• Tentang
  • Kontak
  • Tim Redaksi
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi
No Result
View All Result
Mahanpedia
No Result
View All Result
Home Essay

Manifesto Filantropi Mahasiswa Islam dan Alegori Pancasila

mahanpedia by mahanpedia
1 tahun ago
in Essay
6 min read
0
0
SHARES
251
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Prayoga Drajat Pangestu Salim

Manifesto adalah bahasa yang sering digunakan oleh seorang yang hidup dalam pergerakkan yang condong pada paham kiri. Manifesto memiliki arti sebagai jalan baru yang harus ditempuh mahasiswa Islam. Sejauh mana manifesto itu harus dijalankan dan mengapa pada akhirnya mahasiswa Islam akan terus bergerak dalam naungan pancasila serta menjadi agen-agen yang memperjuangkan nilai-nilai pancasila tersebut.

Menurut KBBI mahasiswa adalah seseorang yang belajar di perguruan Tinggi, sebuah entitas manusia yang merdeka dan menyandang sebuah gelar yang mungkin tidak dimiliki oleh sebagian besar rakyat Indonesia. Pada tahun 2019 dilansir dari data worldmeters terdapat 268,369,114 juta jiwa rakyat Indonesia sedangkan data yang didapat dari lokadata jumlah mahasiswa di Indonesia baru menyentuh angka 7.3 juta jiwa yang terdiri dari 4.4 juta mahasiswa PTS dan 2.9 juta mahasiswa PTN dengan kenaikan 5.01% pertahun. (Kemendikbud, 2021). Jika kita bandingkan dengan Malaysia yang pada tahun 2018 memiliki kurang lebih 24.47 juta jiwa,namun memiliki sekitar 4.96 juta jiwa yang artinya dalam perbandingan persen jumlah mahasiswa Indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga.

Filantropi Sendiri adalah sebuah gerakkan inisiatif yang bersifat nirlaba atau probondo yaitu gerakkan yang tidak mengharapkan adanya keuntugaan dari gerakan-gerakan yang dihasilkan. Jika kita bandingkan dengan Malaysia yang pada tahun 2018 memiliki kurang lebih 24.47 juta jiwa,namun memiliki sekitar 4.96 juta jiwa yang artinya dalam perbandingan persen jumlah mahasiswa Indonesia sangat jauh tertinggal dibandingkan negara tetangga.

Membedah Tujuan Pendidikan Indonesia

Indonesia sebagai negara berdaulat yang sudah berdiri selama 76 tahun memiliki tujuan mulia yang dikristalkan pada pembukaan Undang-Undang Dasar pada alinea ke-4 dengan menuliskan kalimat “Mencerdaskan kehidupan berbangsa” yang tentunya lewat pendidikan nasional. Namun, pertanyaannya adalah apa sebenarnya tujuan pendidikan Indonesia dan kemanakah pendidikan itu berjalan? Dari situlah kita baru bisa menempatkan peran seorang mahasiswa dalam kehidupan berbangsa kita.

Arti pendidikan yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 pasal 1 ayat 1 yang menyebutkan “Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.”

Kita bisa menarik kesimpulan jika pendidikan adalah sebuah usaha yang dilakukan secara sadar dan juga terencana yang menitikberatkan kepada pengembangan potensi setiap anak, beserta juga penanaman moral untuk kebutuhan masyarakat, bangsa, dan negara. Hal ini dilanjutkan pada mekanisme dan dasar yang dijadikan landasan pendidikan kita yang dituliskan di UU yang sama pada pasal 1 ayat 2 yang berbunyi kurang lebihnya “Pendidikan nasional adalah pendidikan yang berlandaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tuntutan perubahan zaman.”

Mekanisme pendidikan yang digunakan adalah pendidikan yang berasaskan pada Pancasila dan untuk selanjutnya harus berakar pada agama, budaya, dan sikap adaptif dalam melihat perubahan zaman. Cukup jelas, pendidikan kita tidak mengajarkan seseorang menjadi sekuler ataupun anti-Tuhan. Pendidikan Indonesia haruslah tetap pada koridor-koridor ketuhanan yang tertulis secara jelas dan kongkrit. Artinya juga setiap instrument-intrumen pendidikan yang harus punya landasan yang sama dengan UU pendidikan seperti Institusi,dosen,kurikulum, dan lain sebagainya.

