Oleh: Samson Fajar
“Kita itu boleh punya prinsip, asal jangan fanatik karena fanatik itu ciri orang bodoh. Sebagai orang Islam kita harus tunjukkan kalau kita bisa bekerjasama pada siapapun, asal “lakum dinukum waliyadin”, agamamu agamamu, agamaku agamaku.”
– KH. Ahmad Dahlan
Belajar banyak dari pendahulu sangat penting, guna membangun garis semangat dan garis keilmuan. Jangan terlalu bangga dengan kebebasan berpikir dengan melupakan kebijaksanaan orang terdahulu. Melupakan ulama masa lalu dengan kepercayaan pada pemikiran saat ini, sama saja memutus mata rantai perjuangan, yang seharusnya hari ini adalah menyempurnakan perjuangan masa lalu, menyempurnakan niat pendahulu, sehingga bangunan peradaban dapat terbangun dengan rapih. Kyai Dahlan memberikan nasehat luar biasa kepada manusia, bahwa memiliki prinsip adalah sebuah keharusan. Seseorang hendaknya memiliki prinsip, prinsip kebenaran yang diyakini. Hal ini di perintahkan dalam Islam, untuk memegang teguh agama Islam, serta menunjukan keislaman kita di ruang publik. Sebagaimana Kiyai Dahlan menasehatkan :“Berusahalah menjadi orang Islam yang berani menunjukan identitas yang sebenarnya, bukan malah ingin menyembunyikannya.
Allah SWT juga memesankan untuk menunjukan keislaman, mempersaksikan kepada manusia.
Ini mengindikasikan akan kepercayaan pada prinsip kebenaran, dan memegang teguh ya sampai mati. Kekokohan akan prinsip kebenaran, tidak lantas menyebabkan fanatik. Karena fanatik adalah ciri orang bodoh, yang mereka dengan keyakinan kebenaran dirinya lantas merendahkan orang lain. Inilah kondisi bangsa hari ini, ketika geliat semangat belajar agama membuncah, tanpa diiringi adab yang baik, menghadirkan banyak kalangan yang fanatik, merasa benar sendiri, merendahkan orang lain, bahkan merendahkan yang hanya beda pandangan dalam masalah akidah, fikih maupun pemikiran.
Kyai Dahlan telah menasehatkan kondisi ini, bahwa umat Islam terkhusus warga Muhammadiyah hendaknya menghindari sikap fanatis ini, yang akan mengarah pada radikalisme berfikir tanpa arah. Banyaknya kasus intoleransi dalam madzhab, pemikiran, dan firqah menyebabkan disintegrasi sosial, saling menyalahkan bahkan tidak sedikit yang saling beradu fisik.
Indonesia sebagai negara yang subur bagi pertumbuhan organisasi keagamaan dan sosial, membutuhkan sikap toleransi yang tinggi. Apalagi kepada orang non Islam, sebagaimana perkataan Kyai Dahlan : “Sebagai orang Islam kita harus tunjukkan kalau kita bisa bekerjasama pada siapapun, asal “lakum dinukum waliyadin”, agamamu agamamu, agamaku agamaku.” Kesuburan pertumbuhan organisasi hendaknya dimaknai seperti sebuah taman, perbedaan agama juga sedemikian juga, tetapi memegang prinsip adalah kelaziman. Lalu jika ada yang bertanya, dimana aspek dakwahnya? Maka jawabannya adalah dakwah dengan kebaikan, bagaiamana umat Islam mampu menunjukan kebaikan totalitas, baik perkataan, perbuatan maupun segala bentuk kemajuan. Maka, mereka akan tertarik menjadi seorang muslim Memaksakan Islam adalah larangan, tetapi menunjukan keislaman adalah keharusan. Tunjukan identitas keislaman kita, sehingga manusia akan memahami kita seorang muslim, sehingga mereka akan mengikuti Islam.
Editor: Renci