Oleh: Prayoga Drajat Pangestu Salim
Dalam paruh abad-21 ini, terdapat satu revolusi baru pada dunia digitalisasi yang kita kenal dengan relovusi industri 5.0. Terdapat satu terminologi yaitu metaverse. Metaverse sendiri menjadi terminologi yang sangat sering ditemukan sekarang. Pada portal berita-berita hal ini karena Mark Zuckerberg sang founder dari facebook. Terminologi ini menjadi sebuah berita hangat karena Mark pada Oktober 2021 memutuskan untuk mengubah perusahaannya menjadi Meta untuk mengambarkan bagiamana perusahaannya lebih fokus membangun sektor metaverse dibandingkan perusahaan lain. (Damar, 2021)
Metaverse adalah sebuah fitur tiga dimensi dunia virtual dimana seorang manusia berinteraksi sebagai avatar dengan orang lain secara real-time dan persisten serta mendukung segala kesinambungan media sosial, tokoh, permainan, identitas, objek, sejarah, pembayaran yang mana dunia itu dialami secara serempak oleh jumlah pengguna yang tidak terbatas. Metaverse berbeda dengan teknologi biasanya, jika teknologi biasanya membuat manusia kedalam virtual, maka metaverse memungkinkan juga membuat dunia virtual yang masuk ke dalam dunia nyata. (Davis, 2009)
Perkembangan Metaverse tidak terlepas dari perkembangan ekonomi digital, di Indonesia sendiri tidak terlepas dari peran pertumbuhan dari ekonomi digital di Indonesia. Ekonomi digital terus berkembang di tanah air, bahkan Indonesia dinilai memiliki potensi besar karena tingkat penetrasi pengguna internetnya terus meningkat. Ekonomi digital merupakan suatu hal yang menandakan perkembangan dan pertumbuhan ekonomi pada masa yang akan datang, ditandai dengan semakin pesatnya perkembangan bisnis atau transaksi perdagangan yang menggunakan layanan internet sebagai media dalam berkomunikasi, kolaborasi dan bekerjasama antar perusahaan atau individu. (Sayekti, 2018).
Sebuah perubahan secara cepat yang kita sebut dengan revolusi akan selalu membawa tantangan pada semua pihak bagi pihak yang berhasil menjawabnya akan mendapatkan kemajuan yang sangat luar biasa seperti contohnya negara-negara Barat yang bisa menjawab revolusi industri pertama dengan ditemukan mesin uap di Inggris oleh James Watt. Hadirnya mesin uap pada revolusi Industri memberikan sebuah kesamaan dengan ditemukan Metaverse yaitu kemungkinan yang sangat besar dengan adanya mesin uap industri-industri yang awalnya menggunakan tenaga manusia atau binatang digantikan oleh tenaga mesin yang memiliki kemampuan bekerja jauh lebih tinggi, efesien, dan juga murah dibandingkan tenaga konvesional. Hal inilah yang mendorong industri manufaktur menciptakan pasar baru yang lebih luas, efesien, dan lebih opportunist. Namun, revolusi Industri meninggalkan residu juga dalam bidang sosial yaitu praktek kapitalisme.
Sistem kapitalisme memiliki keborokkan bahkan tidak mampu menjawab tantangan ekonomi dalam skala konvesional sendiri. Maka, sangat jelas tidak akan mampu menjawab tantangan pada revolusi 5.0. Kebebasan yang dihadirkan oleh euphoria revolusi industri membutuhkan sebuah sistem yang mengatur dunia baru yaitu Metaverse. Revolusi industri akan melahirkan sebuah perubahan sosial yang memberikan tantangan pada setiap ideologi dan konsep ekonomi syariah tidak lepas dari tantangan revolusi ini. Revolusi Industri 5.0 memberikan medan baru dalam permasalahan terbesar dalam ekonomi yaitu ranah digital. Seperti yang dibahas sebelumnya, perkembangan metaverse tidak terlepas dari era digitalisasi dan oleh sebab itu konsen utama dalam essay ini adalah membahas bagaimana metaverse menjadi titik balik dalam ekonomi syariah.
