Oleh : Bobi Hidayat (Dosen FKIP UM Metro)
Tentu kita semua masih ingat rangkaian peristiwa yang menyangkut tindak kriminal yang viral dan menyita perhatian publik di negeri ini. Ibarat sebuah cerita, publik sepertinya menanti alur cerita dan akhir cerita dari peristiwa yang telah viral tersebut. Sebagai contoh misalnya di Karawang, di mana seorang istri dituntut satu kurungan penjara akibat memarahi suaminya yang pulang dalam keadaan mabuk. Bahkan baru-baru ini seorang mahasiswi di Jawa Timur yang diduga melakukan bunuh diri di pusaran sang ayah karena mengalami depresi berat akibat permasalahan yang begitu sulit menimpanya. Usut punya usut permasalahan yang dialami mahasiswi tersebut sudah dilaporkan ke pihak yang berwajib sebelumnya namun tidak segera direspon dan ditindaklanjuti. Kedua permasalahan ini muncul setelah menjadi viral di media sosial karena dipandang terdapat kejanggalan dalam menanganinya sehingga menuntut aparat penegak hukum untuk mengusut tindak pidana ini dengan serius dan transparan sesuai dengan hukum yang berlaku di negeri ini. Ini merupakan contoh kecil dari sebagian besar contoh permasalahan yang tidak kunjung tuntas dan dituntaskan setelah menjadi viral.
Hal yang menarik perhatian penulis dari dua contoh kecil ini adalah mengapa permasalahan yang pelik ini baru ditangani dengan serius ketika sudah menjadi viral di masyarakat. Apakah penegak hukum tidak menajalankan tugasnya jika tidak dilihat dan dikawal oleh masyarakat? Padahal sudah menjadi tugas mereka untuk menjalankan tugas seadil mugkin dan tidak memandang siapapun yang berbuat salah. Sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia dapat diwujudkan salah satunya dari penegakkan hukum yang berkeadilan.
Tulisan ini bukan bermaksud untuk menyudutkan penegak hukum di negeri ini. Tentu masih banyak penegak hukum yang idealis dengan penegakkan hukum yang berkeadilan, namun sebagai instropeksi diri dan curahan kritik yang bersifat membangun dari sudut pandang masyarakat awam sebagai masukan pada pengadil negeri ini agar dapat menjalankan tugasnya dengan baik kapanpun dan di manapun serta dengan siapapun.
Frustasi Masyarakat
“Daripada lapor kepada penegak hukum, lebih baik curhat pada netizen di media sosial,” ungkapan sebagian masyarakat yang mendapat permasalahan hidup dengan hukum. Mereka merasa nyaman dan aman ketika harus berbagi di media sosial. Bahkan kenyamanan dan pembelaan sebagai bentuk harapanatau simpati dari yang diharapkan dapat diperoleh. Tanpa mengikuti prosedur yang dianggap ribet, masyarakat dapat mencurahkan permasalahanya dan jikalau sudah viral penegak hukum bisa jadi dapat menangani permasalahanya dengan serius hingga adil dalam menyelesaikanya.
Fenomena sosial yang sebenarnya menarik untuk diteliti lebih lanjut. Mengapa sebagian masyarakat lebih memilih curhat pada media sosial dan mendapat tanggapan dari netizen ketimbang mengadukanya pada penegak hukum? Apakah efek dari kemajuan teknologi sehingga mudah dan membudaya ataukah memang sudah mengalami penurunan kepercayaan masyarakat pada penegak hukum? Yang jelas, permasalahan ini akhir-akhir ini nampak dan menjadi konsumsi publik serta dapat menjadi contoh hingga membudaya pada masyarakat yang dapat dikatakan kurang baik karena sudah merasa frustasi dan tidak percaya lagi dengan kinerja penegak hukum di negeri ini.
Perhatian Setelah Viral
Fenomena viral kemudian mendapat perhatian dan mendapat keadilan menjadi tren masyarakat saat ini. Rasa ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat, memilih jalan untuk diviralkan agar mendapat keadilan yang diharapkan ketimbang harus berurusan langsung dengan penegak hukum. Karena dirasa kalau langsung mengadu pada pihak yang berwenang merasa tidak mendapat keadilan yang diharapkan dan tidak sedikit yang malah mendapat kekecewaan. Penulis jadi teringat pada film-film India yang menjamur kurun waktu di bawah tahun 2000-an. Salah satu yang diingat penulis adalah keadilan berpihak pada yang berkuasa. Asumsi penulis hanya terjadi di film-film tersebut. Ternyata pada saat ini telah menjadi bahasan dan gunjingan masyarakat sehari-hari. Miris memang, namun inilah yang sedang terjadi saat ini. Pengadilan viral penulis menyebutnya. Jika sudah viral maka keadilan ditegakkan. Jika masih di belakang layar dapat diselesaikan cukup selesai meski belum terdapat unsur keadilan dan hanya mengedepankan otoriter kekuasaan. Siap yang lemah selalu tertindas dan penguasa menggunakan kekuasaanya untuk melegitimasi prilakunya.
Di akhir tulisan ini, penulis berharap mari kita semua memperbaiki diri mengarah pada aturan yang berlaku. Sejujur dan seadil mugkin dalam menegakkan permasalahan yang dihadapi. Jangan sampai dengan kekuasaan yang kita miliki kemudian dijadikan dasar untuk merugikan orang lain. Jangan sampai pemimpin bertransformasi menjadi penguasa. Gunakan kekuasaan untuk berbuat yang baik. Sehingga kejadian yang menuntut keadilan tidak perlu diviralkan terlebih dahulu baru keadilan tersebut diwujudkan. Masyarakat menjadi percaya pada penegakkan hukum di negeri ini. Penegak hukum berwibawa atas prilakunya. Ada sebuah ungkapan “orang bijak polah-nya tidak untuk keuntungan sendiri, namun untuk keuntungan bersama” bukan sebaliknya “tidak perduli dengan polah-nya, yang penting menguntungkan diri sendiri meskipun polahnya merugikan orang lain”.
Editor : Dwi Novi Antari