• Tentang
  • Kontak
  • Tim Redaksi
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi
No Result
View All Result
Mahanpedia
No Result
View All Result
Home Opini

Moralitas Guru

mahanpedia by mahanpedia
7 bulan ago
in Opini
3 min read
0
0
SHARES
34
VIEWS
Share on FacebookShare on Twitter

Oleh: Agus Wibowo

Guru sering kali diuraikan menjadi sebuah arti dari dua kata, yakni digugu dan ditiru. Digugu artinya apa yang diucapkan dan dicontohkan merupakan suatu kebenaran. Hal itulah menjadi dasar apa yang guru sampaikan akan benarkan oleh murid-muridnya. Lalu, ditiru artinya hal-hal yang dilakukan oleh guru akan diamalkan juga oleh muridnya. Profil ideal yang melekat inilah yang diharapkan menjadi identititas yang terus ada pada personalia guru di Indonesia, mampu menjadi contoh nilai-nilai kebenaran, moralitas, sikap disiplin serta bertanggung jawab terhadap apa yang menjadi tugas dan kewajibannya sebagai sosok yang digugu dan ditiru.

Problematika yang muncul saat ini adanya oknum guru melakukan tindakan yang mencerminkan sikap kurang baik di hadapan muridnya. Jika guru itu layak untuk digugu dan ditiru dalam konteks apapun, akan menjadi runyamnya manakala murid dihadapkan dengan guru yang memiliki perilaku-perilaku tidak etis bahkan kriminal. Tentu hal ini akan berpengaruh pada hasil pendidikan itu sendiri, murid pun akan menjadi tidak sehat kepribadiaanya, tidak terjaga perilakunya, serta tidak mencerminkan nilai kesantunan sebagaimana yang ada pada diri gurunya. Murid-murid yang yang dihasilkan guru yang tidak etis adalah murid-murid yang hanya akan menjadi penyakit bagi masyarakat, suka mengganggu ketentraman bagi masyarakat, menyulut kebencian, perusakan masa depan bahkan bisa sampai pada krisis moral.

Pertanyaan yang mendasar, ada apa dengan guru? Atau lebih tepatnya kenapa oknum dari guru yang bermoral wagu dan saru yang semakin banyak bermunculan. Tentu ada banyak faktor yang mempengaruhi hal tersebut. Berikut adalah beberapa faktor yang menyebabkan adanya  hadirnya guru yang tidak bisa digugu dan ditiru muridnya. Pertama adalah moralitas (morality), profesi guru yang saat ini lebih cenderung mengedepankan kompetensi serta profesionalitas bukan moralitas. Hal ini menjadikan guru yang tingkat intelektualnya tinggi atau cerdas akan timpang karena tidak diimbangi oleh moral yang baik. Alasan ini yang memungkinkan munculnya sikap-sikap yang menyimpang dari apa yang menjadi perannya sebagai guru.

Kedua adalah kesejahteraan (well-being), tingkat kesejahteraan guru masih saja menjadi pemicu terjadinya persoalan baru yang timbul akibat frustasi. Hal ini tentu harus menjadi perhatian oleh para penyelenggara pendidikan baik itu sekolah, pondok ataupun lembaga-lembaga penyelenggara pendidikan lainnya. Dalam prosesnya menciptakan kenyamanan di lingkungan pendidikan, baik untuk siswa maupun guru juga penting untuk dilakukan karena hal tersebut bisa melahirkan kebahagiaan dalam bekerja serta tidak melakukan tidakan-tindakan yang melanggar etika di lingkungan pendidikan itu sendiri.

Ketiga adalah oknum-oknum tersebut kemungkinan menderita kelainan jiwa. Penderita kelainan jiwa yang kebetulan menjadi guru. Hal ini menjadi catatan bahwa memilah dan memilih guru juga harus melihat dari segala sisi kehidupan calon guru yang akan direkrut, karena akan ikut terlibat langsung dalam proses mendidik murid-murid.

Tentunya kita semua mengaharapkan bahwa guru-guru yang wagu dan saru tersebut tidak semakin banyak di Indonesia. Banyak langkah strategis yang perlu dilakukan dalam pendidikan guru ialah menekan sisi moral. Guru tidak hanya diperkaya dengan dengan materi-materi kompetensi dan keterampilan melainkan juga harus diperkaya dengan etika moral, tanggung jawab dan sejenisnya. Selain dari pada itu, masalah frustasi akibat tekanan kebutuhan kehidupan, perlu dipikirkan lebih jauh oleh pemerintah, pengurus sekolah dan wali murid dalam upaya memberikan kesejahteraan dan kenyamanan bagi guru.

Editor : Dwi Novi Antari

Previous Post

Antara Muhammadiyah dan Indonesia

Next Post

Antara Ba’asyir, Ponpes Ngruki, dan Upacara 17 Agustus Perdana

Next Post

Antara Ba'asyir, Ponpes Ngruki, dan Upacara 17 Agustus Perdana

Tinggalkan Balasan Batalkan balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Popular Posts

Essay

Bonus Demokrasi dan Nawacita

by mahanpedia
Februari 27, 2023
0
10

Oleh : Fahrudin Hamzah Ketua Bidang Teknologi dan Informasi Pimpinan Pusat Ikatan Pelajar Muhammadiyah Indonesia diperkirakan akan menghadapi era bonus...

Read more

Bonus Demokrasi dan Nawacita

Literasi Berada di Jurang Degradasi

Muhammadiyah; Dari Kiyai Haji menjadi Profesor?

Bukit Idaman: Ekowisata peduli sesama

Pahlawan Tanpa Tanda Jasa

Nilai-nilai Dasar Dalam Etika Berdigital

Load More

Popular Posts

Hablum Minal’alam: Menjaga Lingkungan Bernilai Ibadah

by mahanpedia
September 2, 2021
0
2.1k

Akhlak Mulia Generasi Zaman Now

by mahanpedia
September 16, 2020
0
1.8k

5 Hal Misterius tentang Amado

by mahanpedia
September 6, 2021
0
1.6k

Mahanpedia

Mahanpedia adalah media belajar bersama untuk saling menginspirasi membangun kemajuan melalui gerakan literasi.

  • Kirim Tulisan
  • Tim Redaksi
  • Kontak

© 2020 Mahanpedia.id – Inspirasi untuk kemajuan.

No Result
View All Result
  • Beranda
  • Teras Mahan
  • Artikel
    • Opini
    • Essay
    • Reportase
    • Profil
  • Sastra
    • Puisi
    • Cerpen
    • Resensi
  • Resonansi

© 2020 Mahanpedia.id