Dalam perspektif Islam, kehidupan manusia dalam bisnis haruslah dalam kerangka kerjasama yang saling menguntungkan, saling meminta satu sama lain dan menghindari cara-cara yang batil. Dalam praktik bisnis, kerjasama dan saling meminta dan memberi (take and give) itu terjadi setiap waktu. Hal ini mendorong setiap manusia untuk mendapatkan keuntungaan optimal tanpa menjatuhkan sebagian golongaan. Serta, tetap berada pada hukum-hukum yang telah ditetapkan Allah. Dorongan Islam terhadap pada ekonomi dapat dilihat dalam Alqur’an surah Al-Baqarah ayat 273: “Orang-orang yang memakan riba tidak dapat berdiri melainkan seperti berdirinya orang yang kemasukan setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama dengan riba. Padahal Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba. Barangsiapa mendapat peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada Allah. Barangsiapa mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya.”
Seperti yang dibahas diawal, bahwa ideologi sebelumnya pada akhirnya gagal dalam menjawab tantangan zaman dan pertanyaan saat ini, bagaimana Islam lewat ekonomi syariah mampu menjawab tantangan pada ekonomi digital? Tantangan ekonomi digital adalah untuk mendorong orang menjadi produktif dengan memanfaatkan teknologi dan dengan bonus demografi diharapkan generasi muda lebih menguasai perkembangan teknologi.
Metaverse sering dianalogikan sebagai evolusi dari kapitalisme karena segala macam kemungkinan yang dilahirkan dalam metaverse yang menghadirkan sebuah kemungkinan yang tidak terbatas. Hal ini bisa dikatakan tepat karena metaverse adalah gabungaan globalisasi yang dibalut dengan digitalisasi dan didorong dengan keinginan setiap masyarakat. Metaverse bisa dikatakan alegori dari kapitalisme. Namun, seperti yang semua orang tau, semua hal itu hanyalah sebuah prediksi. Metaverse adalah sebuah ekosistem yang akan dibentuk untuk menjadi wadah dari sebuah interaksi sosial.
Ekonomi yang berbasis kapitalis berbasis kepada ekonomi konvesional yang mencari keuntungan lewat riba dan Allah sudah menjadi penjamin dalam surah Al-Baqarah ayat 276 yang akan memusnahkan riba lewat didirkannya ekonomi syariah yang artinya: “Allah memusnahkan riba dan menyuburkan sedekah. Allah tidak menyukai setiap orang yang tetap dalam kekafiran dan bergelimang dosa.”
Hal ini yang menjadikan landasan bahwa ekonomi syariah akan mengalahkan ekonomi kapitalis yang banyak menjadi praktek riba. Ekonomi Syariah menjadi sebuah kunci dalam menjalankan ekonomi yang bisa menjadi ekosistem yang baik untuk semua pihak, salah satu sistem yang paling cocok untuk diterapkan dalam metaverse. Ekonomi Islam menjadi jalan keluar untuk masalah-masalah di metaverse terutama pembagian kesejahteraan. Di Indonesia sendiri yang ekonominya berbasis pada sektor UMKM (Unit Menengah Kecil Menengah) di Indonesia posisi usaha mikro kecil dan menegah (UMKM) telah lama diakui sebagai sektor usaha yang sangat penting, karena berbagai peranannya yang riel dalam perekonomian.
Membangun perekonomian dalam Islam bisa menggunakan konsep wakaf. Dengan konsep seperti ini, terbukti bahwa sistem wakaf pernah menjadi sarana pembagian kesejahteraan dibandingkan sistem-sistem lain. Bahwa dalam sistem ekonomi syariah pada akhirnya mampu mencapai walfare state dan pada akhirnya lebih mampu dalam mendorong human capital building, serta perbaikan sektor-sektor sosial dibandingkan sistem ekonomi kapitalis sekalipun yang dielu-elukan oleh Barat. Dalam metaverse prinsip ekonomi Islam, bukan hanya mendorong kemajuan ekonomi dalam tahap makro, namun juga merangkul praktisi ekonomi mikro seperti halnya para pelaku ekonomi UMKM atau praktisi ekonomi menengah ke atas yang memiliki hak yang diatur dalam ekonomi Islam, bahkan para teknisi yang tidak terjun langsung dalam metaverse juga memiliki hak yang diatur dalam hukum-hukum syariah dalam fiqh. Pada dasarnya ekonomi bukan hanya mengatur dalam bidang prinsip, namun juga pada tahap produk kebijakan. Hal ini menjadikan ekonomi syariah bisa masuk ke dalam semua lini kehidupan dan dalam metaverse yang semuanya saling terkoneksi, maka semua orang akan mengetahui bagaimana ekonomi syariah tidak merugikan siapapun dan memberikan kesejahteraan pada siapa saja yang mengikutinya.
