Pertama-tama izinkanlah saya sebagai bagian dari bonus demografi 2045 yang mulai menua namun tetap menyukai martabak, terkagum dengan akselarasi otomatif nasional di lintasan mandalika, bersemangat saat mendengar irama metalika, dan hobi blusukan sana sini dari zona nyaman ke kasmaran sampailah ke zona konflik, namun masih kurang beruntung untuk menjadi komisaris salah satu BUMD, Boleh, sedikit mengapresiasi terutama yang berkaitan dengan isme-isme baru yang akhir-akhir ini muncul di ruang publik, salah satunya perihal jokowisme.
Jokowisme buat saya semacam inovasi yang baru dari sekelompok anak muda yang memilih budaya politik yang berbeda dari golongan tua (KATANYA).
Namun setiap inovasi harus ditantang dengan kritik, sebagaimana dahulu pernah ada yang menguji Hape Nokia yang katanya jika lempar itu manusia pun bisa celaka.
Kata Hegel ( seorang intelektual Jerman yang tidak terjebak scoups ) dalam pengetahuan itu ada istilah dialektika yang menjadi ujian untuk setiap pemikiran. Jokowisme digadang-gadang menjadi ideologi baru bagi sekumpulan anak muda yang dengan the power of jalan ninja– nya mampu memutus rantaian politik dinasti dengan cara yang agak berbeda (WOAW).
Sembari mendengarkan kembali lagu lama “Disco Lazy time”, ingat sejenak kembali era dimana untuk mengisi musik harus di kounter handphone terdekat.
Jika di Tarik ke dalam konteks akademis yang pusing dengan biaya penerbitan jurnal dan harga kuliah yang semakin, Jokowisme itu Suffiks _’isme’_ itu yang menggambarkan suatu kepercayaan, paham, atau ajaran. Jadi Jokowisme berarti menunjukkan kepercayaan pada Jokowi. Jadi jokowisme itu Lebih menekankan pada gerakan sosial, mungkin juga politik ketimbang fanatik buta seperti fandom-fandom lain.
APAKAH JOKOWISME ITU KEREN
Tentu saja Keren..
Sangat keran, lupakan apa nasehat mbah Tejo tentang Pemimpin bertangan besi mematikan nyali, pemimpin yang dinabikan mematikan nalar.
Saya mengakui jika Jokowisme itu memang keren , sebagai pandangan maupun gaya hidup (bukan gaya-gayaan) , bagaimana tidak jika kita konsisten menerapkan Jokowisme setidaknya kita mampu kritis dengan politik dinasti ataupun dinasti politik meskipun ada pembenaran untuk melakukannya, selaras antara kata dan perbuatan meskipun ada godaan untuk dapat mengeditnya, tidak merangkap jabatan meskipun belum tentu selesai, tidak akan menjadi oknum meskipun yang diatas ambil bagian, dan mampu konsisten merakyat meskipun kenyataan tetaplah elit.
Dalam konteks kepemimpinan , jokowisme mampu memberikan arah untuk mencapai harapan akan lahirnya seorang pemimpin yang tidak berdiri dibawah bayang – bayang besar nama bapak , emak, paman, eyang, dan sebagainya.
Dalam konteks pembangunan, jokowisme mampu menjembatani oligarkhi biar manut rakyat bukan sebaliknya atau malah di bolak- balik seperti apem balik. Masa lalu pernah merasakan di gusur tentu memberikan rasa yang pahit untuk tidak melakukan yang sama dengan rakyat ketika berkuasa, dan sekali lagi jokowisme itu memang keren.
Dalam konteks keamanan, aparat yang menerapkan jokowisme pasti mampu adil, berani, dan amanah. Menjaga fungsi CCTV sebagaimana adanya, lebih memilih mengamankan masyarakat ketimbang perkebunan dan pertambangan swasta, menghemat peluru untuk digunakan sebagaimana mestinya, anti dengan mentalitas halo “adek” apalagi memperalat adek kemudian berpura-pura terzalimi, dan mampu menjadi yang sebenar-benarnya baik sebagaimana lirik lagu Slank. Dan sekali lagi jokowisme itu keren …
Dalam konteks agama, jokowisme itu keren karena mampu tegas dengan kelompok intoleran, tetapi tidak menggunakan label intoleran pada kelompok – kelompok yang berbeda pandangan. Dalam konteks pengaruh, jokowisme itu keren karena mampu terkenal tanpa harus dibantu oleh pasukan bernama Buzzer, karena isme yang berkerja akan tumbuh secara organik dari akar rumput dan menyebar seperti kluster covid-19.
Memang ada kritik dari golongann sok tahu, kurang Ngopi, dan belum tentu merokok katanya Jokowisme masih butuh waktu untuk disejajarkan sebagai sebuah ideologi, teori, atau ajaran seperti halnya Marxisme, Maoisme, Leninisme (yang semuanya mengacu nama orang). Bahkan untuk dimasukkan sebagai kosa kata baru dalam KBBI pun belum signifikan. Apakah tahan lama dalam periode yang relatif panjang, ataukah hanya semenjana kalah dengan istilah- istilah baru atau mungkin tidak akan pernah masuk KBBI sampailah sebuah mahkamah dapat bertindak.
Tapi biar bagaimana pun Jokowisme itu keren sebagai pisau analisis ditengah zaman yang sedikit-sedikit menyalahkan kurir ketika COD tidak sesuai harapan. Ada banyak konteks-konteks lain sebenarnya yang dapat membuktikan jika jokowisme itu gaya dan pandangan yang keren namun jika dibongkar semuanya, apreasiasi bisa berujung ajakan Ngopi sembari makan seblak. Oleh karena perihal Jokowisme saya sepakat mengikuti penggalan lirik dari hapus aku, tentang “Semua tak bisa kau ungkapkan”.
Oleh: Mansurni abadi (IMM Malaysia)
Ilustrasi gambar: Kompas.id