Oleh: Hasbullah
Kritik terhadap proses perkaderan di persyarikatan Muhammadiyah adalah bentuk yang biasa. Perubahan instrumen dan format perkaderan akan terus dilakukan dalam rangka melahirkan kader yang sanggup dan mampu meneruskan risalah gerakan Muhammadiyah. Tentunya, ini semua harus disambut dan juga disalurkan dengan sistematis, agar terjaga kader otentik dan tak berkuasanya kader pendatang. Pusaran persoalan perkaderan adalah sesuatu yang laten dan lazim terjadi. Namun jikalah perkaderan, hanya sebatas seremoni dan menjadi alat eksistensi individu atau kelompok kecil di Muhammadiyah. Jelas ini adalah benalu di Muhammadiyah yang pantas untuk di amputasi dari dahannya.
Porsi perkaderan di Muhammadiyah disetiap level pimpinan, sudah semestinya mempunyai tempat yang luas dan istimewa. Mengapa begitu? Kerena kelahiran Muhammadiyah adalah untuk melawan kemiskinan, kebodohan dan penindasan. Cara menyelesaikan persoalan tersebut adalah dengan menguatkan kader Muhammadiyah baik itu persyarikat, dakwah dan kader bangsa. Kader ini yang terus tumbuh dan berkembang baik di musim kemarau maupun hujan. Kader adalah komponen penting atau tim inti dari sebuah gerakan. Maka formula perkaderan hari ini harus diarahkan pada menyelesaikan persoalan kemanusiaan, berfikir maju dan modern serta berani serta mampu membangun peradaban kehidupan yang baik.
Hari ini, dengan persoalan persyarikatan, keumatan dam kebangsaan yang rumit dan komplek. Tentunya Muhammadiyah membutuhkan kader inovatif dan berkemajuan. Inovatif merupakan kata dengan asumsi bahwa kader Muhammadiyah merupakan manusia yang mampu memperdayakan cipta, rasa dan karsa sehingga Muhammadiyah tampilan dengan tampilan lebih berwarna dan menyejukkan. Persoalan hegemoni kekuasaan misalkan adalah satu dari sekian banyak persoalan yang dihadapi Muhammadiyah dan harus segera diselesaikan. Kemandirian dan teguhnya komitmen ber-Islam, berdakwah dan ber-tajdid dalam gerakan sementara ini yang mampu menjadi senjata Muhammadiyah hari. Senjata ini akan tetap tajam dan tepat diberdaya guna di tangan kader Muhammadiyah yang inovatif.
Keunggulan kader inovatif adalah dia akan selalu kreatif serta berani melakukan eksperimen dalam dunia perkaderan. Semua dilakukan atas dasar pendekatan berpikir kritis, sehingga terjadi keragaman kompetensi kader serta cara berpikir kader yang beragam juga. Kader inovati tentunya dengan cepat menemukan dan memahami sesuatu yang baru khususnya perkaderan. Hal ini disebabkan oleh adanya ide dalam bentuk gagasan dan proses yang dijalankan ditujukan pada hasil yang produktif, efektif serta aplikatif. Sehingga pekaderan merupakan wujud yang bernilai, dari sisi persyarikatan, keagamaan, kemanusiaan bahkan kehidupan.
Berkemajuan merupakan salah satu kata yang diindentikkan dengan Muhammadiyah. Meminjam terjemah dari Prof. Din Syamsudin, berkemajuan yang dimiliki oleh Muhammadiyah sudah tidak berada pada tataran konsep, bukan lagi bersifat teoritis, normatif, dan konsepsional namun menjelma dalam bentuk gerakan atau aksi. Jikalah berangkat dari sini, maka berkemajuan bagi kader Muhammadiyah adalah sebuah keniscayaan. Oleh karenanya, berkemajuan bukan hanya jargon namun dia adalah visi dari kehidupan sejati serta berorientasi atas kemajuan di masa depan.
Kader berkemajuan tidak akan terjebak pada romatisme kemajuan dan kesuksesan masa lalu. Jika romatisme itu melekat pada seorang kader Muhammadiyah, maka Muhammadiyah akan menjadi pengharum tanpa ada penikmatnya. Selain itu, hal tersebut akan menyebabkan kader hanya mampu memplagiasi masa lalu untuk masa sekarang. Hasilnya berkemajuan seperti bungkus makanan yang berisi harumnya saja, tanpa ada isi untuk nikmatnya.
Di lain sisi, berkemajuan juga melekat pada para elit dan kader inti gerakan. Dalam hal ini adalah pimpinan persyarikat yang juga harus menjadi profil dan memiliki karakter berkemajuan. Jika berkemajuan melekat pada penggerak perkaderan, dalam hal ini adalah instruktur dan narasumber. Maka, mereka harus mampu merefleksikan serta menafsir pemikiran calon kader dan kader untuk kepentingan gerakan ke dalam dan ke luar persyaritan. Selalu mengambil pelajaran atas kemajuan terdahulu serta mampu memformulasikan metode dan model dakwah Muhammadiyah.
Akhirnya, terlihat dan tergambar berat untuk menjalankan nilai-nilai berkemajuan, jika hanya berhenti pada tataran dealektika. Selain itu keberat itu terletak pada kesibukan kader Muhammadiyah pada rutinitas dan hanya mengulang kegiatan yang sudah terlaksana. Oleh karena itu, Muhammadiyah harus melahirkan kader-kader yang mampu berfikir dan bergerak futuristik sebagaimana dicontohkan oleh KH. Ahmad Dahlan.
Editor: Dwi Novi Antari