awal mula etika moral bagi pemuda dalam bertindak.
Etika dasar yang berdasarkan agama, sebagai pondasi awal, merupakan hal yang sangat relevan dengan kehidupan berkelanjutan, sehingga apa yang menjadi harapan Pemuda Indonesia, dalam mengurus bangsa menjadi lebih baik. Pondok pesantren tentunya kerap kali mengedepankan sebuah nilai etika, yang di tanamkan pada setiap santrinya, sehingga agama menjadi sebuah akar para pemuda dalam pembinaan akhlak yang baik.
Teringat ucapan almarhum Prof. Suyatno, yang pernah menjabat sebagai Rektor UM Bandung, beliau mengatakan pada sebuah Seminar Nasional Penelitian dan Pengabdian Masyarakat, di Muhammadiyah kala itu, bahwa berkemajuan adalah orang yang mampu memberi pencerahan, bagaimana bisa kita memberikan pencerahan, yang artinya keharusan membekali diri dengan ilmu. Maka, berkemajuan adalah orang yang mencintai ilmu, mencari ilmu dan mengamalkannya, bagaimana bisa mencerahkan kalau tidak membekali dengan ilmu.
Dalam konsep lain bahwa, pemuda yang dibekali dengan ilmu pengetahuan dan berwawasan luas akan mampu, sebab ilmu menjadi pondasi kedua setelah etika atau akhlak sebagai pendorong pemuda dalam meneruskan perjuangan para pahlawan. Pemuda yang menjadi luas dalam pemikirannya mampu menciptakan pemuda-pemuda yang bisa membangun bangsa. Mereka jelas tidak berpangku tangan dan menjadikan dirinya terus melakukan perubahan, juga menjalankan proses pembelajaran formal dan informal yang tidak pernah berhenti.
Keterlibatan pemuda dalam setiap rutinitas baik itu organisasi publik, bisnis, maupun sosial masyarakat pada akhirnya menjadikan mereka memiliki nilai berkemajuan. Di mana pun mereka berada, mutiara akan tetap mutiara meskipun di dalam lumpur kotor sekalipun. Seperti itulah pemuda yang mempunyai kekuatan dalam diri, meskipun lingkungan kurang baik, ia akan tetap baik dan kuat.
Pergerakan di setiap aktivitas pemuda, menorehkan sebuah nilai luhur dalam penerapannya, ditambah dengan pemuda memiliki nilai dan prinsip berkemajuan. Mereka akan mampu menarasikan dalam gerak moral kebangsaan berdasarkan keilmuan. Adanya kebiasaan diri dalam berpikir juga akan menumbuhkan pola pikir yang jauh ke depan. Hal yang ia miliki jelas mempunyai arti baik ucapan lisan dan perbuatannya selalu disaring serta atas dasar pemikiran yang kritis berdasarkan realitas yang ada.
Pada akhirnya pemuda inilah yang mampu membangun peradaban, tentunya harus disesuaikan dengan struktur budaya dan sosial masyarakat sesuai dengan cita-cita para founding father bangsa ini. Gramci mengatakan bahwa semua orang adalah intelektual, namun tidak semua orang memiliki fungsi intelektual. Golongan intelektual adalah kaum terpelajar yang setia pada ikrar untuk meruntuhkan dominasi kuasa negara negatif, sekaligus pula membangkitkan layu dan rapuhnya masyarakat di akar rumput.
Tantangan besar bagi pemuda adalah menerapkan kemewahan terakhir pemuda, yakni idealisme. Seorang intelektual dituntut agar mampu menjaga kemewahan ini, idealismenya, untuk dapat menjadi jembatan penyambung lidah rakyat.
Maka di masa pandemi ini, pemuda dituntut agar mampu menjadi landing sector berbasis intelektual, dan di situ pula pemuda diuji atas intelektualnya. Secara sadar atau tidak pemuda harus menjalankan intelektualitas sebagai kontrol sosial terhadap publik, yang berlandaskan Pancasila, dan agama sebagai kontrol moral dalam setiap pergerakan. dalam menyuarakan amar ma’ruf nahi munkar dalam bingkai NKRI.
Ke depannya, pemuda mampu sebagai pemimpin bangsa yang penjiwa dan pengorganisator dari sebuah kebijakan publik. Arah pandang pemuda dalam proses bernegara, dapat dilakukan dengan berbagi macam aktivitas kepemudaan, yang bertujuan untuk merawat ke-bhineka-an di tengah-tengah masyarakat Indonesia, yang saat ini penuh dengan ujian kerukunan, baik itu antar agama golongan maupun organisasi masyarakat yang ada di tanah air. Melalui momentum Sumpah Pemuda, bahwa ke depannya pemuda akan lebih baik, dalam melakukan perubahan dalam mencerahkan bangsa.
Editor : Dwi Novi Antari