Peran Mahasiswa Merespon Agama

Dalam Pergerakkan dan fungsi mahasiswa seorang mahasiswa memiliki 5 peran yang harus dijalankan yaitu iron stock, agent of change, agent of control, guardian value, dan moral force. Bukanlah hal yang asing memahami poin-poin tersebut dan sudah dipelajari oleh setiap mahasiswa di kaderisasi organisasinya atau bahkan di skala masa orientasi kampusnya. Namun, menjadi pertanyaan apakah itu masih relevan dengan perkembangaan zaman? Apakah kita masih memacu itu dalam dinamika sebagai mahasiswa telebih menjadi seorang mahasiswa yang beragama Islam. Poin inilah yang akan penulis coba aktualisasikan dalam tulisan ini dan mencoba untuk membedah dari sudut pandang seorang mahasiswa yang selama 3 tahun ada tergabung pada aksi pergerakkan. 

Dalam analogi sederhana yang penulis gambarkan pada pemikiraan penulis sendiri, apa arti dari seorang mahasiswa Islam? Siapakah mahasiswa Islam itu? Apakah mahasiswa Islam seperti analogi kursi bewarna hitam yang dasarnya adalah kursi, namun bewarna hitam. Apakah begitu juga pada mahasiswa Islam, yaitu seorang mahasiswa yang bewarna Islam ataupun seorang mahasiswa yang beragama Islam. Jika memang mahasiswa Islam adalah demikian, maka itu seperti masuk ke kasus mereka adalah manusia yang bergelar mahasiswa yang berlandaskan tugas pada mahasiswa, serta fungsi seorang mahasiswa, namun berwarna atau bersampul Islam. Dan mengartikan bahwa landasan utama seorang mahasiswa Islam adalah peran mahasiswa itu sendiri dan Islam hanya warna yang menempel pada landasan. Landasan pergerakkanya tetaplah bukan tauhid ataupun hukum-hukum Islam, namun hanya berlandaskan pada peran mahasiswanya.

Penulis percaya Islam bukan hanya agama, namun juga sistem yang mengatur semua kehidupan manusia menjadikan Islam bukan hanya menjadi agama ritual, tapi menjadi dasar norma dalam menentukan sebuah tindakan. Penulis pernah berpikir bagaimana sebuah kebenaran absolute yang bisa diterima banyak orang. Apakah dengan menggunakan dasar hukum negara, hukum masyarakat, atau hukum agama. Jelas sekali bagi sebagian besar orang hukum yang paling bisa diterima adalah hukum agama, namun artinya saat menarik hukum agama menjadi segala dasar dari kehidupan kita harus siap dengan sebuah jalan baru yang menghadapi pembenci-pembenci agama. Mereka bisa jadi berpakaian sama dengan orang agamis dalam hal ini muslim, bermuka sama, namun berhati iblis. Seorang yang menegakkan hukum Islam akan siap menghadapi polarisasi masyarakat yang pastinya ada yang menerima dan juga menerima.

Melihat dunia sekarang

Dalam pergerakkan mahasiswa sekarang, mahasiswa Islam harus melawan 2 hal yang sangat dominan. Pertama adalah penguasa saat ini yang selalu mencoba mengkerdilkan posisi Islam dalam ruang-ruang politik dan sejarah hal ini ditunjukkan dalam buku Sejarah Pemikiran dan Gerakkan Politik Persis karya Tiar Anwar Bachtiar. Hal selanjutnya yang menjadi tantangaan terbesar mahasiswa Islam adalah bagaimana para mahasiswa Islam bisa menyatukan visi dalam pergerakkan dan tujuan dari gerakkan mahasiswa Islam itu sendiri. Kita melihat bagaimana kader-kader Muhammadiyah, NU, Persis, dan lain-lain hanya fokus untuk mencari eksistensi organisasinya masing-masing. Mereka jauh lebih mementingkan kepentingaan kelompok mereka dibandingkan menyelesaikan masalah-masalah rakyat Indonesia, hal ini yang membuat poin-poin pergerakkan mahasiswa Islam ada di pointless dimana kader-kader yang dilahirkan gagap dalam menjalankan fungsinya sebagai mahasiswa dan juga tidak mampu untuk menjawab tantangaan zaman. (Fauzan, 2019)

