Oleh: Ustadz Samson Fajar
“Wanita tiang negara” sebuah ungkapan yang sangat menggugah dan membuat kita bertanya-tanya, apakah benar? Ungkapan tersebut tentu memiliki sebuah landasan berpikir yang tajam, karena memang seorang wanita memiliki beberapa keistimewaan sehingga disebut Imadul Bilad. Pertama, wanita disebut al-mar’ah yang berarti cermin. Secara psikologis wanita memang senang bercermin, namun pada hakikatnya wanita adalah cermin bagi keluarga dan negaranya. Jika ingin melihat kebaikan sebuah keluarga maka lihatlah bagaimana para istri di dalam rumah tangga tersebut, begitu juga dalam sebuah negara, negara yang baik dicerminkan dengan baik dan beradabnya para wanita di dalam sebuah negara tersebut.
Kedua, wanita disebut al-unsa yang bermakna al-Layin yang berarti lembut. Seorang wanita memiliki keistimewaan, memiliki fisik yang lembut, perasaan yang lembut dan perilaku yang lembut. Dengan kelembutan inilah Allah SWT. berikan kewajiban seorang wanita untuk memegang tanggung jawab pendidikan (tarbiyah) bagi anak-anaknya. Sehingga ketika seorang anak yang lahir dan besar dari buaian tangan seorang ibu maka dia akan tumbuh dalam kecerdasan dan kebaikan. Dengan perasaanya yang lembut seorang wanita akan mampu membahagiakan suaminya.
Ketiga, wanita disebut al-Nisa’ yang berarti yang melupakan. Karena memang wanita adalah makhluk yang dapat menjadikan lelaki lalai, akan tetapi dalam makna positif, wanita dengan sifat melalaikan ini, mampu memberikan pengaruh besar dalam kehidupan. Kemampuan menyihir suami dari suatu yang buruk menjadi baik, atau sebaliknya. Bahkan seorang pemimpin negara sangat dipengaruhi oleh baik buruknya istri.
Secara fungsional, wanita adalah tiang negara. Tiang negara yang kokoh akan mampu menegakan negara menjadi sebuah negara yang kuat dan mulia. Jika tiang negara ini rapuh maka negara akan roboh dan terhina. Oleh sebab itu menguatkan tiang negara adalah sebuah kepastian dan kewajiban. Merekalah wanita-wanita yang shalihah, yang menjaga kehormatanya, bukan yang mengumbar aurat, taat beribadah dan mengamalkan nilai-nilai kebenaran.
Wanita dianggap sebagai tiang negara karena mereka adalah ummahat, murabbiyah, murofiqah, mata’iddunya, khalifah fil-ardi. Wanita sebagai ummahat adalah karena mereka adalah ibu yang mengandung dan melahirkan para generasi penerus perjuangan. Tanpa fungsi ini maka generasi akan terputus, oleh sebab itu Rasulullah saw memerintahkan untuk menikahi wanita yang subur dan penuh cinta kasih. Karena denganya akan lahir banyak kader pejuang, generasi Qur’ani dan calon-calon pemimpin bangsa.
Wanita sebagai murabbiyah atau pendidik, karena mereka adalah sekolah pertama bagi anak-anaknya (al-ummahat madrasatul ‘ula). Dari pendidikan yang benar maka akan melahirkan generasi terbaik, mari kita lihat bagaimana para ulama’ besar abad terdahulu, mereka besar karena di bawah asuhan dan didikan seorang ibu, bukan seorang ayah. Bahkan kebanyakan mereka mengasuh putra-putrinya dengan tanpa seorang ayah, tapi mereka mampu, karena wanita memiliki sifat ketelatenan yang luar biasa dibanding seorang lelaki, sifat kasih sayang sehingga mereka rela berkorban demi anak-anak mereka.
Wanita sebagai murafiqah (teman pendamping) seorang lelaki, dalam fungsi inilah seorang wanita sebagai penyeimbang sifat lelaki, mereka akan menghibur ketika suami sedih, menyemangati ketika suami futur, membahagiakan ketika suami susah. Dalam fungsi ini akan terjaga keseimbangan kehidupan, yang pada akhirnya melahirkan keharmonisan hidup, dan mendatangkan keberkahan yang melimpah.
Wanita shalihah sebagai mata’iddunya (perhiasan dunia), ini adalah fungsi yang sangat penting. Wanita seperti sebuah perhiasan emas, mahal, terjaga dan menjadikan indah yang memakainya. Begitu juga seorang wanita shalihah dia adalah perhiasan dunia yang sangat mahal, karena mahalnya maka hendaknya dijaga dengan sebaik mungkin, sehingga tidak bebas untuk dilihat dan dipegang oleh setiap orang. Dengan keindahanya akan dapat menjadikan yang memakainya juga terlihat indah, karena memang seorang wanita salihah akan membuat suaminya tampak lebih optimis, bahagia dan ceria. Bahkan wanita salihah akan menghiasi negeri dengan akhlaknya yang mulia, dan menjadikan bangsa ini jauh dari kemaksiatan, kerusuhan dan kemudharatan kerena awal dari segala fitnah adalah perempuan.Keempat, wanita sebagai khalifah atau pemimpin. Wanita adalah pemimpin baik pada wilayah domestik maupun publik. Pada wilayah domestik dia menjadi pemimpin bagi harta dan anak-anak suaminya, pada wilayah publik dia bertanggung jawab berdakwah terhadap perbaikan kaum wanita dan anak-anak di dalam masyarkat. Sehingga seperti seorang Aisyah RA. diapun harus keluar rumah untuk memimpin peperangan, Zainab al-Ghazali harus berdakwah di ruang publik dan menuai konsekuensi dipenjara oleh rezim penguasa, Nyai Ahmad Dahlan dengan kegigihanya mengangkat derajat kaum wanita dan memberikan pendidikan kepada anak-anak usia dini.