Oleh: Vrendi S. R.
Manusia sebagai khalifah dimuka bumi, sebagaimana Allah SWT mengamanatkan di dalam QS. Al-baqarah ayat 30, manusia diutus sebagai khalifah (pemimpin), dalam arti lebih mendalam, ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia adalah sebagai administrator, pengelola sumber daya yang ada dimuka bumi. Allah SWT memberikan hak kepada manusia untuk memanfaatkan apa yang ada di atas permukaan bumi guna memudahkan hidupnya sendiri. Namun, selain keistimewaan tersebut, manusia juga diberikan tanggung jawab untuk mengelola pemberian Tuhan secara arif, bijaksana dan penuh etika, yakni menjaga bumi dan isinya, yang menekankan pada pemanfaatan dan pengeloaan Sumber Daya Alam (SDA) bagi pembangunan dan kelanjutan pembangunan secara lestari. Sesuai dengan anjuran Rasulullah SAW untuk hidup sederhana dan tidak berlebihan terhadap harta dan sumber daya yang kita miliki dan Hal tersebut juga agar menciptakan harmoni dan keseimbangan.
Untuk menciptakan keseimbangan, diperlukan kesadaran yang bersumber dari dalam diri manusia itu sendiri, yang mendasar dan dijadikan prinsip dalam hidup. Salah satu caranya yaitu dilakukan dengan membedah sumber utama ajaran keagamaannya, guna menanggulangi kerusakan lingkungan lebih parah. Langkah awal yang harus kita lakukan untuk menangani masalah lingkungan dan membangun kesadaran ekologi masyarakat adalah dengan memperkenalkan dan mengajak mereka untuk mengenal dan melaksanakan prinsip-prinsip kesalehan lingkungan yang ada dalam sumber utama ajaran agama agar dapat di implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya untuk menumbuhkan kesadaran dan kesalehan terhadap lingkungan harus dimulai dari pengetahuan kita tehadap unsur-unsur etika lingkungan. Unsur-unsur untuk membangun kesadaran ekologis di antaranya yaitu manusia harus belajar untuk menghormati alam, harus memberikan suatu perasaan tanggung jawab khusus terhadap lingkungan lokal, karena manusia bagian dari biosfer, maka ia harus merasa bertanggung jawab terhadap kelestarian biosfer. Kesadaran terhadap lingkungan menuntut tidak melakukan kerusakan, mengotori dan meracuni, serta solidaritas dengan generasi-generasi yang akan datang terhadap pemanfaatan SDA.
Atas dasar itu, seseorang dikatakan memiliki kesalehan ekologi yang menurut Ghazali jika seseorang telah memiliki kesalehan ekologi maka orang tersebut akan mampu untuk memahami, memikirkan dan menginsyafi makna lingkungan, kegunaan dan kemanfaatan serta hakekat dari keberadaan lingkungan itu di dunia ini.
Ada beberapa prinsip-prinsip yang harus dipenuhi untuk menumbuhkan kesadaran ekologi manusia dalam berinteraksi dengan lingkungan hidup. Berikut adalah prinsip-prinsip yang dapat menjadi pegangan dan tuntunan untuk membangun kesalehan ekologi bagi manusia dalam berinteraksi dengan alam, yaitu pertama, sikap hormat terhadap alam, dalam hal ini Allah telah berfirman dalam QS. Al-Anbiya:107, “Dan tiadalah kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” Rahmatan lil alamin bukanlah sekedar motto Islam, tapi merupakan tujuan dari Islam itu sendiri. Sesuai dengan tujuan tersebut, maka sudah sewajarnya apabila Islam menjadi pelopor bagi pengelolaan alam dan lingkungan sebagai manifestasi dari rasa kasih bagi alam semesta tersebut. Selain melarang membuat kerusakan di muka bumi, Islam juga mempunyai kewajiban untuk menjaga lingkungan dan menghormati alam semesta yang mencakup jagat raya yang didalamya termasuk manusia, tumbuhan, hewan, makhluk hidup lainnya, serta makhluk tidak hidup.
Kedua, prinsip tanggung jawab. Terkait dengan prinsip hormat terhadap alam di atas adalah tanggung jawab moral terhadap alam, karena manusia diciptakan sebagai khalifah (penanggung jawab) di muka bumi dan secara ontologis manusia adalah bagian integral dari alam. Sesuai dengan firman Allah dalam surah al Baqarah : 30. Kenyataan ini saja melahirkan sebuah prinsip moral bahwa manusia mempunyai tanggung jawab baik terhadap alam semesta seluruhnya dan integritasnya, maupun terhadap keberadaan dan kelestariannya. Setiap bagian dan benda di alam semesta ini diciptakan oleh Tuhan dengan tujuannya masing-masing, terlepas dari apakah tujuan itu untuk kepentingan manusia atau tidak. Oleh karena itu, manusia sebagai bagian dari alam semesta, bertanggung jawab pula untuk menjaganya.
Ketiga, prinsip kasih sayang dan kepedulian terhadap alam. Sebagai sesama anggota komunitas ekologis yang setara, manusia digugah untuk mencintai, menyayangi, dan melestarikan alam semesta dan seluruh isinya, tanpa diskriminasi dan tanpa dominasi. Kasih sayang dan kepedulian ini juga muncul dari kenyataan bahwa sebagai sesama anggota komunitas ekologis, semua makhluk hidup mempunyai hak untuk dilindungi, dipelihara, tidak disakiti, dan dirawat.
Sebagaimana dimuat dalam sebuah Hadis shahih : Dari Anas radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Tidak seorang pun muslim yang menanam tumbuhan atau bercocok tanam, kemudian buahnya dimakan oleh burung atau manusia atau binatang ternak, kecuali yang dimakan itu akan bernilai sedekah untuknya.” (HR. Bukhari)
Dalam hadis lain dijelaskan Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Jauhilah dua perbuatan yang mendatangkan laknat!” Sahabat-sahabat bertanya, ”Apakah dua perbuatan yang mendatangkan laknat itu?” Nabi menjawab, “Orang yang buang air besar di jalan umum atau di tempat berteduh manusia.
Sebagai manusia yang beragama, khusunya yang beragama Islam. Kesalehan ekologis juga merupakan bagian penting dari wujud komitmen terhadap Tauhid (Iman). Mengingat Allah SWT memperingatkan dalam firman-Nya yang Artinya: “Telah tampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia; Allah menghendaki agar mereka merasakan sebagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar). Katakanlah (Muhammad), “Bepergianlah di bumi lalu lihatlah bagaimana kesudahan orang-orang dahulu. Kebanyakan dari mereka adalah orang-orang yang mempersekutukan (Allah).” (QS. Ar-rum: 41-42).
Editor: Renci