Dalam prespektif negara republic, tidak ada yang lebih penting untuk dijalankan kecuali memperjuangkan cita-cita bangsa itu sendiri. Penulis mengambil contoh kenapa keadilan sosial harus dipasang paling akhir dalam pancasila? Apakah dalam budaya republik ini para founding father  memarginalkan keadilan sosial dibandingkan 4 poin lainnya? Tapi tidak seperti itu, rupanya 5 poin dalam pancasila itu sendiri bertujuan memberikan sebuah tafsiran bahwa  sebelum poin ketuhanan terpenuhi, maka poin kemanusiaan tidak boleh dijalankan, begitupula soal persatuan bahawa sebelum poin ketuhanan dan kemanusiaan terpenuhi maka tiga poin lainnya tidak diperbolehkan dijalankan. (Plato, 2019) Manifesto mahasiswa Islam haruslah kembali bukan hanya pada tingkat mengkaji ulang Alquran dan hadist, namun juga bergerak bersama dalam merumuskan kembali masalah-masalah yang terjadi dimasyarakat.

Seorang akademisi haruslah kembali merebut posisi strategis di republik untuk menjalankan fungsi-fungsinya lagi. Bahkan, dalam prespektif Pancasila, filantropi pergerakkan mahasiswa Islam adalah filantropi yang paling pas untuk dijalankan dalam republik Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan dari point of interest mahasiswa Islam yaitu berfokus dalam menjalankan poin-poin pancasila itu sendiri. Mahasiswa Islam saat ini walau tidak teringrasi mahasiswa sudah cukup vokal dalam memperjuangkan visi-visi mereka. Mengambil contoh gerakkan mahasiswa Muhammadiyah yang fokus dalam mensejahterahkan umat lewat pendidikan dan ekonomi. Persis yang berfokus dalam memperjuangkan Islam lewat ruang-ruang akademisi. Semua organisasi ini bersifat Filantropi dan tidak pernah mengharapkan balasan bahkan dari pemerintah sendiri.  Organisasi adalah benda mati sesuai dengan pemikiran. A.Hassan menyebutkan bahwa alasan kenapa organisasi diatas sampai saat ini tidak meminta adanya kompensasi dari republik adalah mahasiswa-mahasiswa dan kader-kadernya yang tidak berpikir soal harta kekayaan yang dikuasai oleh Negara. Saat ini para aktivis-aktivis menjalankan apa yang disebut oleh negarawan sebagai National Identity , bahwa merekalah yang paling menjaga dan juga menjalankan Pancasila seperti poin-poin yang dibicarakan diatas. (A. Hasan, 1941)             Para mahasiswa harus kembali ke perjuangaan akar rumput. Para aktivisi Islam dan mahasiswa harus memiliki visi yang sama mereka harusnya lebih fokus dalam menyelesaikan masalah-masalah dasar di Indonesia seperti kemiskinan,kelaparan,dan lain sebagainya dibandingkan sibuk dalam membahas perseteruan ulama-ulama mereka yang bahkan mereka tidak punya ilmu yang cukup untuk membahas di tingkat itu. Bagi mereka yang berpikir logis maka sudahlah sepantasnya melihat gerakkan filantropi terbaik dan paling pas di Indonesia dan prespektif pancasila adalah dengan mendukung gerakkan-gerakkan mahasiswa Islam yang menerapkan nilai-nilai agama dan pancasila mereka.

Previous Post

Miskin di caci miskin di cari

Next Post

Feodalisme Kampus Dan Kemunduran Intelektual

Next Post

Feodalisme Kampus Dan Kemunduran Intelektual

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Popular Posts

Essay

Bonus Demokrasi dan Nawacita

by mahanpedia
Februari 27, 2023
0
12

Oleh : Fahrudin Hamzah Ketua Bidang Teknologi dan Informasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus...

Read more

Bonus Demokrasi dan Nawacita

Literasi Berada di Jurang Degradasi

Muhammadiyah; Dari Kiyai Haji menjadi Profesor?

Bukit Idaman: Ekowisata peduli sesama

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Nilai-nilai Dasar Dalam Etika Berdigital

Load More

Popular Posts

Hablum Minal’alam: Menjaga Lingkungan Bernilai Ibadah

by mahanpedia
September 2, 2021
0
2.1k

Akhlak Mulia Generasi Zaman Now

by mahanpedia
September 16, 2020
0
1.8k

5 Hal Misterius tentang Amado

by mahanpedia
September 6, 2021
0
1.8k

Mahanpedia

Mahanpedia adalah media belajar bersama untuk saling menginspirasi membangun kemajuan melalui gerakan literasi.

  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi
  • Kontak

© 2020 Mahanpedia.id – Inspirasi untuk kemajuan.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi

© 2020 Mahanpedia.id