Oleh: Dwi Arianto
Konsep akal dalam pandangan Muhammad Iqbal
Dalam suatu acara yaitu seminar bertajuk “pembaruan pemikiran keagamaan dalam Islam”, Muhammad Iqbal menyampaikan sebuah orasi ilmiah berkaitan ilmu pengetahuan dan metodologinya dalam Islam. Dalam orasinya tersebut Muhammad Iqbal mengutip beberapa ayat Alqur’an sebagai berikut:
“Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dengan main-main, Kami tidak menciptakan keduanya kecuali dengan kebenaran yang merupakan sunnah Allah pada makhlukNya dan pengaturan-Nya. Akan tetapi orang-orang musyrik itu tidak mengetahui hal itu. Oleh karenanya mereka tidak memikirkannya, karena mereka tidak berharap pahala dan tidak takut hukuman. Kami tidak menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada diantara keduanya dengan main-main, Kami tidak menciptakan keduanya kecuali dengan kebenaran yang merupakan sunnah Allah pada makhlukNya dan pengaturan-Nya. Akan tetapi orang-orang musyrik itu tidak mengetahui hal itu. Oleh karenanya mereka tidak memikirkannya, karena mereka tidak berharap pahala dan tidak takut hukuman” (QS. ad-Dhukhan: 38-39).
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): “Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka” (QS. ali-Imran: 190-191).
“Katakanlah: “Berjalanlah di (muka) bumi, maka perhatikanlah bagaimana Allah menciptakan (manusia) dari permulaannya, kemudian Allah menjadikannya sekali lagi. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. al-Ankabut: 20).
Melalui ayat-ayat ini Muhammad Iqbal berpendapat bahwa alam adalah sarana untuk berpikir ilmiah dan sebagai perenungan. Bahwa alam jagat raya yang terbentang luas ini tunduk terhadap undang-undang yang telah tetap tanpa adanya kesia-siaan. Adanya fakta tentang alam ini mengharuskan manusia untuk bergerak mentadaburi dan berpikir serta berbuat kreativitas. Harus diketahui bahwa manusia memikul beban yang berat di pundaknya untuk memahami penciptaan alam semesta ini (Muhammad Iqbal, 1968: 19).
Dalam hal ini akal memiliki peranan yang sangat penting untuk mengeksplorasi fakta-fakta terkait alam sehingga sampai dalam pengetahuan yang sangat autentik dan argumentative. Melalui akal manusia dapat melihat apa saja sehingga mampu menjangkau apa yang dikehendaki termasuk peradaban materi. Sehingga tidak ada lagi alasan manusia untuk tidak mengembangkan peradaban materi. Oleh karena itu, melalui perangkat akal dan hati atau eksplorasi perenungan dan latihan ilmiah dapat diketahui seutuhnya hakikat ketuhanan. Melalui konsep akal dan hati inilah Muhammad Iqbal ingin membangun metodologi baru tentang pengetahuan secara khusus dapat di implikasikan oleh umat Islam, yang berbeda dengan kecenderungan materielistik dan filsafat anti Tuhan (Muhammad al-Khattani, 1978: 54).
Semacam simpulan Marilah generasi millenial muslim untuk sama-sama kita memahami konsep akal, apakah kita layak disebut sebagai generasi millennial muslim yang memiliki akal untuk bergelut diera globalisasi yang semuanya serba maju. Kalau kita mengaku sebagai generasi millenial muslim, maka pelajarilah, fahamilah, dan renungilah, apakah kita cocok disebut generasi millenial. Setidaknya kita mampu menggunakan akal kita untuk memahami perkembangan ini dengan mengkaji dan meneliti permasalahan-permasalahan, baik sosial, politik, ekonomi, ataupun alam. Contohlah cendekiawan-cendekiawan muslim yang memahami akal sebagai konsep terbesar yang dimiliki manusia yang benar-benar harus dimanfaatkan. Tidak ada lagi kumpul bareng tidak ada diskusi dikarenakan mlototin gawai dengan asyik sampai temannya terlupakan. Ataupun peristiwa-peristiwa tidak mengenakan lainya. Tidak ada lagi suara jangkrik karena dicuekin. Tidak ada lagi yang namanya generasi micin, tapi mulailah menjadi generasi pengguna akal.
Editor: Renci