Oleh: Mansurni Abadi (Anggota PPID dan IMM Malaysia-Singapura)
Kita yang mengutuki politik di satu sisi juga percaya bahwa hanya politiklah yang mampu mengubah kondisi menjadi lebih baik. Kita kemudian berimaji sembari bertindak apa yang kita lakukan hari ini mampu meruntuhkan para tiran, setidaknya kita memiliki kepercayaan entah itu kita sematkan pada gerakan maupun individu pada periode-periode tertentu dalam hidup kita, meskipun pada akhirnya kita sering kecewa karena apa yang tadinya kita harapkan tidak berjalan mulus.
Soal mulus atau tidak ini, tidaklah mengapa karena kepercayaan di politik itu basisnya kemungkinan bukan kepastian, sebagaimana yang Leo Tolstoy dalam novelnya berjudul Perang dan Damai menuliskan tentang “hidup itu terlalu panjang untuk menentukan hal-hal yang sudah pasti. Kita ini lebih baik berharap tentang kemungkinan-kemungkinan”.
Tapi kemudian kita bergerak dari langkah yang sederhana ketika politik menciptakan kondisi yang sakit dengan cara mengembalikannya pada yang subtansial karena kita berharap politik menciptakan produk yang tidak hanya imagologi yakni sebatas manipulasi, sehingga penyelesaian tidak hanya sebatas citra, agendanya hanya sebatas formalitas, apalagi dengar pendapatnya hanya sebatas basa-basi.
Politik yang seperti itu mesti kita tendang jauh-jauh karena menciptakan iklim demokrasi yang penuh dengan kepalsuan. Kondisi ini jika diteruskan akan menjebak masyarakat pada fantasi politik yang fatamorgana. Fatamorgana politik pada akhirnya menyempitkan visi dan misi politik pada yang despotik, esensi pada yang ilusi, demokrasi pada yang oligarki, dan perubahan pada yang palsu.
Kita sebagai para intelektual muda harus bisa menjadikan iklim politik yang baik dengan cara menggiatkan proses rasionalisasi politik sebagaimana menurut Jurgen Habermas dalam Toward a Rational Society yang menenkankan tujuan dari rasionalisasi politik ini untuk meningkatkan wacana kritis politik yang menjadikan mayoritas sebagai masa kritis yang berpotensi atau critical mass. Tapi langkah taktis yang paling mungkin kita lakukan dulu pada dasarnya adalah konsistensi,melalui ranah manapun selama terbukti hasilnya dari sisi ilmiah maka harus terus kita kuatkan.
Langkah taktis berikutnya, menurut Jurgen Haberman harus dimulai dari bawah (from below) yaitu rasionalisasi yang berkembang secara alamiah dalam kalangan masyarakat di akar rumput tanpa ada paksaan atau arahan dari atas. Rasionalisasi dari bawah itu adalah antitesis dari rasionalisasi dari atas yang dikendalikan atau direkayasa oleh kelompok-kelompok elit untuk mengendalikan rakyat jelat .
Ujian bagi intelektual sebenarnya ada pada akar rumput. Apakah mereka mampu meretas banalitas politik atau sebaliknya terjebak pada banalitas politik bahkan memanfaatkan rakyat untuk kepentingannya sendiri. Hal itu bergantung pada komitmen mereka akan tanggung jawabnya sebagai intelektual.
Apa saja tanggung jawab intelektual itu? Ada banyak tafsiran tentang ini namun mengutip yang Noam Chomsky, ahli ahli linguistik yang selalu membuat panas golongan elit Amerika, menekankan pada keberanian untuk berkata benar dan mengekspos segala bentuk kebenaran.
Untuk merealisasikan petuah dari Naom Chomsky memang dibutuhkan intelektual yang bukan sekedar pintar menyimpan informasi dan menuliskan kembali informasi itu tapi harus kritis pikirannnya, bermoral sikapnya, kebenaran misinya, dan profetik visinya.
Jadi menyehatkan politik dari cara yang paling mungkin adalah dengan meningkatkan literasi terhadap yang politik, mengkualitaskan diskusi terhadap yang politik, dan mengawal regulasi proses politik yang lepas dari kepentingan yang pragmati. Generasi muda memainkan peran yang penting jika hendak menyehatkan politik, tapi tidak usah terlalu berat memulai langkah, cukup mulai dari langkah-langkah yang paling mungkin dan paling bisa dilakukan yakni segera hari ini atau esok bersama kawan-kawan dalam keceriaan.
Editor: Dwi Novi Antari