Oleh : Hasbullah (Dosen Universitas Muhammadiyah Pringsewu)
Dunia kampus adalah dunia di mana para pengasah pengetahuan berkumpul. Pengasah itu adalah mahasiswa, mau tidak mau harus bisa menyiapkan diri untuk menjadi generasi yang siap memasuki dunia masyarakat yang multikultur baik secara sosial, budaya dan keilmuan. Jika kampus tidak bisa menghasilkan mahasiswa yang siap memasuki masyarakat dengan segala bentuk karakter dan tuntutan kehidupan, maka bisa diyakini kampus tersebut gagal memberikan bekal kepada mahasiswa. Perubahan dunia yang terus melaju dengan cepat, sudah dipastikan membutuhkan mahasiswa yang kreatif dalam kemampuan pengetahuan dan juga bijak dalam menghadapi pengalaman kehidupan.
Secara praktis, kampus diminta dan dipaksa untuk dapat merumuskan cara yang tepat dan relevan untuk mengorientasikan mahasiswa dalam menghadapi segala bentuk perubahan. Jangan sampai terjadi distorsi dan disorientasi mahasiswa, sehingga mahasiswa terpenjara dengan rutinitas kampus yang pada akhirnya tidak mampu mengembangkan diri. Dengan rutinitas itu terlihat mahasiswa aktif, namun sejadinya mahasiswa sedang masuk dalam lapangan rutinitas tanpa ada kesiapan menghadapi nyatanya kehidupan. Semua diukur dan terukur dengan kemampuan intelektual dan menafsir keunggulan itu pada nilai berupa angka yaitu IPK.
Dunia kampus merupakan tempat yang bertanggung jawab untuk menumbuhkan tata nilai pengetahuan, tata nilai kemanusiaan, tata nilai kemasyarakatan bahkan tata nilai kenegaraan. Kampus merupakan miniatur kecil negara, hal ini tentu harus difahami oleh dosen dan mahasiswa. Maka, kampus harus mampu memproduk mahasiswa yang memiliki semangat dan motivasi tinggi dalam melakukan perubahan untuk mewujudakan kehidupan adil, makmur terbingkai dalam kebersamaan dan perbedaan. Diskriminasi, suka tidak suka terhadap mahasiswa harus hilang, pergunjingan dosen dalam ucapan-ucapan mahasiswa harus juga tiada, ketika kampus disiapkan untuk melahirkan akademisi yang aktivis dan aktivis yang akademis.
Harus dipahami bahwa mahasiswa adalah mahluk hidup harus selalu siap berubah (ready to change), siap belajar (ready to learn) dan siap bergerak (ready to move). Sehingga mahasiswa tidak diperbolehkan berdiam diri dengan segala bentuk kemungkaran dan kezaliman. Takut dengan ancaman nilai dan hukum intelektual lainnya, sebab mahasiswa adalah makhluk merdeka seharusnya dengan senjata membaca, menulis dan menyampaikan dalam diskusi dan dialog.
Namun realitanya, bahwa hari ini banyak mahasiswa yang terpenjara dengan nilai, tugas kampus, arus globalisasi, arus komunikasi, diperbudak oleh perasaan dan berorientasi diri pada kapitalis. Jika kampus diletakkan sebagai tempat produk intelektual dan idealisme, maka dosen harus bijak dengan keilmuan serta humanis dalam interaksi dan mahasiswa sudah semestinya berani melakukan gerakan dalam melawan penindasan intelektual dan structural.
Ketika mahasiswa mampu keluar dari penjara yang dibuat dirinya sendirinya, tentunya tidak akan terjadi dosen sebagai dewa, nilai menjadi senjata pembunuh masal mahasiswa dan mahasiswa mati gaya sebagai tuan rumah keilmuan. Oleh karenanya, kesadaran akan pentingnya ruang-ruang diskusi dan mimbar intelektual harus segera dihidupkan walaupun hari ini ruang tersebut banyak dihindari oleh mahasiwa. Catatlah bahwa gerakan akan berjalan dengan baik jika didasarkan pada pergulatan pemahaman sehingga gerakan tidak akan terkadaikan dengan kepentingan dan tak akan tumbang dengan intimidasi kekuasaan, ketika semua ditakar oleh jiwa kemerdekaan dalam berfikir dan bertindak.
Catat juga hari ini, berapa banyak mahasiswa yang jatuh cinta dengan buku, jurnal, artikel dan sejenisnya. Mengungkapkan kasih sayang dalam bentuk tulisan ilmiah dan menyampaikan kegusaran akal dan hati dalam bentuk gerakan nyata di kampus dan atau kelompok gerakan mahasiswa. Berapa banyak mahasiswa yang bergantung pada kehebatan intelektualnya dan idealisme pemikirannya, berani menawarkan gagasan untuk kemajuan kampus dan mahasiswa. Namun yang terjadi, mahasiswa terpenjara dengan keangukuhan lingkungan dan media sosialnya, sombong dengan kedudukan yang disandingnya dan tak bernyali jika diberi janji dan narasi menyenang logika dan rasa.
Mahasiswa hari ini disibuk dengan pencarian data untuk menyalahkan, mengakusisi keberhasilan, terjebak pada pencintraan serta bangga dengan argumentasi tanpa dasar dan fakta keilmuan. Tapi takut menghadapi ujian kuliah, malu dengan nilai rendah, copy paste karya ilmiah, sibuk mencari bantuan biaya pendidikan dan ketergantungan pada jaringan. Hal ini menjadi tontonan keseharian di kampus, terlihat jelas bagaikan sinetron di televisi yang bersambung. Dosen adalah komponen penting di kampus, namun pahamilah mereka juga merupakan manusia tak akan luput dari kata tak sempurna, ia juga bagian dari unsur yang mensucikan penjara yang suci, secara kepantasan harus mampu memberikan fasilitas intelektual, fasilitas emosional dan fasilitas nilai-nilai spritual.
Semestinya kedua komponen tersebut harus bersinergi untuk membangun interaksi yang budaya keilmuan dan kemanusiaan. Keduanya pun harus menjalankan interaksi sosial dalam upaya pembentukan jiwa kemimpinan dan melakukan kontrol sosial secara bersama, baik itu di kampus maupun di luar kampus. Sehingga kegaduhan yang terjadi di kampus adalah kegaduhan intelektual, yang secara data dan fakta dapat dipertanggungjawabkan sebagai nilai moral kaum akademis. Sehingga kampus menjadi penjara suci yang mensucikan, melahirkan mahasiswa yang kuat karakternya, kuat pemikirannya, kuat keagamaannya dan juga kuat budi pekertinya.
Editor : Dwi Novi Antari