Oleh: Agus Riyanto
Pengguna Internet Indonesia
Berdasarkan rilis yang dikeluarkan oleh Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) bahwa pengguna internet Indonesia tahun 2019-2020 berjumlah 73,7 persen atau 196,7 juta jiwa pengguna dari jumlah penduduk 266.911.900 juta (Pra Sensus BPS 2020). Sedangkan data yang dilansir oleh Kompas bahwa pengguna internet di Indonesia pada awal 2021 ini mencapai 202,6 juta jiwa dari jumlah penduduk 274,9 juta jiwa atau 73,7 persen. Jumlah ini meningkat 15,5 persen atau 27 juta jiwa jika dibandingkan pada Januari 2020 lalu.
Jika merujuk kedua data tersebut, maka tidak bisa dipungkiri bahwa pengguna internet di Indonesia cukup tinggi angka. Diakui atau tidak bahwa pesatnya teknologi komunikasi dan informasi sekarang ini berpengaruh besar dalam pembentukan corak, gaya dan pola kehidupan masyarakat di sebuah negara tak terkecuali Indonesia.
Pandemi Covid-19 yang telah berlangsung hampir dua tahun di Indonesia sejak awal Maret 2020 telah merubah banyak hal, mulai dari aktifitas interaksi sosial di ruang-ruang publik, dunia perkantoran, sektor pendidikan, aktifitas perdagangan, ritual keagamaan, dan sebagainya. Badai pandemi Covid-19 menuntut penerapan kebijakan protokol kesehatan secara disiplin dan ketat untuk menghentikan penyebaran virus Covid-19 di tengah masyarakat.
Sejumlah pembatasan fisik dalam kehidupan sosial seperti larangan berkerumun, mengurangi mobilitas keluar rumah, saling menjaga jarak antara satu dengan yang lain, maka konsekuensinya ada penerapan kebiasaan-kebiasaan baru diluar kebiasaan yang selama ini dilakukan. Pertemuan yang tadinya dilakukan secara tatap muka kemudian di rubah dan dilakukan secara daring/virtual, yang semula bisa berkumpul-kumpul dalam jumlah banyak sekarang diterapkan pembatasan orang berkumpul di suatu tempat dan harus menjaga berjarak dan seterusnya.
Di masa pandemi Covid-19 banyak acara-acara di semua sektor kehidupan kemudian harus dilakukan secara daring dengan menggunakan teknologi informasi seperti pemakaian aplikasi Zoom, Geogle Meeting dan lainnya. Satu setengah tahun terakhir ini, masyarakat mulai terbiasa menggunakan berbagai aplikasi tersebut untuk aktifitas acara yang melibatkan banyak orang/pihak untuk menggantikan pertemuan-pertemuan tatap muka (luring). Semua di paksa untuk berubah dalam waktu sekejab akibat badai pandemi Covid-19. Sekalipun tidak ada masa pandemi, pergeseran gaya hidup sebagai sebuah kemestian zaman karena arus perubahan dan perkembangan teknologi informasi yang begitu pesat. Begitu pesatnya sampai-sampai masyarakat tergopoh-gopoh untuk mengikutinya. Hanya orang-orang yang mau mengupgrade kemampuannya yang dapat mengikut arus deras informasi, bagi yang biasa-biasa saja hanya menjadi penonton sebagaimana kebanyakan orang.
Membaca Tuntutan Zaman
Berdasarkan hasil sensus BPS tahun 2020, angka generasi usia produktif (usia 16 – 65 tahun) di Indonesia mencapai angka 70,72 persen dibandingkan dengan generasi usia non produktif (usia 0-14 tahun dan 60 tahun ke atas. Dari angka usia produktif tersebut, generasi Z sebanyak 27,94 persen (generasi kelahiran tahun 1997-2012) dan generasi milenial mencapai 25,87 persen (generasi kelahiran tahun 1981-1996). Persentase dua generasi ini jika digabungkan mencapai 53,81 persen. Sisanya diduduki oleh generasi X mencapai 21.88 persen (generasi kelahiran tahun 1965-1980).
Berdasarkan data tersebut, sebenarnya Indonesia sedang memanen bonus demografi dimana penduduk usia produktif lebih tinggi dibandingkan dengan penduduk usia non produktif. Dan penduduk produktif ini dihuni oleh generasi Z dan generasi milenial dan dua generasi ini sangat dekat kehidupannya dengan dunia digital yang sedang berkembang pesat (masyarakat digital).
Derasnya arus besar teknologi informasi sekarang ini, menuntut masyarakat untuk merubah dan merubah cara pandang dan hidupnya sesuai dengan tuntutan zaman. Dan sudah menjadi sunnatullah yang harus dihadapi masyarakat dalam setiap zamannya, zaman dulu tentu beda dengan zaman sekarang, dan zaman sekarang akan beda dengan zaman yang akan datang dan begitu seterusnya. Kehidupan pasti akan berubah dan terus berubah dan yang tidak akan berubah adalah perubahan itu sendiri.
Dai dan Perubahan
Dakwah adalah jalan untuk mengajak masyarakat kepada kebaikan dan kebajikan hidup manusia di dunia untuk kebahagiaan kehidupan akhiratnya. Misi dakwah tak boleh kehilangan ruh dan cita-cita mulianya sekalipun cara membawa misinya dengan banyak cara dan media. Pendekatan dakwah terus berkembang dari waktu ke waktu, dari zaman ke zaman. Pendekatan dakwah tentunya harus membaca secara apik kondisi riil yang ada di masyarakat sekaligus pintar membaca tanda-tanda zaman yang terus berputar. Begitu pula para jamaah (objek) dakwah terus silih berganti dari generasi ke generasi. Bagi seorang dai, perputaran zaman dengan arus besarnya menjadi tantangan tersendiri untuk memformat, mengupdate serta mengupgrade diri dan pendekatan/metode dakwahnya dengan situasi yang berkembang dengan dunia kekinian.
Konten dakwah tak berubah, namun metode dakwah harus terus dirubah sesuai perubahan zaman. Dan dakwah digital adalah pilihan dakwah yang harus ditempuh oleh para dai agar dakwahnya dapat menjangkau lebih luas dengan waktu yang singkat yang bisa diakses oleh masyarakat global dimana saja dan kapan saja tanpa batas geografis atau teritorial. Untuk menguasai dunia, maka kuasailah teknologi informasi. Dan kalau dai ingin menguasai jamaah global, maka kuasai kemajuan teknologi informasi. Dai harus berpikir cerdas untuk terus mengupgrade dirinya agar bisa menguasai dunia dakwah global-digital. Dan mengupdate diri dengan perkembangan informasi yang membanjiri dunia maya. Tak boleh terbersit sedikit pun dalam hati seorang dai bahwa teknologi dipandang tak perlu dan tak ada gunanya untuk kepentingan dakwah. Dai harus berubah kalau ingin melakukan perubahan. Dai yang tak mau berubah sesungguhnya ia telah mati berpikirnya (jumud) sebelum kematiannya. Banyak fasilitas/sarana teknologi dan aplikasi yang telah disuguhkan di dinding-dinding virtual, tinggal di unduh/instal mana yang disuka dan akan digunakan oleh para sang dai. Ada fasiltas Youtube, Instagram, Facebook, Whattshap, Twitter dan lainnya. Buat konten-konten dakwah yang kreatif, asyik dan menggembirakan, baik berupa video, rekaman suara, desain infografis dan sebagainya. Dakwah konvensional menuju dakwah digital sebuah keharusan karena kebutuhan dan tuntutan zaman.
Editor: Renci