Dalam konsep wakaf, seseorang bisa menjadikan sebuah wilayah dalam metaverse menjadi milik bersama di mana seluruh keuntungan metaverse akan diberikan kepada badan amal yang mengurusi harta seluruh masyarakat. Akhirnya, setiap orang akan mendapatkan hasil dari usaha wakaf di metaverse. Jika dalam dunia nyata, masyarakat harus tetap membayar pajak ke pemerintah. Maka dalam metaverse, seseorang mampu menjalankan sepenuhnya konsep ekonomi syariah tanpa dipengaruhi sama sekali. Wakaf adalah implementasi dari ekonomi syariah yang dapat mengoptimalisasi kesejahteraan setiap masyarakat. Metaverse yang pada dasarnya dibuat untuk memudahkan masyarakat saling berkomunikasi dalam kacamata ekonomi, sesuatu ini tidak jauh dari sebuah investasi dan peminjaman modal. Seperti contohnya Islam memiliki sistem dinamakan syirkah. Syirkah atau syarikah adalah bentuk percampuran (perseroan) dalam Islam yang pola operasionalnya melekat prinsip kemitraan usaha dan bagi hasil. Pada prinsipnya, syirkah berbeda dengan model perseroan dalam sistem ekonomi kapitalisme. Perbedaaan-perbedaan yang ada tidak hanya terletak pada tidak adanya praktik bunga, melainkan juga berbeda dalam hal transaksi pembentukannya, operasionalnya maupun pembentukan keuntungan dan tanggungjawab kerugian. Syirkah merupakan konsep yang secara tepat dapat memecahkan permasalahan permodalan. Prinsip Islam menyatakan bahwa segala setuatu yang dimanfaatkan oleh orang lain berhak memperoleh kompensasi yang menguntungkan, baik terhadap barang modal, tenaga atau barang sewa, di sisi lain Islam menolak dengan tegas kompensasi atas barang modal berupa bunga. Syirkah sangat penting peranannya dalam pertumbuhan ekonomi masyarakat. Terjadinya kemandekan ekonomi sering terjadi karena pemilik modal tidak mampu mengelola modalnya sendiri atau sebaliknya mempunyai kemampuan mengelola modal tetapi tidak memiliki modal tersebut, hal tersebut dapat terpecahkan dalam syirkah yang dibenarkan dalam syariah Islam. (Qardawi, 1997).
Islam memberikan alternatif kemitraan berupa pembiayaan tanpa riba dalam masalah keterbatasan modal bagi para pelaku usaha. Pembiayaan tanpa riba yang dimaksud salah satunya adalah syirkah. Berdasarkan karakteristiknya, syirkah menjadi alternatif lain dalam umat Islam melakukan usaha yang mengharapkan kompensasi keuntungan dalam usaha yang dilakukan. Dengan ini sangat jelas tidak akan ada pihak yang dirugikan dalam transaksi jual beli ataupun penanaman modal. (Saripudin, 2016) Metaverse menjadi kunci ekonomi syariah melejit dibandingkan sektor rill karena pada pasar-pasar konvesional, ekonomi syariah masih terbatas pada kebijakan fiskal sebuah negara yang membatasi regulasi ekonomi syariah secara meluas dan bulat diterapkan dimasyarakat, berbeda dengan demikian di metaverse tidak ada negara yang memberikan regulasi yang rumit karena pada dasarnya pemilik metaverse terlepas dari yuridiksi sebuah negara. Dengan konsep ekonomi islami yang toleran dan menguntungkan, setiap orang tidak lagi memikirkan kebutuhan pokok setiap orang dan bisa fokus dalam mengendepankan kesejahteraan umum dan mendorong kebutuhan sekunder lain. Pada akhirnya, ekonomi syariah bukan hanya menjadi anti-tesis dari kapitalisme, melainkan menjadi sebuah sintesis dalam menjalankan sebuah ekonomi yang berpihak pada rakyat Indonesia yang berbasis pada UMKM. Dan metaverse akan menjadi stimulus pemerataan kesejahteraan.
Editor: Renci