Oleh: Iqwan Setiawan
Ada beberapa hal yang dekat dengan manusia, tapi tiga hal terdekat adalah maut, cinta, dan sampah. Sampah menjadi yang terdekat karena memang kita adalah makhluk penghasil sampah. Segala aspek di hidup kita bahkan di keseharian pun, tidak ada yang tidak menghasilkan sampah.
Saat kita mandi, kita menghasilkan sampah dengan bekas bekas bungkus sampo atau sabun. Saat kita makan menghasilkan sampah ,baik sampah organik yaitu sisa sisa makanan ataupun non organik yaitu bungkus bungkus makanan yang kita konsumsi, kemudian saat kita bekerja atau pergi sekolah pun masih tetap menghasilkan sampah dengan sampah sampah kertas atau plastik entah dengan berbagai alasan. Saat kita berdakwah pun baik dengan pengajian ataupun acara organisasi, kita tetap menghasilkan sampah dengan bekas bekas botol atau gelas air mineral yang disediakan atau tersedia. Sampah memang tak bisa dilepaskan dari diri manusia bahkan ketika kita tidak berbuat apa-apa tetap saja menghasilkan sampah.
Sering sekali kita melihat fakta bahwa sampah-sampah yang kita hasilkan tidak terkelola atau sekadar dibuang dengan semestinya. Ada beberapa orang yang kita lihat membuang sampah sembarangan dan tidak bijak dalam mengelola sampah sampah mereka sendiri.
Sampah anorganik bukanlah seperti barang gaib yang bisa hilang dalam sekejap atau tak kasat mata. Sampah jenis ini bahkan abadi, lebih abadi dari produsennya yaitu manusia itu sendiri. Ada beberapa sampah anorganik yang bisa berumur lebih dari 100 tahun. Bisa dibayangkan sampah ini bisa melewati beberapa generasi bahkan bisa saja nanti generasi anak-cucu kita ketika menggali artefak yang didapatkan adalah fosil-fosil sampah plastik. Bisa jadi bahwa ketika kita tahu sampah yang kita hasilkan karena berumur panjang menjadi salah satu partisipan dalam penyebab dampak bencana di masa yang akan datang dan beberapa generasi di masa depan terdampak oleh artefak sampah yang kita hasilkan saat ini.
Ada satu firman Allah yaitu ketika suatu perbuatan yang membawa dampak buruk untuk yang orang lain maka pelakunya bisa mendapatkan dosa. Maka, bisa dibayangkan ketika kita membuang sampah sembarangan atau tidak mengelola sampah dengan baik sehingga sampah itu menjadi dampak bencana untuk orang lain bahkan turun temurun dalam beberapa generasi, atau bisa juga sampah yang kita buang sembarangan atau sampah plastik yang tidak kita kelola dengan baik saat ini akan membuat banjir di 20 atau 40 tahun kedepan. Bisa dibayangkan bahwa saat ini kita bisa jadi telah berinvestasi dosa lewat sampah-sampah tersebut. Kita sendirilah yang akan memanen bencana dalam beberapa tahun, dekade, bahkan abad yang diakibatkan sampah kita abadi dan tidak terurai. Bukan sebuah lelucon jika kita gagal masuk surga diakibatkan oleh botol plastik yang kita buang sembarangan. Kenapa dikatakan sampah itu abadi? Karena bisa jadi sampah itu dihadirkan untuk menjadi barang bukti ketika hari pembalasan kelak.
Memang kita saat ini tidak bisa terlepas dari sampah terutama sampah anorganik baik itu plastik, kertas, popok atau pembalut dan lainnya di kehidupan sehari-hari. Namun alangkah bijak ketika kita mempunyai sampah atau menghasilkan sampah untuk bisa menyelesaikannya sendiri. Membuang sampah pada tempatnya adalah salah satu kegiatan yang sepele namun sulit dilaksanakan. Sudah jadi sifat manusia untuk selalu menggampangkan sesuatu. Memisahkan organik dan anorganik memang tidak memakan waktu banyak tapi banyak sekali yang enggan melakukannya.
Sampah memang hal sepele tapi hal sepel ini bisa membawa bencana bagi manusia. Sudah saatnya memulai aktivitas-aktivitas yang dirasa sepele ini, yakni mengurus sampah untuk keberlangsungan alam dan dunia kita. Aktivitas sederhana untuk mengurus sampah dimulai dari keluarga. Sebuah langkah untuk mengurangi dosa-dosa yang bisa jadi menjadi bom waktu dan berdampak panjang. Mengurus sampah memang tampak sepele tapi bagaimana kita bisa mengurus hal besar jika yang sepele tak bisa tuntas.
Editor : Dwi Novi Antari